Suatu saat di masa depan seorang manusia lanjut usia (manula) mungkin tidak akan perlu lagi merasa kesepian. Bangun pagi sarapan sudah tersedia. Pekerjaan rumah diselesaikan sesuai jadwal. Ketika beristirahat, ada teman mengobrol dan mengomentari acara televisi.
Semuanya itu karena sang manula ditemani oleh robot dengan kecerdasan buatan berteknologi tinggi (artificial intelligence robot – A.I - Robot).
Saking cerdasnya, sang robot akan tahu kapan ‘mengecas’ daya listriknya dan kapan meng update perangkat lunak yang ada dalam ‘otak’ buatannya.
Ketika berbelanja, sang robot akan melakukannya melalui ‘online shopping’ dan belanjaan akan diantarkan langsung ke rumah oleh ‘Drone’, robot terbang yang disediakan oleh supermarket atau toko.
Fiksi ilmiah? Tidak. Hal ini sudah mulai menjadi kenyataan sejak saat ini. Dua puluh tahun yang lalu, siapa yang bisa membayangkan bahwa Anda bisa mengirim uang kuliah anak yang hampir telat pembayarannya, secara instan sambil duduk di atas bis kota yang terjebak macet seperti sekarang ini?
Dunia Yang Serba Virtual
Dalam era komputer kuantum yang akan datang, internet akan langsung berada di wajah Anda. Seperti ‘google glass’ yang sudah dipasarkan, lensa virtualnya akan berfungsi menjadi layar internet. Dalam tahun 2050- an diprediksi bahwa semua dinding bangunan berteknologi cerdas sudah dipasangi ‘chip’, sehingga kemana pun Anda melangkah, chip di lensa Anda akan langsung berinteraksi dengan chip di dinding bangunan. Begitu masuk ruang parkir,  mobil Anda akan men-scan dan mencari ruang parkir  yang tersedia. Turun dari mobil, Anda akan segera diberitahu, bahwa ‘Restoku’ di lantai 1 ada daftar menu yang baru, gerai ‘Mataniari’ di lantai 3 sedang ada diskon 50% untuk pakaian pria dan gerai ‘Technology Solution’ di lantai 4 sedang melakukan pameran ‘robotic pets’ yang tidak perlu diberi makan.
Bahkan dokter pun akan virtual
Ketika toilet di kamar mandi Anda mendeteksi adanya perubahan unsur kimia dalam urine atau faeses, maka komputer akan segera mendiagnosa. Hasil diagnosa akan segera dikirimkan ke dokter Anda secara online dan obat apa serta tindakan apa yang segera perlu Anda lakukan, akan segera terpampang di hadapan mata. Bila Anda memerlukan ambulan, maka sang robot akan segera memanggilnya dan menemani Anda ke Instalasi Gawat Darurat.
Robot menjadi lebih cerdas dari manusia?
A.I - Robot yang dilengkapi komputer canggih dapat melakukan komputasi atau kalkulasi jauh lebih cepat dari otak manusia. Robot yang belajar sendiri dapat menyimpan hampir 100% apa yang sudah dipelajarinya. Sehingga kemungkinan A.I - Robot akan menjadi lebih cerdas dari manusia bukanlah sesuatu yang mustahil.
Salah satu yang mengkhawatirkan kecerdasan teknologi seperti itu akan melampaui kecerdasan manusia adalah Prof. Stephen Hawking, ahli fisika dan kosmologi dari Universitas Cambridge di Inggeris. Saat ini Prof. Hawking kondisi tubuhnya lumpuh dan tidak bisa berbicara akibat menderita suatu penyakit yang disebut amyotrophic lateral sclerosis (ALS), atau disebut juga motor neuron disease.
Dengan menggunakan teknologi kecerdasan artifisial, Prof. Hawking saat ini tetap dapat memberikan kuliah dan tanya jawab bahkan diundang ke seluruh dunia sebagai pembicara ilmiah. Semua dilakukan oleh mesin yang sekaligus menjadi motor penggeraknya. ‘Otak’ perangkat lunak mesin sudah terhubung dengan otak Prof. Hawking sendiri, sehingga dapat berinteraksi secara langsung.
