Hutan merupakan paru-paru dunia yang mampu memberikan peran dalam menghasilkan oksigen bagi seluruh makhluk hidup sekaligus menyediakan tempat tinggal bagi mereka. Deforestasi adalah kondisi hutan yang mengalami penurunan yang disebabkan oleh konvensi lahan untuk infrastrukur, permukiman, pertanian, pertambangan, dan perkebunan. Deforestasi menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia, negara dengan hutan tropis terluas ketiga di dunia.
Baru-baru ini, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pandangannya terkait hubungan antara industri kelapa sawit dan deforestasi, yang menyoroti pentingnya pendekatan yang terukur dalam pengelolaan hutan. Dalam pernyataannya, Presiden Prabowo menegaskan bahwa Indonesia tidak perlu takut memperluas lahan kelapa sawit meskipun ada tudingan deforestasi. Menurutnya, pohon kelapa sawit juga mampu menyerap karbon dioksida, sehingga tidak seharusnya dianggap sebagai ancaman terhadap lingkungan. Pernyataan ini mengundang pro dan kontra dikalangan masyarakat.
Di satu sisi, kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama yang mampu mendukung perekonomian Indonesia. Namun, di sisi lain, ekspansi lahan sawit sering kali berkontribusi pada penggundulan hutan jika tidak dikelola dengan baik. Apabila dilakukan perluasan lahan tanpa kontrol yang baik dapat memperburuk kerusakan ekosistem, menyebabkan emisi karbon semakin tinggi, dan mengancam keberadaan spesies yang hampir punah.
Sebagai upaya menyeimbangkan kebutuhan ekonomi dan lingkungan terutama dalam perkembangan teknologi yang semakin memadai pada era ini, penerapan teknologi pemantauan hutan menjadi kunci utama terutama apabila dikolaborasikan dengan kecerdasan buatan. Pemantauan ini dapat membantu memastikan bahwa aktivitas ekspansi lahan dilakukan secara berkelanjutan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Teknologi pemantauan berbasis kecerdasan buatan (AI) menjadi salah satu terobosan dalam permasalahan ini. AI mampu menganalisis data dalam jumlah besar secara cepat dan akurat, seperti data satelit, foto udara, atau rekaman dari sensor IoT. Dengan kemampuannya yang melebihi kemampuan manusia, AI dapat mendeteksi pola deforestasi, identifikasi aktivitas pembalakan liar, atau perubahan tutupan hutan yang sulit terlihat oleh manusia. Selain itu, AI dapat memprediksi risiko kerusakan lingkungan dengan memanfaatkan data-data yang sebelumnya telah diperoleh, sehingga dapat membantu pembuatan kebijakan yang efektif. Namun, upaya pemantauan hutan tidak terlepas dari berbagai permasalahan dan tantangan, seperti biaya pengadaan teknologi, dan kebutuhan akan SDM yang kompeten. Â Sehingga, diperlukan komitmen pemerintah serta kolaborasi semua pihak untuk meminimalisir tantangan ini.
Pernyataan Presiden Prabowo dapat menjadi momentum untuk mendorong kebijakan berbasis teknologi dalam pengelolaan kelapa sawit dan hutan Indonesia. Dengan kombinasi teknologi modern dan kesadaran lingkungan, Indonesia dapat mempertahankan posisinya sebagai salah satu produsen sawit terbesar dunia tanpa mengorbankan ekosistem hutan yang berharga.
Kesimpulan:
Pemantauan hutan berbasis teknologi menawarkan solusi praktis dan strategis untuk menyelesaikan masalah deforestasi sekaligus mendukung agenda pembangunan ekonomi. Dengan menerapkan teknologi canggih, pemerintah dapat memastikan bahwa kebijakan ekspansi perkebunan sawit sejalan dengan prinsip keberlanjutan. Langkah ini tidak hanya melindungi hutan Indonesia, tetapi juga menunjukkan komitmen negara dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan.
Penulis: Arini Disca Triwulandari-165241007, merupakan Mahasiswa Teknik Industri, Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin Universitas Airlangga.
Referensi:
Indonesia. Ius Civile: Refleksi Penegakan Hukum dan Keadilan, 6(1), 92. https://doi.org/10.35308/jic.v6i1.4656