Profesor sering kali dianggap sebagai sosok intelektual yang menjadi pilar utama dalam dunia pendidikan tinggi. Mereka bukan hanya memiliki tugas mengajar, tetapi juga sebagai pionir dalam penelitian, serta penjaga integritas akademik. Sebagai figur otoritas, profesor diharapkan dapat menjadi contoh bagi mahasiswa dan kolega dalam hal moralitas, etika, dan tanggung jawab ilmiah. Namun, dalam kenyataannya, ada beberapa kasus yang memunculkan pertanyaan tentang integritas para profesor itu sendiri.
Seorang profesor idealnya adalah pribadi yang tidak hanya berpengetahuan luas, tetapi juga memiliki integritas yang tak tercela. Kejujuran akademik dan etika profesi seharusnya menjadi landasan dalam menjalankan tugas-tugas mereka. Ketika seorang profesor terlibat dalam pelanggaran integritas, seperti plagiarisme, dampaknya bukan hanya merusak reputasi individu tersebut, tetapi juga menggerogoti kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan tinggi secara keseluruhan. Dalam konteks ini, profesor memiliki beban moral yang besar untuk menjaga kredibilitas ilmu pengetahuan.
Sebuah kasus yang mencoreng integritas akademik terjadi pada Rektor Universitas Halu Oleo (UHO). Menurut laporan detik.com, Ombudsman mengungkapkan bahwa Rektor UHO, yakni Profesor Zamrun Firihu, melakukan plagiarisme dalam karya ilmiahnya. Komisioner Ombudsman, Laode Ida, mengungkapkan bahwa setelah pemeriksaan oleh 30 guru besar terhadap tiga karya ilmiah Prof. Zamrun, ditemukan tingkat plagiarisme mencapai 72%, termasuk pada bagian abstrak hingga kesimpulan. Melanggar kode etik akademik, Laode merekomendasikan pencabutan gelar dan jabatan Prof. Zamrun. Ini menjadi bukti nyata bahwa bahkan seorang yang berada di puncak kepemimpinan akademik pun tidak kebal terhadap godaan untuk melanggar etika akademik.
Kasus lain yang menjadi sorotan adalah dugaan plagiarisme yang dilakukan oleh Profesor Kumba, seorang dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Nasional (UNAS). Menurut laporan dari Tribun News, kasus ini mencuat setelah adanya laporan bahwa sebagian besar isi dari karya ilmiah yang dipublikasikan Prof. Kumba adalah salinan dari penelitian sebelumnya tanpa menyertakan atribusi yang tepat. Dugaan ini menyebabkan ketidakpercayaan di kalangan kolega dan mahasiswa, yang pada akhirnya memaksa Prof. Kumba untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Tekanan untuk memenuhi tuntutan akademik dan prestasi mungkin menjadi faktor yang mendorong tindakan ini, menyoroti bagaimana ambisi dan ketidakmampuan untuk memenuhi standar akademik dapat mendorong seorang akademisi terkemuka ke dalam pelanggaran etika.
Kasus plagiarisme ini bagaikan retak pada fondasi gedung yang megah. Seorang profesor seharusnya menjadi fondasi yang kokoh dalam dunia akademik. Namun, ketika terlibat plagiarisme, seperti retakan pada fondasi, kepercayaan terhadap struktur akademik itu dapat terancam. Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa tanpa integritas yang kuat, bahkan dunia pendidikan yang tampak kokoh bisa mengalami keruntuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H