Mohon tunggu...
22Sumika Adinata
22Sumika Adinata Mohon Tunggu... Penulis - pelajar,mahasiswa,universitas pendidikan ganesha

hobi futsal saya orangnya pendiam dan suka menulis saya menggunakan kompasiana untuk menulis artikel

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Pancasrada dalam konteks Punarbawa Menggali Kearifan Tradisional untuk Era melenial seperti sekarang

14 Mei 2024   16:42 Diperbarui: 15 Mei 2024   04:30 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di dalam pustaka suci weda, dikatakan bahwa samsara adalah penjelmaan atma (roh) yang berulang ulang (samsriti) ke dunia ini, dan Punarbhawa, yang berasal dari bahasa sanskerta, berarti kelahiran yang berulang-ulang, juga disebut Penitisan atau Samsara. Hukum Karma menyebabkan punarbhawa, atau samsara ini, di mana atma (roh) menjelma kembali untuk memperbaiki perbuatannya yang buruk atau karena atma masih dipengaruhi oleh Karma Wesana, atau sisa-sisa perbuatan, atau kenikmatan duniawi, sehingga ingin lahir kembali. Kelahiran ini adalah samsara, atau sengsara, sebagai akibat dari karma atau perbuatan di kelahiran sebelumnya. Punarbaawa merupakan keyakinan bagi Masyarakat hindu bahwa semua makluk hidup akan mengalami reingkarnas yang di sebut juga dengan konsep punarbawa (Terlahir Kembali). Tujuan dari punarbawa itu sendiri adalah untuk memberi kesempatan kepada jiwa dan berupaya meningkatkan statusnya karena kelahiran hanya sekali sebagai manusia, sang jiwa belum sempurna walaupun memiliki badan jasmani yang sempurna. nilai kearifan lokal yang berasal dari budaya Nusantara yang mengajarkan kesederhanaan, kebijaksanaan, dan keseimbangan hidup, seringkali menjadi landasan penting bagi generasi milenial dalam menjalani kehidupan mereka di era modern yang dipenuhi dengan dinamika kehidupan yang cepat dan beragam. Salah satu konsep tradisional yang memiliki makna mendalam seringkali menjadi landasan penting bagi generasi milenial dalam menjalani kehidupan mereka. Pemahaman tentang konsep punarbawa dapat membantu generasi muda menjalani kehidupan yang lebih bijaksana dan berarti di era milenial saat ini, di mana tekanan sosial, tuntutan pekerjaan, dan pengaruh media sosial dapat menjadi tantangan yang berat. Dengan memahami dan menerapkan nilai-nilai punarbawa, generasi milenial dapat menemukan cara untuk menyeimbangkan dunia digital dengan dunia nyata. Mereka juga akan memiliki kemampuan untuk menjaga nilai-nilai luhur konsisten dalam setiap tindakan dan keputusan yang mereka ambil.

Di dalam Weda, disebutkan bahwa "Penjelmaan jiwatman yang berulang-ulang di dunia ini atau di dunia yang lebih tinggi disebut Samsara." Punarbhawa juga berarti penitisan kembali (reinkarnasi) atau Samsara. Kelahiran berulang ini membawa kebahagiaan dan kesedihan. Karena Jiwatman masih dipengaruhi oleh kenikmatan, dan kelahiran mengikuti kematian, samsara atau Punarbhawa ini terjadi. Selama atman terikat oleh kenikmatan duniawi dan terbungkus oleh suksma sarira, atman menjadi awidya. Karena itu, ia tidak dapat kembali bersatu dengan sumbernya, yaitu Brahman (Hyang Widhi), dan oleh karena itu atman selalu lahir lagi. Dalam reikarnasi juga akan di lihat dari segala bentuk prilaku atau perbuatan yang dilakukan pada masa kehidupan yang lampau atau masa dikehidupan sebelumnya menyebabkan adanya bekas (wasana) dalam jiwatman. Dan wasana (bekas-bekas perbuatan). Jika wasana itu hanya bekas-bekas keduniawian, maka jiwatman akan lebih cenderung dan gampang ditarik oleh hal-hal keduniawian sehingga atman itu lahir kembali. Karmabhumiriya brahman, phlabhumirasau mata iha yat kurate karma tat, paratrobhujyate.

