Sejarah dunia perfilman di Indonesia tidak terlepas dari berbagai unsur kebudayaan yang ikut dalam pemerananya. Film di Indonesia banyak berbagai jenis atau genre yang ikut mewarnai dunia perfilman di Indonesia. Mulai dari genre komedi, genre action, genre rekontruksi peristiwa, genre documenter, genre horor dan masing banyak lagi. Namun apa jadinya ketika salah satu genre yang ada pada dunia film di Indonesia mengalami perkembangan dan peningkatan yang sangat pesat salah satunya yaitu film horor yang akan menjadi fokus pembahasan pada artikel ini.
Film Horor merupakan sebuah film dengan genre yang menarik, dimana tujuannya untuk memancing emosi dan ekspresi psikologis para penontonnya melalui karya audio visual. Maka Film Horor menjadi film pilihan peneliti karena Film Horor memiliki latar belakang cerita yang relative sama, tetapi berbeda dari bagaimana para sutradara mengambil gambar, dan bagaimana cara memancing emosi dan ekspresi psikologis para audiencenya menggunakan sosok hantu yang ditampilkan dalam film - film horor yang diproduksi dari dulu hingga sekarang.
Namun tanpa disadari film horor yang ada di Indonesia sangat berkaitan dengan tradisi didalam sebuah adegan maupun didalam sebuah judul film itu sendiri. Pada etnis Jawa sendiri sangat terkenal tradisi-tradisi yang mana sangat berkaitan dengan hal mistis atau horor. Hipotensis dari penulis beranggapan bahwa pada etnis Jawa banyak kebudayaan atau tradisi yang mana ketika tradisi itu dilanggar atau tidak dilakukan maka akan mengalami sebuah peristiwa mistis yang akan terjadi hal ini yang menjadi fokus pembahasan pada artikel ini.
Sebagai sampel yang diambil dalam pembahasan kali ini yang pertama adalah Film Ronggeng Kematian yang disutradarai oleh: Verdi Solaiman. Kisahnya diadaptasi dari novel "Ronggeng Pembalasan Sulastri" karya Arumi E dan Sukhdev Singh. Dengan bintang-bintang seperti Cindy Nirmala sebagai Sulastri, Claresta Taufan sebagai Larasati, Chicco Kurniawan sebagai Hadi, Patty Sandya sebagai Ayu, Agus Wibowo sebagai Marto, Nungky Kusumastuti sebagai Menur, Revaldo sebagai Adit, Dito Darmawan sebagai Yudi, dan banyak lagi.
Dari judul film tersebut sudah jelas bahwa Film Ronggeng kematian mengandung unsur Kebudayaan etnis Jawa. Kita ketahui juga bahwa Tarian Ronggong berasal dari Etnis Jawa yang berasal dari daerah Jawa Barat walau tarian Ronggeng banyak berbagai macam, tapi bisa dipastikan bahwa tarian Ronggeng berasal dari Etnis Jawa.
Dilansir dari laman MD Entertaiment, Tanggapan pemeran dalam film Ronggeng Kematian mengungkapkan bahwa Claresta Taufan (Pemeran Larasati) : "Sebelumnya Claresta tidak bida menari, namun karena peran dalam film tersebut mau tidak mau Claresta harus bisa menari." disini menunjukkan bahwa adegan maupun judul dalam film ini sudah sangat mendominasi pada Kebudayaan Etnis Jawa. Karna terlihat jelas dalam adegan film ini banyak yang memperlihatkan adegan tarian, latar tempat, dan musik yang digunakan mengandung unsur kebudayaan Jawa.
Contoh kedua adalah Film Waktu Magrib yang disutradarai oleh: Sidharta Tata. Film ini dipenuhi oleh cerita yang menarik, ditulis oleh Agasyah Karim, Khalid Kashogi, Bayu Kurnia, dan Sidharta sendiri, dengan Gope T. Samtani bertindak sebagai produser.
Film "Waktu Maghrib" mengisahkan kisah seorang anak kecil yang bernama Adi dan Saman yang sangat nakal dan meremehkan akan larangan keluar malam. Pada film tersebut menjadikan pembelajaran bahwa kita untukk tidak melanggar keluar malam karna akan menimbulkan malah petaka yang akan kita alami nantinya.
Contoh kedua penulis mengambil contoh film waktu magrib untuk memperlihatkan bagaimana kebudayaan jawa lokal melekat pada adegan film waktu magrib. Dalam kebudayaan pada etnis Jawa waktu magrib atau waktu menjelang azan sholat magrib adalah sangat klasual untuk keluar rumah pada waktu tersebut. Kebudayaan pada etnis Jawa menjelaskan bahwa ketika kita keluar diwaktu magrib akan ada hal-hal mistis yang tidak diduga yang akan mengalami kita. Sebagai contoh dalam film waktu magrib bahwa sangat panali mengucapkan kata-kata yang sebaiknya tidak diucapkan, seperti pada adegan ketika ibu guru Adi dan Saman meninggal dunia ketika Adi dan Saman mengatakan mengapa ibu guru tidak meninggal saja. Hal ini yang ingin dilihatkan oleh penulis mengapa sangat familiar dan mendominasi kebudayaan etnis Jawa dalam Film Horor di Indonesia.
Hipotensi atau tanggapan penulis mengapa Kebudaayan Etnis Jawa sangat mendominasi pada film Horor di Indonesia adalah karena Kebudayaan Etnis Jawa yang sangat kental dengan mistis dan tradisi yang masih dipercayai akan adanya roh-roh atau arwah. Selain itu juga penulis beranggapan bahwa sudah banyaknya karya tulis ilmiah, Buku, maupun adaptasi dari sebuah novel yang membahas kebudayaan etnis Jawa sehingga sangat mudah untuk diangkat menjadi Film Horor di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H