Indonesia merupakan salah satu negara produsen batu bara terbesar di dunia yang memberikan kontribusi signifikan terhadap emisi karbon global. Berdasarkan  (GoodStats Data) Indonesia menepati posisi ketiga dari tujuh negara penghasil batu bara terbesar di dunia yang  volume produksinya mencapai 725 juta ton di tahun 2023. Hal ini selaras dengan menghasilkan emisi CO2 dan menurut (Worldometer) Indonesia menempati posisi ke enam sebagai negara yang menghasilkan emisi CO2 pada tahun 2022. Jika ditelusuri lebih lanjut menurut (Badan Pusat Statistik Indonesia : Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2023) dari tahun ke tahun penghasil emisi gas CO2 dihasilkan dari pengadaan listrik dan gas yang menggunakan bahan bakar batu bara, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dari batu bara dapat menghasilkan ratusan juta ton emisi CO2 pada setiap tahunnya.
Ketergantungan Indonesia pada PLTU tidak hanya terkait dengan kebutuhan energinya, tetapi juga mendukung perekonomian nasional. dunia berkata lain yaitu mengurangi emisi karbon dan menempatkan PLTU seolah-olah menjadi target kritik utama. Transisi energi menuju energi hijau menjadi tantangan besar, terutama ketika mempertimbangkan ketahanan energi, biaya, dan infrastruktur.
Meskipun PLTU telah menjadi tulang punggung pasokan listrik di Indonesia, mereka juga menjadi penyumbang utama emisi gas rumah kaca (GRK). Maka dari itu dibutuhkan solusi yang dapat mengurangi dampak lingkungan tanpa mengorbankan keandalan energi. Salah satu teknologi yang cukup viral saat ini yaitu Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS). Teknologi CCUS ini memberikan alternatif lain untuk tidak "menyuntik mati" PLTU.
Apasih CCUS??? CCUS merupakan teknologi yang mencakup penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon dioksida (CO2) dari proses pembakaran. Dengan mengadopsi teknologi ini, PLTU dapat diubah menjadi pembangkit listrik rendah karbon. Beberapa keunggulan utama CCUS meliputi:
- Pengurangan Emisi: Teknologi ini mampu menangkap sebagian besar emisi CO2 dari PLTU, sehingga membantu mengurangi dampak lingkungan.
- Keberlanjutan Energi: PLTU dapat terus beroperasi tanpa mengorbankan kapasitas produksi listrik.
- Potensi Ekonomi: Dengan memanfaatkan sumber daya lokal, CCUS dapat mendorong investasi dan menciptakan peluang ekonomi baru.
Sebagai contoh studi kasus internasional yaitu, proyek Jiangsu Taizhou yang dikelola oleh China Energy Investment Corporation menjadi salah satu fasilitas CCUS terbesar di Asia dan ketiga terbesar di dunia untuk sektor pembangkit listrik tenaga batu bara. Proyek ini memiliki kapasitas menangkap 500.000 ton CO2 per tahun dengan menggunakan teknologi berbasis amine yang dikembangkan sendiri, memungkinkan tingkat efisiensi tangkap karbon lebih dari 90 persen dengan konsumsi energi kurang dari 90 kWh per ton CO2Â (Zhaoqing, Z.2023, June 3) dalam artikelnya China Energy launches Asia's largest CCUS facility for coal power generation in Jiangsu, By Xinhua NET.
Keberhasilan ini mencerminkan penerapan inovasi teknis yang signifikan dalam upaya mencapai karbon netral di sektor pembangkit listrik berbasis batu bara dan dapat menjadi inspirasi bagi Indonesia dalam mengintegrasikan CCUS dalam pembangkit listrik berbasis batu bara.
Adapun langkah Indonesia dalam proyek CCUS/CCS ini salah satunya oleh Pertamina dan ExxonMobil telah menjajaki pengembangan proyek CCUS/CCS di Cekungan Sunda Asri, yang memiliki kapasitas penyimpanan karbon hingga 6 gigaton. Proyek ini memerlukan dukungan berbagai pihak, termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk keberhasilannya.
Ketika dipetakan dengan PLTU batu bara yang ada di sekitar cekungan sunda asri ini cukup banyak PLTU yang dapat diintegrasikan dengan proyek CCS/CCUS.