Karma dan Punarbhawa ini terkait satu sama lain. Karma adalah perbuatan yang meliputi segala gerak, baik pikiran, perkataan maupun tingkah laku, dan punarbhawa merupaka  inti dari semua karma itu yang terwujud dalam penjelmaan tersebut. Setiap karma yang dilakukan atas dorongan acubha karma akan menimbulkan dosa dan Atman akan mengalami neraka, serta akan mengalami penjelmaan dalam tingkat yang lebih rendah, sengsara, atau menderita dalam Punarbhawa berikutnya, dan bahkan Sebaliknya, setiap karma yang dilakukan berdasarkan cubhakarma akan membawa Atman (roh) ke sorga. Jika dia menjelma kembali, dia akan mencapai tingkat penjelmaan yang lebih sempurna atau lebih tinggi. Sedangkan semua tindakan bodoh selalu melanggar dharma setelah keluar dari neraka, ia menitis menjadi hewan seperti kerbau atau biri-biri, dan kemudian menjadi orang yang hina, sengsara, sedih, dan tidak bahagia. Sarasmuccaya menyatakan bahwa orang yang selalu berbuat baik (cubhakarma) akan menjelma dari sorga menjadi orang yang tampan (cantik), berguna, berkedudukan tinggi, kaya raya, dan berderajat mulia. Itu adalah hasil (phala) dari perbuatan baik.

Dapat dikaitkan dengan konsep Punarbawa atau terlarir Kembali dengan generasi melenial memiliki makna yang mendalam dan relevan dalam kehidupan generasi milenial di era modern dan digital seperti saat ini Konsep ini terkait dengan keyakinan spiritual. Itu juga dapat dilihat sebagai proses transformasi dan pertumbuhan pribadi yang berkelanjutan. Konsep Punarbawa dapat berfungsi sebagai landasan filosofis yang menawarkan jalan dan pemahaman yang lebih luas tentang kehidupan bagi generasi milenial, yang cenderung mencari makna dan tujuan dalam hidup mereka. Milenial dapat merenungkan perjalanan spiritual dan pribadi mereka dengan lebih dalam dengan memahami bahwa setiap tindakan dan pengalaman kita dapat membentuk dan mengubah diri kita. Konsep Punarbawa juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menghadapi masalah dan perubahan. Milenial merupakan suatu fenomena unik yang sulit untuk memahami. Masyarakat Hindu Bali dalam hidup beragama berpedoman pada ajaran Weda yang merupakan inti ajaran agama Hindu yaitu Panca Sradha atau lima kepercayaan yang mendasari kehidupan dalam Agama Hindu. Lima kepercayaan tersebut meliputi Brahman, Atman, Karma Phala, Punarbhawa, dan Moksha. Masyarakat Hindu di Bali percaya dan yakin bahwa reinkarnasi yang diajarkan dalam kitab suci Veda itu benar-benar ada, selalu terjadi dan di alami oleh hampir semua manusia.

Reinkarnasi dalam agama Hindu disebut dengan Punarbhawa. Punarbhawa berasal dari kata punar yang berarti kembali dan bhawa berarti menjelma atau lahir. Punarbhawa adalah kelahiran kembali, berulang kali menjelma di Cradha Mayapada. Reinkarnasi dalam ajaran agama Hindu merupakan sesuatu hal yang ditunggu karena berhubungan dengan Karma Phala yang kita perbuat di kehidupan masa lalu. Akan tetapi reinkarnasi ini juga harus dihindari karena merupakan penghambat dari tujuan Agama Hindu yaitu Moksa yang merupakan kebebasan atma dari ikatan duniawi dan kembali bersatu dengan Brahman. Reinkarnasi terjadi pada saat seseorang meninggal dunia, rohnya (jiwatman) melepaskan badan jasmani (stula sarira) menuju surga atau neraka. Lamanya roh berada disetiap alam ini tidak sama, tidak dapat ditentukan lamanya, tergantung dari banyaknya baik-buruk karma yang dibawa oleh Atman. Apabila karma baiknya lebih banyak, maka setelah mati atmanya akan tinggal lebih lama di surga untuk menikmati kebahagiaan. Setelah itu karma buruknya akan menarik atman untuk menjelma kembali ke dunia melalui proses kelahiran dengan menggunakan badan jasmani yang baru. Bagaimana kelahirannya nanti tergantung dari karma wasananya. Kalau ia membawa karma baik, ia akan lahir menjadi orang yang berbahagia, berbadan sehat dan berhasil cita-citanya. Sebaliknya kalau ia membawa karma buruk, ia akan lahir menjadi orang yang menderita. Oleh karena itu reinkarnasi ini adalah kesempatan untuk memperbaiki diri agar dapat meningkat ke taraf yang lebih tinggi.

