Kata “sarjana” adalah istilah umum yang digunakan dalam dunia pendidikan untuk merujuk pada individu yang telah menyelesaikan pendidikan tingkat perguruan tinggi dan memperoleh gelar akademik. Gelar sarjana sering kali dimaknai sebagai indikator intelektualitas seseorang dalam berpikir dan mengambil keputusan. Namun, apakah makna sarjana yang kita pahami saat ini benar-benar mencerminkan individu yang memilikinya? Sulit untuk menjawab dengan tegas di masa modern seperti sekarang ini.
Banyak di antara kita menganggap bahwa mereka yang menempuh pendidikan di bangku perkuliahan dan telah mendapatkan gelar sarjana adalah individu yang memiliki daya pikir yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan program studi yang mereka jalani.
Nyatanya, saat ini banyak mahasiswa yang duduk di bangku perkuliahan hanya bermodalkan “datang, duduk, diam, pulang,” tanpa menyadari bahwa perilaku tersebut merupakan kemunduran bagi diri mereka sendiri.
Mereka sering kali menganggap perkuliahan hanya sebatas pencapaian gelar “sarjana” yang, ketika melamar pekerjaan, sudah memenuhi syarat minimal pendidikan S-1. Ini merupakan sebuah ironi yang sedang kita hadapi, dan fenomena ini terjadi secara masif di berbagai universitas di seluruh penjuru negeri.
Di era modern ini, tanggung jawab mahasiswa sangat mudah untuk dialihkan atau dikerjakan oleh pihak lain. Dua pihak yang kerap dimanfaatkan adalah AI dan jasa joki.
Mahasiswa yang berada di bangku perkuliahan tentunya sudah akrab dengan istilah AI dan platform seperti ChatGPT. Setiap tugas yang diberikan dosen dapat diselesaikan oleh AI dalam waktu yang sangat singkat. Hal ini menandai awal dari kemunduran kualitas sarjana di era sekarang.
Selain itu, penggunaan jasa joki juga semakin marak. Ketika dihadapkan pada tugas yang kompleks atau memerlukan pemikiran mendalam, banyak mahasiswa yang mencari jasa joki untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka. Jasa joki ini biasanya menawarkan harga yang bervariasi dan terjangkau, sehingga mahasiswa merasa mampu untuk membayar biaya yang diminta.
Fenomena ini tidak hanya terjadi pada tugas sehari-hari, tetapi juga pada tugas akhir, seperti skripsi. Ironisnya, semua tanggung jawab yang seharusnya menjadi beban individu dengan mudah dapat dialihkan hanya dengan imbalan uang.
Mirisnya, inilah gambaran kualitas mahasiswa kita di era modern. Apa yang penulis sampaikan berasal dari pengalaman pribadi, dan dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa lembu pun, jika diikat di fakultas universitas, niscaya akan menjadi sarjana juga.
Seperti seekor lembu yang hanya terdiam menyaksikan kejadian di sekitarnya, demikian pula penulis mengamati kebanyakan mahasiswa di era modern ini. Semoga dengan adanya tulisan ini, kita dapat mendorong perbaikan dalam sistem pendidikan dan meningkatkan kualitas mahasiswa di masa yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H