Indonesia merupakan negara kesatuan republik yang menganut dan menjalankan sistem politik demokratis. Tentunya sebagai negara demokrasi, laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama, termasuk dalam pemenuhan hak-hak politik. Sampai saat ini, representasi perempuan dalam politik sangat dibutuhkan jika negara Indonesia ingin menempatkan demokrasi yang ramah gender (gender democracy). Kendati demikian, perempuan sudah terlibat dalam dunia politik bahkan saat negara Indonesia belum memperoleh kemerdekaan.
Perempuan dalam Sejarah politik dimulai dari Kongres Wanita Indonesia pertama pada tahun 1928. Kongres tersebut telah menjadi tonggak sejarah yang membangkitkan kesadaran dan semangat nasionalisme di kalangan perempuan yang berpartisipasi dalam Pembangunan hingga politik. Merujuk pada Pemilu tahun 1955, yakni Pemilu pertama dalam sejarah Indonesia yang merepresentasikan hak pilih dan memilih bagi kalangan perempuan melalui Partai Wanita Indonesia/ Partai Wanita Rakjat. Dalam pemilu yang ‘paling demoktratis’ itu, 19 perempuan terpilih menjadi bagian parlemen (DPR), 5 dari NU, 5 dari PKI, 4 dari Masyumi, 4 dari PNI dan 1 dari PSI. Sejak tahun 1955, perempuan telah memiliki ruang yang aktif di bidang politik. Namun, adanya kesenjangan gender membuat kalangan perempuan belum terwakili secara setara di Lembaga legislatif. Berikut persentase keterlibatan perempuan dalam sejarah Pemilu di Republik Indonesia tahun 1955-2019;
- Tahun 1955: Perempuan 19 orang (5,88%), Laki-laki 256 orang (94,12%)
- Tahun 1971: Perempuan 31 orang (6,74%, Laki-Laki 429 orang (93,26%)
- Tahun 1977: Perempuan 37 orang (8,04%), Laki-laki 423 orang (91,96%)
- Tahun 1982: Perempuan42 orang (9,13%), Laki-laki 418 orang (90,87%)
- Tahun1987: Perempuan 59 orang (11,80%), Laki-laki 441 orang (88,20%)
- Tahun 1992: Perempuan 62 orang (12,40%), Laki-laki 438 orang (87,60%)
- Tahun 1997: Perempuan 58 orang (11,60%), Laki-laki 442 orang (88,20%)
- Tahun 1999: Perempuan 44 orang (8,80%), Laki-laki 456 orang (91,205)
- Tahun 2004: Perempuan 65 orang (11,82%), Laki-laki 485 orang (88,18%)
- Tahun 2009: Perempuan 100 orang (17,86%), Laki-laki 460 orang (82,14%)
- Tahun 2014: Perempuan 97 orang (17,32%), Laki-laki 463 orang (82,68%)
- Tahun 2019: Perempuan 118 orang (20,5%), Laki-laki 457 orang (79,5%)
Menilik keterwakilan perempuan dalam dunia politik, sejak Pemilu 1955 sampai dengan Pemilu 1992, keterlibatan perempuan di lembaga legislatif nasional menunjukkan hasil yang positif meskipun perkembangannya sedikit lebih lambat. Kondisi memprihatinkan justru terjadi Pemilu 1997 dan Pemilu 1999. Penyebab merosotnya perempuan pada kedua pemilu tersebut adalah pergantian dari era orde baru menuju era reformasi yang penuh dengan krisis sehingga berdampak terhadap perempuan yang enggan untuk terjun ke dunia politik.
Menjelang Pemilu 2004, penurunan jumlah kertelibatan perempuan dalam politik mimicu pemerintah dengan mengeluarkan peraturan yang ramah terhadap kaum perempuan dengan memberlakukan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 Pasal 65 ayat (1) tentang Pemilihan Umum. Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa “setiap partai politik peserta Pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurangkurangnya 30%”. Memberikan hasil yang positif, Undang-Undang tersebut menunjukkan representasi keterwakilan perempuan pada Pemilu 2004 meningkat dari 8,80% menjadi 11,82%.
Disusul dengan munculnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 yang semakin ramah bagi perempuan. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa dalam setiap 3 orang bakal calon, sekurang-kurangnya 1 orang perempuan dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2012, sehingga pada Pemilu 2009 representase perempuan di DPR-RI mengalami kenaikan signifikan mencapai angka 17,86%. Menurunnya sedikit angka pemilihan hanya terjadi pada Pemilu 2014 yaitu sebesar 17,32%. Sedangkan dalam Pemilu 2019, representasi perempuan meningkat hingga mencapai 20,5%. Walaupun keterwakilan perempuan di parlemen telah menunjukkan hasil yang positif, peningkatan tersebut belum mencapai 30% sesuai dalam undang-undang yang telah diberlakukan.
Terlepas dari dinamika yang terjadi, dapat dikatakan bahwa saat ini demokrasi di Indonesia telah mengalami kemajuan dari masa ke masa dengan penguatan sistem Pemilu maupun penguatan pada sistem pengawasan pelaksanaan Pemilu. Selain itu, konsistensi dalam kontestasi perempuan untuk ‘merebut kursi’ di dunia politik telah memberi warna, baik itu Pemilihan Umum (Pemilu) ataupun Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) di daerah yang semakin terbuka dan berpeluang.
Terlihat dalam pelaksanaan pemilu 2024, begitu banyak perempuan yang ikut bertarung untuk memperoleh suara. Komisi Pemilihan Umum mencatat bahwa bakal calon legislatif dari 18 Partai Politik Pemilu 2024 mencapai 10.323 peserta. Dari jumlah tersebut, sekitar 62,3% (6.427 bakal calon legislatif) laki-laki dan 37,7% (3.896 bakal calon legislatif) dari perempuan. Dilihat dari jumlah bakal calon legislatif tahun 2024, kekonsistenan perempuan dalam politik harus tetap dipertahankan dan diperjuangkan sebagai wujud dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003.
Referensi:
Agustyati, K. N, (2 Februari 2022). 30% Perempuan di KPU-Bawaslu 2022. https://rumahpemilu.org/30-perempuan-di-kpu-bawaslu-2022/.
Ardiansa, D. (2016). Menghadirkan Kepentingan Perempuan dalam Representasi Politik di Indonesia. Jurnal Politik, 2(1), 71-99.
Imawan, R. P. (2020). Kerangka Evaluasi Pilkada: Evaluasi Pilkada Serentak Melalui Kerangka Integritas Pemilu. Jurnal Adhyasta Pemilu, 3(2), 159-182.
Jati, W. R. (2014). Historisitas Politik Perempuan Indonesia. Paramita: Historical Studies Journal,24(2).
Mukarom, Z. (2008). Perempuan dan Politik: Studi Komunikasi Politik tentang Keterwakilan Perempuan di Legislatif. Mediator: Jurnal Komunikasi, 9(2), 257-270.
Parwati, T., & Istiningdiah, K. (2020). Partisipasi dan Komunikasi Politik Perempuan Di Legislatif Menurut Kacamata Politisi Perempuan di Indonesia. Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi, 9(2), 119-129.
Widiyaningrum, W. Y. (2020). Partisipasi Politik Kader Perempuan Dalam Bidang Politik: Sebuah Kajian Teoritis. JISIPOL| Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 4(2), 126-142
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H