Selanjutnya, de Motaigne mempercayai bahwa persahabatan adalah tingkatan tertinggi di dalam masyarakat. Titik yang menarik lainnya, de Montaigne juga mempercayai bahwa sahabat bukanlah sosok yang dikejar-kejar, ia merupakan fenomena yang sulit dieksplanasi. Fenomena tersebut terjadi dengan tanpa harus memilih dan tanpa harus dijelaskan lebih detail.
Dengan bahasa yang berbeda dapat diartikan bahwa persahabatan terjadi tanpa adanya suatu alasan. Dan satu-satunya alasan dalam persahabatan adalah kesukaan terhadap orangnya (person), dimana kondisi yang apa adanya, dan bukan karena ada hal yang lain.
Sahabat seperti ini dalam kacamata pandangan de Montaigne diartikan sebagai sahabat sejatinya. Dalam pengelompokkan teman yang dikenalkannya ia membedakan pertemanan ke dalam dua sub bab, teman sejati atau (true friendship) dan teman biasa atau (ordinary friendship). Teman yang disebut terakhir inilah yang kenudian oleh kaum milenial sekarang dimaksud dengan sahabat atau bestie.
Sosok bestie pada hakikinya adalah multifungsi, dalam artian mempunyai banyak peran bukan hanya satu. Ia bisa bermetamorfosis ke dalam berbagai bentuk, entah kerabat, pasangan, ataupun kekasih, bahkan orang tua.
Kadang-kadang ia juga memikul beban yang tidak seharusnya ditanggung oleh perannya yang bisa dikatakan multifungsi. Ini sekaligus sebagai sikap dan memanifestasikan dari totalitas seorang sahabat yang hakiki. Pada bagian itu, seorang sahabat seringkali tidak mempedulikan apakah kebaikannya terbalas atau tidak. Ia tidak lagi peduli ketika tidak terjadi simbiosis mutualisme di dalam relasinya, itulah kemudian yang dinamakan totalitas.
Pertanyannya kemudian, apakah mungkin ada yang mempunyai banyak sahabat demikian? Tak mungkin, untuk tidak mengatakan mustahil, jawabnya de Montaigne. Baginya, dalam hidup hanya ada satu bestie dan itulah benar-benar sahabat yang sejati.
Perlu kita ketahui memiliki banyak sahabat hanya akan menciptakan konflik, karena sahabat-sahabat itu mungkin mempunyai kepentingan yang kontradiktif dengan kepentingan kita dan tak jelas siapa yang harus didahulukan.
Untuk memperkuat argumentasinya, de Montaigne kemudian menganjurkan untuk melakukan uji coba. Umpama suatu tempo dua teman atau lebih sama-sama membutuhkan bantuan, yang manakah harus didahulukan? Kita hanya punya opsi satu dan tidak dua-duanya.
de Montaigne juga menjelaskan lebih lanjut bahwa persahabatan hanya akan terjadi dari orang lelaki, tidak dari dua orang perempuan. Menurutnya, ikatan antara dua orang perempuan sulit dibentuk karena adanya kecenderungan emosional dan tidak intelek. Tentunya, pandangan ini hanya relevan pada saat itu, sekarang kita bisa membantah.
Sekarang persahabatan sudah tidak lagi mengenal jenis kelamin. Dalam hal ini saya hanya sepakat dengan de Montaigne bahwa lelaki dan perempuan tidak akan bisa menjadi sahabat yang sejati, dikarenakan akan ada fase dimana masuknya nuansa romantis dan erotis.
Dengan arti kata lain, yang mungkin bisa adanya persahabatan atau per-bestie-an adalah antara perempuan dengan perempuan, bisa juga lelaki dengan lelaki, nah diluar selain dari model tersebut mungkin ada hal yang perlu dipertanyakan lebih lanjut tuh.