Proses reinkarnasi terjadi karena kesadaran sang roh untuk masuk kebentuk kehidupan baru sesuai karma, dan sang roh dalam kehidupan dapat merubah karma sampai sang roh suci berada pada titik kesempurnaan Moksa. Reinkarnasi memiliki nilai positif untuk menuntun umat manusia dalam menjalani kehidupan dan melakukan kebaikan sampai mendapatkan kesempurnaan yaitu Moksa. di mana mereka dapat tumbuh, belajar, dan berkembang menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri. Selain itu, konsep Punarbawa mengajarkan tentang karma dan akibat dari pilihan kita. Dengan mengetahui bahwa apa yang kita tanam akan kita tuai, generasi muda diajak untuk bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan mereka, dan untuk terus berusaha menjadi orang yang lebih baik.

 Terjadinya punarbawa di zaman sekarang atau zaman melenial saat ini karena manusia terus melakukan hal-hal yang tidak baik. Mereka selalu mendapatkan sesuatu dengan cara yang tidak baik, seperti tindakan kriminal, mencuri, dll. Karena manusia masih dipengaruhi oleh sad ripu, sad atatayi, sarta timira di dunia ini, punarbhava selalu ada dalam diri manusia karena perbuatan mereka yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Selain itu, proses terjadinya punarbhawa akan berlangsung selama isi bumi masih ada. Jadi, proses terjadinya Punarbhawa adalah setelah roh menikmati hasil tindakannya di alam Roh atau Bwah Loka, dia melahirkan kembali. Kelahiran tersebut sesuai dengan apa yang dia lakukan. Sorga, juga dikenal sebagai Swarga Syuta, akan muncul jika roh digabungkan dengan perbuatan baik. Asubha karma adalah setiap karma yang dilakukan atas dorongan indria dan kenafsuan karena akan menghasilkan dosa, dan atma akan mengalami Neraka dan kemudian mengalami punarbhawa pada tingkat yang lebih rendah.
Sebaliknya, karma yang dilakukan atas dasar Buddhi Sattvam adalah Buddhi Dharma (Subha Karma), yang menyebabkan atma mendapat surga dan akan menjelma kembali untuk mengalami penjelmaan yang sempurna dan lebih tinggi. Atma yang menjelma dari surga akan menjelma menjadi manusia yang hidup bahagia di dunia ini, dan kebahagiaan ini akan dirasakan dalam penjelmaan yang akan datang yang disebut Surga Syuta.

Punarbawa, atau kelahiran kembali, menggambarkan bahwa jiwa akan terus menjalani siklus kelahiran sampai mencapai pembebasan akhir. Siklus ini dipengaruhi oleh karma, yaitu konsekuensi dari tindakan baik atau buruk yang dilakukan dalam kehidupan sebelumnya. Karma Phala, atau hasil karma, memandu arah penjelmaan jiwa ke tingkat yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Dalam proses Punarbawa, jiwa mengalami konsekuensi dari tindakan-tindakan yang dilakukan di kehidupan sebelumnya. Tindakan-tindakan tersebut menciptakan wasana, atau bekas, yang memengaruhi arah penjelmaan jiwa selanjutnya. Karma baik mengarah ke kelahiran yang lebih baik dan kebahagiaan, sementara karma buruk mengarah ke penderitaan atau kelahiran yang lebih rendah. Di era modern dan digital saat ini, konsep Punarbawa tetap relevan karena memberikan pemahaman yang dalam tentang tanggung jawab atas tindakan dan pilihan kita dalam kehidupan. Generasi milenial dapat menggunakan konsep ini sebagai panduan untuk bertanggung jawab atas perbuatan mereka, mencari makna dan tujuan dalam hidup, serta merenungkan pertumbuhan pribadi dan spiritual mereka. Dengan memahami bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi, mereka dapat mengarahkan kehidupan mereka menuju pertumbuhan yang positif dan pencapaian kebebasan akhir (Moksha).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun