Diberitahu kepada Freud bahwa dia tidak, atau lebih tepatnya, dia tidak menemukan alasan untuk percaya pada Tuhan. Oleh karena itu, ia menganggap bahwa upacara keagamaan tidak ada artinya dan tidak bermanfaat dalam kehidupan ini. Freud bahkan percaya sepenuhnya bahwa ide-ide keagamaan tidak datang dari satu Tuhan atau dari dewa lain, karena dewa-dewa ini tidak ada dan tidak datang dari kesadaran batin yang merenungkan dunia.dunia seringkali mengarah pada kebenaran. .
Dalam hal ini, Freud menyimpulkan bahwa perilaku para pengikutnya mirip dengan perilaku pasien neurotiknya. Misalnya, keduanya menekankan bentuk ritual saat melakukan sesuatu, dan keduanya merasa bersalah jika tidak melakukan ritual dengan sempurna. Dalam kedua kasus tersebut, ritual juga melibatkan penekanan terhadap motivasi yang mendasarinya.
Gangguan psikologis seringkali merupakan akibat dari represi hasrat seksual, sedangkan dalam agama merupakan akibat dari tekanan diri, yaitu kontrol naluri ego. Jadi, jika penghambatan seksual terjadi pada psikosis obsesif seseorang, agama yang dianut oleh lebih banyak orang dapat dianggap sebagai psikosis obsesif universal. Dengan demikian, Freud melihat bahwa perilaku orang beragama selalu menyerupai penyakit mental.
Dari beberapa pandangan Freud di atas, kita dapat memahami bahwa sejak awal Freud mengatakan bahwa dia tidak begitu tertarik dengan masalah agama. Oleh karena itu, kami tidak dapat sepenuhnya yakin dengan penjelasannya. Meskipun kami akan melakukan yang terbaik untuk menyatukan pandangan-pandangan Freud yang berbeda, tampaknya upaya ini juga akan sulit menemukan titik terang. Lebih jauh lagi, teori-teori Freud sebagai ilmu hanya bisa berperan sebagai pisau analisis bagi penafsiran agama dan bukan sebagai penentu kebenaran agama. Selain itu semua, sebagai umat beragama, kita tentu memiliki pandangan yang berbeda tentang hubungan antaragama dan kepribadian manusia. Sebagai seorang muslim yang kebetulan keturunan Jawa, saya paham bahwa agama adalah alat (pegangan) dalam menjelajahi samudra hidup dan kehidupan. Akibatnya, kepribadian kita sedikit banyak akan terkondisikan dan disesuaikan dengan ajaran agama.
Selain itu, dalam tasawuf setidaknya dijelaskan tiga tipe kepribadian.
Pertama, muthmainnah, yaitu kepribadian yang diatur oleh hati, didukung oleh kekuatan akal dan nafsu. Kedua, Lawwamah, yaitu kepribadian yang diatur oleh daya nalar, didukung oleh daya kalbu dan daya syahwat. Ketiga, kemarahan, khususnya kepribadian yang didominasi oleh kekuatan nafsu, didukung oleh kekuatan akal dan hati.
Seseorang yang dapat memadukan hati, pikiran dan nafsu dengan baik, maka perilaku yang muncul dari diri orang tersebut juga akan baik. Oleh karena itu, dimaksudkan agar selaras dengan misi utama Rasulullah SAW, yaitu menyebarkan rahmat dan menyempurnakan akhlak manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H