Tetapi sebagian besar ilmuwan tetap percaya bahwa manusia akan tetap menjadi penguasa selama manusia bertanggung jawab atas teknologi yang diciptakannya serta tidak terus menerus merusak bumi untuk memperoleh sumber energi yang dibutuhkannya.
Tiga tingkatan peradaban makhluk cerdas alam semesta
Menurut Prof. Michio Kaku, ahli fisika dan kosmologi dari City College of New York, dalam bukunya yang terkenal “Physics of the Future’, bahwa peradaban manusia bumi saat ini masih dalam taraf Peradaban Tipe O (nol). Sebagian besar sumber energi yang dibutuhkan oleh peradaban manusia saat ini adalah menggunakan energi fosil seperti minyak bumi dan batubara. Dalam jangka panjang penggunaan sumber energi ini justru akan merusak kehidupan di bumi, yang dampaknya mulai dirasakan oleh umat manusia saat ini.
Menurut ahli astrofisika Rusia, Nikolai Kardashev, yang dikutip oleh Prof. Michio Kaku dalam bukunya tersebut, makhluk cerdas di alam semesta memiliki 4 tingkatan peradaban, yakni:
- Type 0 civilization (Peradaban Tipe O –nol), yakni makhluk cerdas yang menggunakan energi fosil hidrokarbon yang tidak dapat diperbarui. Manusia di bumi saat ini masih dalam tahap ini.
- Type I civilization (Peradaban Tipe I), yakni makhluk cerdas penghuni suatu planet yang menggunakan sebagian besar sumber energi dari bintang induknya. Manusia di bumi saat ini masih menggunakan sangat kecil energi matahari dalam bentuk solar panel untuk pemanas air dan listrik berdaya relatif kecil. Jadi belum dianggap masuk dalam kategori ini.
- Type II civilization (Peradaban Tipe II), yakni makhluk cerdas yang menggunakan seluruh sumber energi dari bintang induknya dan sebagian lagi dari bintang tetangga sekitarnya.
- Type III civilization (Peradaban Tipe III), yakni makhluk cerdas yang menggunakan sumber energi dari jutaan bintang di galaksinya.
Setiap tipe peradaban dimaksud akan dibedakan oleh faktor angka ‘10 miliar’. Misalnya Peradaban Tipe III memerlukan 10 miliar kali jumlah energi yang dibutuhkan oleh Peradaban Tipe II dan seterusnya.
Selama makhluk cerdas manusia berhasil mencapai tingkatan peradaban dimaksud, selama itu pula manusia akan lebih cerdas dari robot ciptaannya, sebab sumber energi robot adalah dari manusia.
Akhirnya, kembali kepada manusia juga
Apa pun yang sudah dan akan dicapai dan dialami oleh makhluk cerdas manusia bumi, akhirnya manfaat dan penggunaannya tergantung kepada manusia itu sendiri.
Ambil contoh pisau atau pedang yang bersisi dua. Tanpa senjata tajam tersebut manusia tidak bisa melakukan aktifitas paling dasar untuk kebutuhannya, misalnya untuk mengolah makanan di dapur atau menebang pisang di kebun. Tetapi dengan pisau dan pedang, selama berabad-abad manusia juga saling membunuh.
Atau teknologi nuklir, yang bisa membunuh jutaan manusia sekaligus dalam hitungan detik, tetapi di tangan manusia beradab, justru teknologi nuklir memberi manfaat yang sangat besar. Misalnya sebagai sumber tenaga listrik, sumber energi untuk transportasi, eksplorasi, hidrologi, kesehatan, teknologi pangan, dsb nya.
Ironisnya, bahkan Agama yang merupakan wahyu yang diturunkan oleh Sang Maha Pencipta untuk kebaikan umat manusia, akhirnya oleh segelintir manusia dijadikan seperti pisau bermata dua. Bagi sebagian orang yang hanya menghayati ayat-ayat tertentu, agama berubah menjadi ideologi untuk saling membunuh. Sementara bagi manusia cerdas yang menghayati dan mengamalkan kemanusiaan serta beriman yang benar, agama adalah pegangan untuk saling hidup bahagia,  baik di dunia mau pun kelak di akhirat.
Jakarta, 10 April 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H