Salah satu langkah penting adalah penggunaan varietas tebu unggul yang disesuaikan dengan tipologi wilayah dan komposisi kemasakan yang seimbang (masak awal, tengah, dan akhir) untuk mengoptimalkan rendemen gula berdasarkan spesifik lokasi. Selain itu, usaha tani tebu memerlukan ketersediaan benih, pupuk, saprodi, dan tenaga kerja yang memadai. Namun, saat ini petani menghadapi kendala dalam pemenuhan pupuk dan tenaga kerja. Penggunaan mekanisasi dapat menjadi solusi untuk mengatasi kelangkaan tenaga kerja.
Regulasi pemerintah juga diperlukan untuk mengatasi tingginya konversi lahan ke komoditas lain akibat kebebasan pola tanam, yang mengancam pasokan bahan baku Pabrik Gula (PG). Klasterisasi atau zonasi PG dan sumber bahan baku perlu diterapkan kembali dengan jarak ideal kebun dan PG sekitar 60 km untuk mengurangi masalah transportasi tebu.
Untuk meningkatkan produksi, program bongkar ratoon harus dilaksanakan tepat waktu dan penyediaan benih/bibit memerlukan perencanaan karena waktu pembibitan membutuhkan 6–8 bulan sebelum penanaman.
Sebagai tanaman tahunan, program pengembangan tebu harus dirancang untuk jangka panjang (minimal empat tahun) agar efektif. Perhitungan konsumsi gula nasional yang akurat juga diperlukan untuk menentukan kebutuhan produksi dan impor secara tepat. Lembaga riset harus terus berperan aktif dalam mengembangkan varietas unggul dan teknik budi daya yang lebih baik. Dengan langkah-langkah ini, swasembada gula dapat tercapai secara berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H