Mohon tunggu...
Johannes Sibarani
Johannes Sibarani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

"Seorang mahasiswa Fakultas Hukum, Departemen Hukum Perdata, dengan minat besar pada olahraga, terutama sepak bola, serta musik sebagai teman sehari-hari. Selalu antusias mengikuti perkembangan teknologi terbaru dan tren masa kini untuk memperluas wawasan. Menulis adalah cara saya berbagi pandangan dan pengalaman"

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tindakan dan Kebijakan Untuk Mencegah Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan di Lingkungan Publik

2 Desember 2024   20:37 Diperbarui: 2 Desember 2024   23:46 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelecehan seksual dapat terjadi kapan saja dan di mana saja. Kita tentu sudah tidak asing lagi dengan istilah ini, bukan? Berita mengenai pelecehan seksual sering kali kita dengar melalui media sosial seperti Instagram, TikTok, X, maupun YouTube. kasus pelecehan seksual masih sering terjadi, Ironisnya sebagian besar korban pelecehan seksual adalah perempuan, Meskipun demikian, fakta menunjukkan bahwa laki-laki pun bisa menjadi korban pelecehan seksual dan kejadian peleehan seksual tersebut sering terjadi di tempat umum.

Menurut undang undang nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), Pelecehan seksual didefinisikan sebagai tindakan yang melibatkan perilaku seksual yang tidak diinginkan dan dilakukan tanpa persetujuan dari korban, baik dalam bentuk tindakan fisik maupun non-fisik, termasuk komentar seksual yang merendahkan martabat seseorang. Pelecehan seksual juga mencakup tindakan yang terjadi di ruang publik, tempat kerja, hingga ruang maya melalui media sosial. Bentuknya dapat berupa ungkapan verbal seperti komentar tidak senonoh, gurauan berbau seksual, dan lainnya. Secara fisik, pelecehan dapat berupa tindakan seperti mencolek, meraba, mengecup, atau memeluk. Selain itu, pelecehan juga bisa berupa penayangan gambar yang mengandung unsur vulgar, serangan dan paksaan tidak senonoh, seperti memaksa seseorang untuk mencium atau memeluk, mengancam untuk menyulitkan perempuan jika menolak memberikan pelayanan seksual.

Menurut data Komnas Perempuan, Kamis(7/3/2023) meluncurkan Catatan Akhir Tahun (Catahu) yang merekam data kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2023. Catahu ini berasal dari data Komnas Perempuan, lembaga layanan masyarakat sipil, pemerintah dan badan peradilan. Hasilnya Komnas Perempuan mencatat 289.111 kasus sepanjang 2023, Namun, Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengingatkan bahwa data Catahu merupakan indikasi dari sebagian kecil persoalan kekerasan terhadap perempuan. Karena itu, jumlah kasus kekerasan di lapangan bisa jadi lebih banyak dibandingkan yang terekam Komnas Perempuan.

Data tahun 2024, Menurut kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, data yang diinput dari tanggal 1 januari hingga bulan september terdapat 23.690 kasus yang dimana korban perempuan berjumlah 20.516 kasus.

Diagram tempat kejadian kekerasan seksual. (Sumber https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan)
Diagram tempat kejadian kekerasan seksual. (Sumber https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan)

Efek dari pelecehan seksual tersebut sangat berpengaruh pada korban tersebut, baik secara fisik, emosional, psikologis, dan sosial. Trauma psikologis yang ditimbulkan sering kali berupa kecemasan, depresi, serta gangguan tidur, seperti mimpi buruk dan terbangun dengan rasa takut. Banyak korban juga mengalami gangguan mental seperti Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), yang ditandai dengan kilas balik kejadian, kecemasan berlebihan, dan kesulitan merasa aman. Di samping itu, korban pelecehan seksual juga dapat mengalami masalah fisik, seperti nyeri tubuh, gangguan kesehatan reproduksi, serta masalah pencernaan atau sakit kepala yang disebabkan oleh ketegangan fisik dan stres psikologis. Secara sosial, trauma ini sering kali merusak hubungan interpersonal, karena korban merasa sulit untuk mempercayai orang lain atau merasa terisolasi. Mereka juga sering kali menghadapi stigma sosial dan merasa takut untuk melapor atau berbicara tentang pengalaman mereka, yang memperburuk kondisi emosional dan mental mereka. Dalam kehidupan sehari-hari, korban dapat merasa kesulitan untuk menjalani rutinitas normal, seperti bekerja atau bersekolah, karena dampak psikologis yang berat. Dalam jangka panjang, pelecehan seksual dapat memengaruhi harga diri korban, menyebabkan mereka merasa tidak berharga atau tidak pantas mendapat perlakuan baik, yang dapat mengarah pada kesulitan dalam membangun hubungan intim atau kehidupan yang sehat.

