Pada zaman milenial konflik perdebatan antar perbedaan agama sudah mengkrucut hal ini dapat kita saksikan melalui adanya program-program toleransi beragama, seperti contoh umat islam mengucapkan selamat natal bagi umat kristen. Akan tetapi yang menjadi konflik pada zaman milenial yaitu perbedaan madzhab atau ideologi antar sesama agama kian memarak, hal ini juga dapat kita saksikan melalui media sosial yang mengolok-olok ideologi sesama umat islam. Seperti kronologi golongan A menganggap bahwa tahlil dan yasin yang dihadiahkan untuk orang mati dianggap melenceng dari ajaran agama, kebaikannya tidak sampai pada si mayit, diangga bid'a, bahkan lebih kejamnya lagi mereka menambahkan kata tidak etis pada video yang di unggah.
 Mengapa mereka menganggap bahwa tahlil dan yasin untuk orang mati itu tidak sampai pada si mayit dan bid'ah? Sebab tidak ada dalilnya dalam hadist. Jika kita telusuri dalam hadist memang tidak ada naskah yang menganjurkan tentang yasinan ini. Akan tapi apakah ada dalam hadist yang secara persis tanpa mengkiaskan maknanya bahwa Rasul mengharamkan tahlil dan yasin? Tentu tidak ada. Hal itu menjadi kesepakatan Ulama, bahwa Rasul tidak melarang serta menganjurkan umatnya.
 Namun, bagaimana ideologi mereka yang menganggap bahwa tahlil dan yasin untuk orang meninggal itu sampai? Mereka mengambil dalil bahwa orang yang bershodaqoh untuk mayit (HR. Muslim no. 1631) dan haji/umroh badal (HR. Abu Daud, no. 1811), itu pahalanya sampai kepada si mayyit. Andaikan merumuskannya tidak memakai dalil, tapi melalui berfikir logika dan kritis tentu sangat heran mengapa selevel Al-Quran/ayat suci yang dianggap sebagai salah satu dari 6 pokok keimanan seorang hamba itu tidak sampai pahalanya untuk mayit? Apakah bersedekah merupakan salah satu dari pokok keimanan? Tentu tidak. Lantas jika mereka menganggap sesat golongan yang membolehkan membaca tahlin dan yasin, apakah mereka tidak berdosa atas tuduhan kesesatan? Tentu dosa. Oleh karena itu kita tidak bisa meanggap bahwa ideologi yang berbeda itu menyesatkan selagi tidak melanggar Aqidah Islamiyah dalam beragama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H