Memang tak mudah suatu partai melawan arus, tetap pada khittahnya yang mencerdaskan. Godaan nafsu akan kekuasaan memang bisa saja merontokkan seperangkat nilai-nilai berdemokrasi yang dipegang teguh selama ini. Apalagi konon katanya, godaan nafsu itu sangat besar bagi orang (partai) yang telah terlanjur terelitismekan dengan simbol-simbol agama.
Melawan Ahok
Kita berharap bahwa wacana upaya “melawan Ahok”, berdasar pada seperangkat ide dan gagasan. Ahok yang cukup tenar khususnya di kalangan menegah-elit Jakarta -- yang juga sekaligus menjadi lumbung suara Ahok--, melawannya, memang bukan perkara mudah. Dhani salah satu “peluru” yang mungkin dianggap mampu menjebol pangsa suara Ahok, berbekal dari popularitasnya sebagai musisi. Secara kalkulasi politik pragmatis, mungkin itu pilihan tepat, kalu toh, bahwa, politik yang ada dalam batok kepala kita, melulu hanya persolan suara semata.
Tapi kalau kita bertahan pada suatu pemahaman, bahwa, politik juga terkait dengan gagasan dan ide, disinilah letak daya kritis kita sebagai partisipan politik diuji untuk menilai. Bahwa mengelola suatu pemerintahan, tak semudah memetik gitar sambil bernyanyi. Apalagi toh, kalau kandidat yang diusung, tenar dan memiliki ketenaran populis, bukan lantas karena ide-ide yang mencerahkan, tapi lebih ke isu-isu remeh-temeh; kontroversi perceraian, hingga tenar karena persoalan dapur dan rumah tangga!