Mohon tunggu...
Azis Tri Budianto
Azis Tri Budianto Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa | Penulis | Filsuf
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dalam hidup kita hanya sebagai pemain, jadilah pemain yang menjalankan perannya dengan baik. _sing biasa bae

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Membaca sebagai Sarana Seni Memahami

3 Januari 2023   22:55 Diperbarui: 3 Januari 2023   23:02 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi (sumber :https://bit.ly/3VBMiTX)

Pandangan Islam sebagai ilmu dan Iqra (Bacaan) sebagai seni memaknainya kemudian melahirkan ketegangan kreatif, yaitu hadirnya inovasi-inovasi kreatif baru yang dapat meningkatkan pengetahuan dan peradaban dunia Islam yang tinggi. Untuk itu, marilah kita coba meragukan diri kita sendiri sebelum orang lain, bahwa barangkali apa yang kita anggap benar dan benar itu buatan kita sendiri, dan tidak memiliki arti hakiki. Memang, makna sebuah teks selalu ditentukan oleh makna yang melekat padanya oleh seorang penafsir.

Asumsi dasar - dalam konteks hermeneutika - bahwa manusia adalah makhluk yang dapat menjelaskan dirinya sendiri. Diri (manusia) dibentuk oleh sejarah dan bahasa. Diri (manusia) juga bersifat dialog/dialektis. Dunia tempat kita hidup juga merupakan struktur mental yang kita bentuk sendiri dengan pandangan subjektif kita. Dan pemahaman kita tentang dunia, penerimaan kita akan maknanya ditentukan oleh pengalaman hidup yang kita miliki.

Iqra (membaca) sebagai seni memahami, akan menghindari perasaan lebih adil dari orang lain yang berbeda pendapat dengan kita. Untuk mencapainya, jangan hanya menganalisis makna asli yang terkandung dalam teks atau nada dialog (tingkat literal), tetapi cobalah membacanya untuk memisahkan makna dari konteks sosio-historis saat teks dibuat (tingkat budaya-sejarah). ) dan dipahami sebagai "kombinasi" antara penulis dan pembaca - perpaduan cakrawala - (tingkat eksistensial).

Referensi:

F. Budi Hardiman, Seni Memahami: Hermeneutik Dari Schleiermacher Sampai Derrida (Yogyakarta: Kanisius, 2018).

Kuntowijoyo. Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, Dan Etika (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007).

Otto Sukatno. Politik Identitas: Kesaktian dan Identitas (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2018.

Philip K. Hitti. History Of The Arabs (Jakarta: Serambi, 2013.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun