Aku hanyalah satu dari sekian ribu anak yang menjadi korban kesibukan orang tua.
Setiap anak terlahir membutuhkan kasih sayang dan kehadiran orang tua mereka. Tak ada satupun anak yang berharap kemewahan dapat mengantikan kasih sayang orang tua mereka. Aku satu dari sekian anak-anak itu.
Kata orang papa dan mama begitu menantikan kelahiranku tahun ke-2 setelah mereka menikah papa dan mama dikarunia sepasang anak kembar laki-laki, tapi kebahagiaan itu hanya sekejap mereka yang terlahir prematur hanya mampu bertahan hidup 1 bulan. Dan setelah itu barulah tahun 8 perkawinan papa dan mama lahirlah aku.
Melewati masa kanak-kanak dalam kesendirian…itulah yang kurasakan kondisi itu makin terpuruk ketika aku harus mengikuti tuntutan kerja orang-tuaku yang mengaharuskan kami sering berpindah-pindah kota.
Ketakutan dan kesepian untuk kesekian kalinya kudapatkan, mengenal dan beradaptasi dengan lingkungan baru itulah yang tak pernah bisa kulakukan, aku sunguh-sunguh tak pernah bisa berdamai dengan keadaan membiarkan masa kanak-kanakku berlalu begitu saja tanpa dipenuhi kenangan-kenangan indah.
Kadang aku marah, tapi siapa yang peduli? Sejak SD keadaan ini terbiasa terlukis dalam keseharianku bangun dari tidur membiarkan oranglain yang sibuk memakaikan aku seragam bukan mama atau papa karena mereka lebih memilih mempersiapkan perlengkapan kerja mereka,berangkat sekolah tanpa kecupan mesra, tanpa senyuman mama atau papa.
Itulah yang terjadi. Bertahun-tahun keadaan itu terus berulang bagai kepingan cd yang diputar berulang-ulang menyajikan tayangan yang sama.
Pulang sekolah hanya terlihat pemandangan sepi……. Seperti inilah yang bertahun-tahun kurasakan besar dalam kesepian yang tak sepantasnya ku rasakan.Aku ingin seperti teman-temanku memiliki papa mama yang siap mendekap mereka memberikan kecupan sebelum mata terlelap dalam mimpi. Papa dan mama bertahun-tahun selalu mengabaikan aku putri mereka yang begitu haus kasih sayang belaian, kecupan,pelukan semua yang mungkin bisa membuatku tenang.
Mereka bahkan tak pernah tau setiap malam aku menagis memohon Tuhan membuka mata hati papa dan mama. Aku tau papa dan mama pasti lelah seharian bekerja, tapi lihatlah anak yang dulunya meraka nantikan hingga pukul 12: 00 masih saja memejamkan matanya semua itu karena aku begitu menantikan kehadiran mereka dikamarku memelukku sambil mengucapkan ”selamat tidur sayang,semoga mimpi indah” mereka juga tak pernah tau tentang mimpi-mimpi buruk yang setiap malam selama bertahun-tahun tega merampas mimpi indahku membangunkan tidurku, membuat aku ketakutan,bahkan berharap ada yang datang memeluk tubuhku,menguatkan aku dengan kehadiran mereka.
Tapi kenyataannya papa dan mama tak pernah satu kalipun datang ke kamarku mengecup keningku. Yang mereka tau mereka begitu lelah, bersiap-siap untuk lelap dalam mimpi sebaliknya anak mereka setiap malam bahkan tak sanggup memenjamkan matanya menyimpan harapan yang begitu besar, menagis memohon tulus kepada Tuhan Semua itu karena dia begitu menginginkan kehadiran orang tuanya.
Papa keras dalam masalah pendidikan, memaksaku untuk terus meraih peringkat tertinggi. bagiku inilah saatnya aku bisa mencuri perhatian papa berjuang keras belajar setiap saat sejak kecil aku membiasakan diri membaca buku-buku berhalaman tebal. Aku berusaha meraih keinginan papa dan saat itupun tiba. Aku yang begitu cemas, cemas karena hari ini adalah hari pengambilan rapot disekolah baruku cemas kerena papa belum terlihat sosoknya.
Hingga kepala sekolah mengumumkan nama-nama siswa berserta nilainya. Aku bahagia karena namaku disebutkan menduduki posisi pertama. tapi sekejap rasa bahagia itu berganti air-mata. Kepala sekolah memanggil ulang namaku diikuti pangilan terhadap orang-tua kedepan untuk mengambil penghargaan, tapi orang tuaku tak kunjung datang. Haruskah aku bahagia dengan prestasi ini? Untuk apa aku harus bekerja keras membuktikan kepada papa jika aku bisa menjadi seperti yang papa inginkan, tapi papa saja tak bisa menghargai kerja kerasku!.
Airmata itu hinga malam datang masih saja terus mengalir biar saja orang mengangap aku cengeng peduli amat. Yang aku tau aku benar-benar kecewa dan ini bukan yang pertama kali untuk kesekian kalinya. Dikursi ruang tamu aku duduk memeluk rapot menunggu kepulangan papa dan mama hinga aku terbangun aku sudah dikamarku entah siapa yang memindahkanku rapot ini masih dalam dekapan ini. Dan ketika pagi menjelang papa hanya berucap”ooooo dan semester kedepan kau harus bisa menaikan nilaimu lagi” tanpa pelukan atau senyum bahagia ketika aku memberi-tau papa tentang prestasiku.. sekali lagi aku benar-benar kecewa sakit tapi aku tak sanggup memberontak. Aku hanya berjanji dalam hatiku ini bukanlah alasan untuk ku menyerah aku harus bisa seperti yang papa inginkan dan harapan menculik perhatian papa juga masih kusimpan kuat pada otakku.
Ini bertahun-tahun aku lalui dan ketika aku memasuki bangku SMA untuk pertama kalinya dalam hidupku aku membuat perlawanan terhadap papa dan mama. Peraturan yang dulu begitu kuat papa terapkan disiplin dan semua aturan-aturan barunya. Disitulah aku untuk pertama kalinya merasakan kebebasan sunguh-sunguh sebuah kebebasan yang patut untuk dimanfaatkan. Aku mulai bergabung dengan genk anak-anak bend(belkeng Rri) memilih nongkrong dijalanan membolos dari bimbingan belajar yang sejak kecil papa fasilitaskanku. Aku muak dengan hidup yang selalu diatur-atur aku benci dengan keegoisan papa yang selalu menuntutku meraih peringkat, peringkat yang tak pernah mereka hargai sedikit pun.
Semua itu berujung dengan kemarahan papa, Papa begitu marah mendengar peringkatku yang begitu merosot drastis bahkan buhkan keluar dari 10 besar. Semua itu membuat papa memutuskan semua hubungan ku dengan dunia luar membatasi semua ruang gerakku membuat peraturan-peaturan baru yang jauh lebih disiplin.
Semua itu tentu saja menyiksaku aku yang baru sesaat menikmati kebebasanku setelah sekian lamanya terpuruk dalan dunia yang begitu menyiksa aku yang baru merasakan sosok kehadiran-kehadiran baru yang membuatku melupakan rasa kesepianku. Dan keadaan ini sunguh-sunguh menyiksaku hinga akhirnya hampir setengah tahun papa dan mama hanya bisa terus-menerus merasa bersalah melihatku yang tak kunjung sembuh (SMA KELAS 1).
Keluar masuk rumah sakit dan entah berapa banyak Dokter yang coba mereka datangi. Hinga akhirnya salah satu rumah sakit di Ibu-kota yang menjadi usaha terakhir papa dan mama. Dokter menjelaskan bahwa seharusnya diumur ku yang begitu muda hal ini belum bisa terjadi tapi nyatanya aku mengalami sakit ini.
Sakit itu diakibatkan oleh terjepitnya akar-akar saraf (radiks) tulang punggungku (vertebra). Bantalan (spons) antar tulang yang seharusnya diumurku yang masih muda masih kuat menompang tulangku tapi nyatanya bantalan (spons) antar tulang itu kini mengendur sehinga menyebabkan 2 tulang punggungku(vertebra) saling berdekatan akibatnya akar-akar saraf (radis) terjepit dan mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa. Rasa sakit itu menganggu nafsu makanku menganggu tidurku membuat aku tak bisa leluasa bergerak karena akan meninbulkan rasa yang begitu sakit hingga akhirnya beberapa bagian tulangku mengecil (atrofi). Selain itu juga membuat tulang punggungku(vertebra) mulai kelihatan berbeda karena terjadi kelainan bentuk cenderung membengkok kedepan (lardosis).
Sekali lagi aku takaan menyalahkan Tuhan ataupun siapa saja yang aku tau akibat dari sakit ini Tuhan menjawab permintaanku mama mulai meninggalkan pekerjaannya dan sepenuhnya berbalik memperhatikanku papa aku tau walau belum sepenuhnya menjadi seperti yang kuinginkan tapi aku tetap bersyukur, mama juga sama seperti mama,berusaha pulang lebih awal dari jadwal yang dulu papa mengahapus semua peraturan ”" yang begitu keras ia tanamkan dan membuatku bahagia mulai detik itu papa berusaha memberikan kebebasan sepenuhnya padaku.
Malam-malam berikutnya setelah kami kembali ke daerah asal kami. Mama mencoba setiap malam menemaniku tidur bahkan mama juga ikut terbangun ditengah malam memeluk mendekapku ketika rasa sakit itu mulai hadir. Rasa sakit itu juga mempengaruhi pisikisku aku tak kuat menahan rasa sakit itu begitu sakit memaksaku menangis berteriak sekeras mungkin. Aku tau papa dan mama juga menangis melihat keadaanku seperti ini tapi mereka mencoba menguatkan aku, jika semua ini suatu saat akan berakhir.
Kasih sayang mama kehadiran mama yang mendekap memelukku saat rasa sakit ini menyerangku perlahan-lahan membangkitkan semangat untuk sembuh aku harus bisa melawan semua rasa sakit ini. Aku tak boleh menyerah dengan keadaan seperti ini.
Hari-demi hari pun berlalu sudah perlahan-lahan aku mulai bangkit dari keterpurukan sakit itu secara pisikis aku mungkin sudah bisa dikatakan normal tapi rasa sakit itu tetap saja masih datang menyerangku walau tak sehebat dulu walau kini aku mampu melawan . Semua itu juga karena pelukan kasih sayang itu dekapan tangan yang merangkul tubuhku yang sangup memberikan kekuaatan untuk ku hadapi semua kenyataan ini.
Aku kembali mencoba meraih semua prestasiku aku mecoba memanfaatkan kebebasan ini dengan tanggung jawab penuh mulai mengikuti beberapa bimbingan belajar yach tepatnya menghabiskan malam-malamku dengan kegiatan bimbingan itu semua itu karena aku ingin kembali meraih posisiku. Posisi pertama yang sejak SD tak pernah lepas dariku. Papa tak lagi memaksaku semua ini murni atas kemauanku. Beragam perlombaan coba aku ikut serta, begitu juga dengan beberapa kontes pemilihan tingkat daerah coba aku ikuti(DUTA BUDAYA,PUTRI INDONESIA 2009) mama selalu sibuk membantuku mempersiapkan semua yang aku butuhkan walau dalam beberapa kontes aku belum berhasil meraih posisi pertama setidaknya ada beberapa katagori yang bisa kuraih.
Selain itu aku bersama 2 kakak sepupuhku mencoba membangun sebuah komunitas yang khusus untuk menampung anak-anak yang putus sekolah, mengembangkan mereka sesuai potensi yang mereka miliki tidak berhenti sampai disitu bahkan lewat komunitas itu, anak-anak itu kini mempunyai penghasilan sendiri, lewat kerajinan-kerajinan daerah yang mereka buat,bahkan komunitas itu juga mulai mencoba mengajarkan beragam tarian daerah untuk mereka yang berpotensi yang akhirnya sukses berangkat mewakili Provinsi kami dalam acara pagelaran seni antar bangsa di Belanda tahun 2008 silam.
Terima kasih tuhan setiap kejadian yang kau berikan membuatku banyak belajar memahami satu demi satu proses hidup yang kau berikan. Mungkin aku takan pernah bisa mengembalikan waktu dimana aku kehilangan masa bahagia kanak-kanakku.
Tapi itu tak sedikit pun menganggu jalan pikiranku. Aku memilih mencintai anak-anak. Semua anak-anak tanpa mengenal status dan latar belakang mereka aku mencintai mereka karena bersama mereka aku seakan menemukan setengah potongan hidupku. Tawa,tingkah,kepolosan dan semua yang mereka punya memberikan kebahagiaan tersendiri untukku. Aku seakan merasakan masa-masa bahagia kanak-kanak yang tak pernah kudapatkan. Bersama mereka membuatku seakan masuk kedalam kehidupan kanak-kanakku dulu.
Akhirnya masa-masa SMA berakhir sudah. Malam ini entah dari mana keberanian ini kudapatkan untuk pertama kalinya aku menghampiri papa yang ketika itu asyik menonton berita di ruang keluarga. Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku mengajukan permintaan kepada papa. Papa serius mendengar permintaanku yang memilih melanjutkan sekolah ku di jurusan kedokteran.
Diujung bibir itu tercipta senyum yang luar biasa indah aku melihat dimata itu terkumpul butir-butiran air diwajah yang dulu begitu keras yang begitu tak bersahabat kini menorehkan ekspresi yang aku sendiri binggung mendefenisikannya. Yang aku tau sekejap papa meraih tubuhku memeluk,mendekap erat.
Tuhan belasan tahun yang lalu aku selalu bermimpi, membayangkan, ingin merasakan, bahkan selalu berdoa kepadamu tuhan “Suatu saat nanti papa akan memelukku bangga” saat aku menangis seorang diri dikamar itu, ketika papa tak datang mengambil rapotku. Dan lihatlah malam ini untuk pertama kalinya aku merasakan pelukan,dekapan papa air mata bahagia tak sanggup aku bendung, mengalir begitu saja membasahi baju papa. Terima-kasih TUHAN.
Pie sayang papa.
Awalnya mama orang pertama yang tidak setuju dengan keputusan aku untuk kuliah di luar daerah itu karena mama terlalu takut dengan sakit ku yang hingga saat ini terus menyakiti malam-malamku. mama yang selalu merasa tak rela untuk membiarkan aku menghadapi malam-malam dimana rasa sakit itu datang menyerang. Mama yang selalu merasa aku belum cukup mandiri untuk bertahan hidup sendiri. Aku yang memang keras kepala akhirnya membuat mama luluh terhadap keputusan itu. Dengan syarat mama yang memilih daerah untuk aku melanjutkan melanjutkan studiku.
Memilih kota yang berjarak dekat dengan daerahku(mngunkan pswt hanya 35menit,kapal 8jam) dengan alasan sewaktu-waktu jika aku sakit mama bisa dengan cepat datang,begitulah mama. Satu tahun sudah aku hidup berpisah dengan mama dan papa, dan dalam 1 tahun itu mama sehari 24 jam tak pernah absen menelponku,sekedar menanyakan kesehatanku,mengingatkan aku untuk makan,membangunkan aku pagi” untuk berangkat kuliah atau sekedar melapas rindu. 3bulan atau kadang belum genap 3 bulan mama pasti datng menjengukku.
Mengenai sakitku hinga saat ini memang belum sepunuhnya hilang,mungkin tak sesakit dulu,tapi tetap saja menyiksa,apalagi tak ada lagi pelukan,dekapan mama disampingku (khihihihi walau ttp nangis” telpn mama membngunkan mama saat rasa skt itu dtng) tapi aku coba untuk tetap kuat. Tanpa pelukan itu(cukup mendangar suara mama) membangkitkan kekuatanku untuk melawan rasa sakit yang datang.
Papa masih tetap seperti papa yang dulu yang tak banyak bicara. Tapi semenjak malam itu ”pelukan dekapan papa” terhadapku membuatku semakin memahami semakin merasakan kasih sayang papa dan aku begitu menikmati setiap detik bersama papa. Dalam diam papa.
Sikap diam itu membuatku memahami kasih sayang papa yang begitu tulus untukku,sikap diam itu selalu membuatku merindukan duduk bersamanya walau cukup dengan berdiam diri. Karena papa tetaplah papa yang bicara seperlunya saja papa yang selalu menunjukan sikap kerja keras papa yang selalu menyimpan sendiri semua rahasia hidupnnya papa yang akan selalu aku sayang.
*….*……*…….*……*……*
ku persembahkan untuk papa dan mama yang selalu ku sayang
untuk semua orang tua yang membaca
dan semua calon orang tua.
salam kasih :) Piee.
(KUNCI YANG MENANTI GEMBOK UNTUK MEMBUKA PINTU KEBENARAN)
terima-kasih (Dyonesiuse eden Manoppo)
manado 15 febuari 2009.
baca: http://hukum.kompasiana.com/2012/01/27/aku-mati-di-hari-kelahiranku/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H