Pelecehan seksual adalah pelanggaran serius yang dapat mempengaruhi korban dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Di Indonesia, tindakan pelecehan seksual diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada korban dan memberikan efek jera kepada pelaku. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur pelecehan seksual dalam beberapa pasal, seperti Pasal 285 yang mengatur tentang pemerkosaan, serta Pasal 289 yang menyebutkan perbuatan cabul dengan ancaman atau kekerasan. Selain itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) juga melibatkan pengaturan terkait kekerasan seksual dalam konteks rumah tangga. Lebih lanjut, untuk memperkuat perlindungan terhadap korban, Indonesia juga mengesahkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yang secara khusus mengatur tindak pidana kekerasan seksual, termasuk pelecehan seksual, dengan hukuman yang lebih berat bagi pelaku. UU TPKS memberikan perlindungan yang lebih luas kepada korban, tidak hanya dalam bentuk hukuman, tetapi juga akses terhadap layanan psikologis dan medis yang dapat membantu korban dalam pemulihan pasca-kejadian. Keberadaan undang-undang ini diharapkan dapat menciptakan kesadaran yang lebih tinggi dalam masyarakat untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual, sekaligus memberikan rasa aman bagi perempuan di ruang publik.

Untuk mencegah terjadinya pelecehan di lingkungan publik, perlu ada kebijakan dan tindakan yang saling mendukung. Salah satu kebijakan yang bisa diterapkan adalah peningkatan kesadaran publik melalui program edukasi yang menjelaskan tentang pelecehan, bentuk-bentuknya, serta dampak negatifnya. Kampanye anti-pelecehan juga penting dilakukan melalui berbagai saluran media untuk menjangkau masyarakat luas. Selain itu, penegakan hukum yang tegas sangat penting, dengan memperkuat undang-undang terkait pelecehan seksual dan fisik di ruang publik serta menjamin hukuman yang sesuai bagi pelaku. Kebijakan lain yang perlu diterapkan adalah prinsip "zero tolerance" atau tidak ada toleransi terhadap pelecehan, yang memastikan tidak ada toleransi bagi pelaku pelecehan dan memberikan perlindungan kepada korban yang melapor. Kebijakan peningkatan keamanan di tempat umum juga penting, dengan memperbanyak keberadaan petugas keamanan di lokasi-lokasi yang rawan pelecehan seperti angkutan umum, taman, atau pusat perbelanjaan.

Tindakan konkret yang dapat diambil untuk mendukung kebijakan ini antara lain pemasangan pengawasan CCTV di tempat-tempat publik yang rawan pelecehan, seperti di bus atau stasiun, untuk meningkatkan rasa aman. Selain itu, penting untuk menyediakan saluran pelaporan yang aman dan mudah diakses oleh korban, seperti aplikasi atau situs web untuk melaporkan kejadian pelecehan secara anonim. Peningkatan kehadiran petugas keamanan ataupolisi di tempat umum juga merupakan langkah yang efektif dalam mencegah terjadinya pelecehan. Kampanye langsung di tempat-tempat umum, seperti di transportasi umum dan pusat perbelanjaan, akan membantu mensosialisasikan perilaku yang tidak boleh ditoleransi serta menekankan pentingnya melaporkan pelecehan. Pelatihan kepada pengemudi dan pegawai layanan publik juga sangat penting agar mereka dapat menangani situasi pelecehan dengan cepat dan tepat. Selain itu, pembentukan ruang aman bagi korban pelecehan di area publik, seperti di terminal atau stasiun, juga dapat memberikan perlindungan sementara bagi korban. Melalui kebijakan yang jelas dan tindakan yang tegas, lingkungan publik yang aman dan bebas dari pelecehan dapat terwujud.

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun