Tangis mengalir tenang ujung hutan berserak keraguan buluh bambu terpikirkan tentang norma ragu mati rasa kelabu jingga ungu kian dirasa detang jantung melemah datang dan pergi pelangi kata bercumbu keindahan debu pepohonan mati begitu burung memberi kabar pada alangalang Hitam bening aliran bertuba bangkai berpesta lalat menggema tak ada tarian warna sisik dalam telaga begitu ikan memberi kabar pada tepian kali Kering retak ujung kehausan insan menggeliat tubuh kaku diam vital merintih humus hambar keras tiap menancap beton ujung kering mati tak berlendir tubuh kering begitu cacing memberi kabar pada tanah seberang. Mata kaku tancap tanah pusaka tertawa puas kakikaki baru terbuang jauh badan asli kenangan lama tarian murni kaku sendiri di ranjang usang lingkaran malam hening tak bermanfaat tarian asing tiap ujung mata mengiurkan lama dan lama semua hilang tak berbekas begitu tarian memberi kabar pada lengaklengok alam // Raja tinggal rintihan tahta Penghulu tak tenang bahasa ibu tersingkir Kian kelam dan mati alam murka tangisan tawa sumpah serapah bersenda gurau nyawa mayat cacing engan makan terasa itu perusak lukaluka serakah Mengalir air hancur duka rumah desa sawah mati kuning tak ber-beras tinggal kelaparan tiap isi perut tani tangis tiap dalam gubuk tawa serakah gedunggedung megah pekanbaru; 1Pasar12Lima2011Puluh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H