Sekelompok mahasiswa dari Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) baru saja menyelesaikan program field trip ke perkebunan tebu milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II di Deli Serdang, Sumatera Utara. Hasil kunjungan lapangan tersebut mengungkapkan fakta menarik: budidaya tebu berpotensi memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan kelapa sawit, khususnya di wilayah dengan industri gula yang berkembang.
Budidaya tebu semakin menarik perhatian petani di Indonesia karena dinilai lebih menguntungkan dibandingkan kelapa sawit dari berbagai aspek, termasuk ekonomi, lingkungan, dan keberlanjutan. Dalam kondisi tertentu, terutama di wilayah dengan akses pasar gula yang baik, tebu menawarkan peluang yang menjanjikan bagi petani. Â
Keuntungan Ekonomi
Tebu memiliki siklus panen yang lebih singkat, yakni sekitar 10-18 bulan, dibandingkan sawit yang memerlukan 3-4 tahun sebelum produksi pertama. Hal ini memungkinkan perputaran modal yang lebih cepat. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan, biaya pokok produksi (BPP) tebu di Indonesia pada tahun 2022/2023 adalah Rp 590.001 per ton, dengan Harga Pembelian Petani (HPP) yang ditetapkan sebesar Rp 650.000 per ton. Sistem ini memberikan kejelasan harga dan keuntungan yang lebih pasti bagi petani. Â
Permintaan gula yang terus meningkat juga menjadi daya tarik utama. Sebagai salah satu konsumen gula terbesar di dunia, Indonesia masih bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan nasional. Situasi ini menciptakan peluang besar bagi petani lokal untuk meningkatkan produksi dan mengurangi ketergantungan pada impor gula. Â
Asisten kebun PTPN II, Alberto, mengungkapkan bahwa budidaya tebu memiliki potensi besar di Indonesia. "Jika diminta  memilih untuk menanam tebu atau sawit, saya lebih memilih tebu. Saya pernah bekerja di bidang kelapa sawit, tapi begitu beralih ke tebu, saya merasa peluang di industri tebu lebih menjanjikan. Karna tebu bisa di panen dalam waktu yang lebih singkat daripada sawit" ujar alberto (15/11)
Diversifikasi Produk Â
Selain gula sebagai produk utama, limbah tebu seperti bagasse dan molase dapat diolah menjadi bioetanol, kertas, pakan ternak, hingga energi terbarukan. Pemanfaatan limbah ini tidak hanya meningkatkan efisiensi produksi tetapi juga membuka peluang pendapatan tambahan bagi petani. Â
Dampak Lingkungan
Dibandingkan sawit, budidaya tebu memiliki dampak lingkungan yang lebih baik. Tebu tidak memicu deforestasi masif dan dapat mendukung sistem pertanian terpadu. Limbah tebu dapat dimanfaatkan sebagai pakan sapi, sedangkan kotoran sapi diolah menjadi pupuk organik yang kembali ke lahan tebu, menciptakan siklus produksi yang ramah lingkungan. Â
Dukungan Kebijakan Â
Pemerintah Indonesia terus mendorong peningkatan produksi tebu melalui program revitalisasi pabrik gula, subsidi petani, dan insentif lainnya untuk mencapai target swasembada gula nasional. Â
Tantangan dan Masa Depan Â
Meski memiliki banyak keunggulan, budidaya tebu menghadapi tantangan, seperti ketersediaan lahan, efisiensi pengolahan, dan produktivitas yang lebih rendah dibandingkan negara lain seperti Brasil. Namun, dengan kombinasi dukungan pemerintah, peningkatan teknologi, dan kesadaran lingkungan, tebu memiliki potensi besar untuk menjadi komoditas unggulan yang mendukung ketahanan pangan dan energi nasional. Â
Melihat berbagai manfaatnya, tebu tidak hanya memberikan keuntungan ekonomi bagi petani, tetapi juga menawarkan solusi berkelanjutan untuk mengurangi ketergantungan pada impor gula dan mendukung perekonomian nasional yang lebih ramah lingkungan.