saya kenal daen azis. kenal di banjarmasin tahun 1980. usianya 50-an. pekerjaannya buruh pikul di pabrik kayu . ada ratusan teman-temannya berasal dari sulawesi selatan yang memiliki profesi yang sama dengan daeng azis. setiap ada kapal masuk, daeng azis memeras keringat, memikul balok dan papan kemudian disusun rapi di kapal bertujuan surabaya, semarang, jakarta.
daeng azis setelah mengetahui saya perantau berasal dari sulawesi utara, beliau merasa iba hati. maka beliau mengajak saya bekerja memikul kayu (menurut daeng azis, walau bekerja sementara saja).alasannya daeng azis bersimpati dengan saya, karena saya berasal sama-sama dari sulawesi. sekaligus daeng azis memberi tumpangan . saya dipersilahkan menggunakan (tanpa sewa) kamar berukuran 1 x 2 meter dipinggir sungai.
kalau daeng azis memikul dua balok, saya cukup memikul satu balok saja. tentu bayarannya berbeda.
oh ia, daeng azis ini seorang buta huruf. tidak bisa berbahasa indonesia secara lancar. perlu kecermatan untuk mengerti apa yang disampaikan oleh daeng azis. walau buta huruf, namun daeng azis sudah merantau sampai ke malaysia dan banyak kota di indonesia sudah didatanginya.
pesan dari tulisan ini :
pertama, saya ingin mengatakan bahwa perantau dari sulawesi selatan sangat berani. ulet . walau buta huruf seperti daeng azis namun berani mengarungi samudra dan berani menghadapi hidup. kedua, solidaritasnya tinggi. ketiga, pekerja keras. keempat, sangat santun serta menghargai oran lain. kelima , memiliki rasa malu yang tinggi (siri).
kemudian ada daeng azis kalijogo. oh itu pengecualian. kata sahabat saya kebetulan bersuku bugis : itu bikin malu orang bugis. bukan begitu karakter "siri" orang bugis.
boleh jadi, setiap teori kan ada faktor pengecualian. istilah di lembaga survey, "faktor eror." he he he
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H