Mohon tunggu...
INDI CAHYA CAMILA
INDI CAHYA CAMILA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Komunikasi

Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Udayana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Jakarta Tempati Peringkat Ketiga Kota dengan Kualitas Udara Terburuk di Dunia

26 Oktober 2023   15:53 Diperbarui: 26 Oktober 2023   21:56 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: AP Photo/Dita Alangkara)

Kualitas udara yang buruk tengah menjadi perbincangan dan keluhan masyarakat yang sangat ramai akhir-akhir ini. Hal ini disebabkan oleh aktivitas-aktivitas manusia seperti pembakaran bahan fosil, emisi gas kendaraan bermotor, kegiatan pertanian, pabrik dan industri menjadi faktor utamanya. Kemarau yang berkepanjangan juga menjadi faktor alam dari masalah polusi udara saat ini.   

Polusi udara tentunya memberikan dampak yang buruk terutama pada kesehatan manusia, mulai dari masalah pernafasan juga masalah penglihatan. Penyakit yang dapat dipicu akibat polusi udara antara lain infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), yang menimbulkan gejala batuk, pilek, dan demam. WHO juga menetapkan bahwa kanker paru-paru bisa disebabkan karena polusi udara yang sangat buruk. Selain itu polusi udara juga dapat meningkatkan risiko glaukoma yang dapat berakibat kebutaan.   

Salah satu kota yang mengalami pencemaran udara terburuk di Indonesia adalah Jakarta. Jakarta sebagai kota metropolitan sekaligus ibu kota tentunya memiliki aktivitas industri dan kendaraan yang sangat padat. Tidak hanya di Indonesia, Jakarta bahkan ada di peringkat atas sebagai kota-kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Kualitas udara Jakarta terburuk ketiga di dunia pada Senin pagi (23/10) dengan indeks kualitas udara ibu kota pagi itu 183 atau kategori 'merah' yang berarti kualitas udara tidak sehat. Peringkat tersebut berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir. 

Dilansir dari web resmi Universitas Muhammadiyah Gresik, WHO menetapkan standar bahwa suatu wilayah tidak boleh mengandung partikel halus atau polutan dengan radius 2,5 mikrometer (PM 2.5) yang rata-rata melebihi 5 mikrogram (g) per meter kubik (m3) per hari per tahun. Saat ini, berdasarkan pantauan IQAir per 15 Agustus 2023, rata-rata konsentrasi polutan halus yang beredar di udara Jakarta sebesar 45,3 mikrogram (g) per meter kubik (m3). Angka ini 9 kali lebih tinggi dari ambang batas yang ditetapkan WHO (PM 2.5). Artinya, kualitas udara kota Jakarta tidak sehat bagi kelompok sensitif. 

Hal ini tentunya menjadi masalah yang sangat serius sekaligus menjadi tantangan bagi masyarakat dan pemerintah supaya bisa meminimalisir pencemaran udara yang sudah sangat buruk ini. Disisi lain aktivitas-aktivitas yang menyebabkan polusi udara tersebut juga belum dapat diberhentikan sepenuhnya. Namun pemerintah juga tetap melakukan upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, adapun upaya yang dilakukan diantaranya adalah mendorong penggunaan transportasi publik dan meningkatkan kapasitas transportasi publik pada jam sibuk. Disini peran masyarakat juga sangat penting untuk membantu mengurangi penggunaan kendaraan pribadi yang berarti dapat mengurangi gas karbon yang dihasilkan oleh kendraan bermotor.   

Selanjutnya pemerintah juga terus berusaha menambah ruang terbuka hijau, hal itu sebagai bentuk menyeimbangi area hijau dengan pembangunan infrastruktur. Dilansir dari laman antaranews, saat ini ruang terbuka hijau (RTH) di DKI Jakarta seluas 33,34 juta meter persegi atau 33,34 kilometer persegi. Jumlah itu mencakup 5,2 persen dari luas Jakarta yang mencapai 661,5 kilometer persegi.   

Kesadaran tiap individu juga sangat penting untuk menyukseskan upaya-upaya yang sudah dilakukan pemerintah. Tidak hanya semata-mata menuntut aksi dari pemerintah saja, namun sudah sepatutnya masyarakat juga ambil peran dalam mengurangi polusi udara di lingkungan mereka. Hal itu bisa dilakukan mulai dari menanam tanaman di pekarangan rumah, menggunakan transportasi umum yang sudah disediakan, menghemat penggunan listrik, tidak membakar sampah, dan masih banyak lagi. Dampak yang disebabkan oleh polusi udara bukanlah masalah sepele yang bisa dipandang sebelah mata, oleh karena itu perlu penangan tepat dan intensif untuk mengatasinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun