Saya melihat, maka saya ingat
Saya melakukan, maka saya memahami
Pepatah diatas jelas menunjukkan sebuah kesan mendalam bagi seorang pendidik untuk memahami peserta didiknya dalam memulai kegiatan menulis. Mengingat, seorang pendidik kelak akan menghadapi karakteristik gaya belajar berbeda-beda pada peserta didik: visual, auditorial, atau kinestis. Agar para peserta didik memperoleh hasil belajar dengan baik sehingga faktor memilih pengalaman belajar sesuai modalitas peserta didik menjadi hal yang paling penting.
Pengalaman belajar seseorang erat kaitannya dengan gaya belajar, cara belajarnya yang dipengaruhi oleh berbagai variabel, yaitu faktor fisik, emosional, sosiologis, dan lingkungan. Ada beberapa peserta didik yang mungkin mengalami kecenderungan dari faktor yang telah disebutkan, misalnya peserta didik hanya dapat belajar dengan baik dalam ruangan sejuk, sedang yang lainnya lagi akan mengantuk. Sebagian peserta didik memerlukan musik sebagai latar belakang, sedang yang lain tidak dapat konsentrasi dalam belajar.
Dalam praktiknya, seringkali seorang pendidik cenderung menerapkan satu gaya belajar untuk peserta didiknya sehingga pembelajaran ini akan memicu kebosanan bagi peserta didik karena gaya pembelajaran yang bersifat monoton. Inilah sesuatu hal yang seharusnya direnungkan untuk seorang pendidik terutama tingkat SD/MI dalam memahami gaya belajar peserta didik agar mendapat hasil optimal dalam menyampaikan pembelajaran.
Terkait dengan pembelajaran menulis permulaan, seorang pendidik akan lebih baik apabila memberikan berbagai metode menulis secara bervariasi dengan dikombinasikan gaya belajar bervariasi pula. Dalam sebuah pembelajaran menulis kita mengenal banyak metode, seperti metode eja, metode bunyi, metode suku kata, metode kata, metode global, metode SAS, dll. Misalnya, ketika di awal pertemuan seorang pendidik mencoba memberikan gaya belajar visual untuk menguji kemampuan peserta didik dalam mengenal huruf alphabet dengan cara menunjukkan huruf-huruf alphabet menggunakaan sebuah carddan memberikan kesempatan peserta didik maju kedepan menunjukkan seperti apa hurufnya. Pertemuan lainnya, gaya belajar masih dengan gaya belajar visual dan auditori yang dikombinasikan dengan metode eja, pendidik mungkin akan mencoba mengenalkan sebuah kata sederhana di papan tulis dengan menunjukkan sebuah obyeknya, lalu pendidik mengajak peserta didik untuk mengeja bersama-sama dan anak diharapkan untuk dapat menuliskannya juga. Selanjutnya, ketika anak mulai jenuh belajar, secara kinestis dan cara visual dengan metode global/kalimat, misalnya pendidik mengajak peserta didik untuk belajar dengan bermain. Pendidik membuat kelompok di ruangan kelas, dimana peserta didik diberikan sebuah ‘kartu kata’dan ketika pendidik mencoba membuat kalimat, peserta didik dituntut untuk merangkai kalimat.
Penjelasan di atas merupakan sedikit contoh pengembangan pembelajaran terkait dengan menulis. Pada intinya, peserta didik pada usia tingkat dasar akan dapat menerima sebuah pembelajaran dengan baik, apabila dalam gaya belajar yang diberikan pendidik tidak hanya menerapkan satu gaya belajar saja secara terus menerus sehingga memicu kebosanan peserta didik terutama untuk aspek menulis. Oleh karena itu, seorang pendidik tingkat sekolah dasar dituntut kreatif dalam mengelola dan merencanakan model pembelajaran agar serangkaian kegiatan belajar itu menjadikan makhluk hidup belajar.
Sumber :
Guntur Tarigan, Henry. MENULIS.(Bandung: Percetakan Angkasa). 2008
Sumantri, Mulyani dan Syaodih.Perkembangan Peserta didik.(Jakarta: Universitas Terbuka). 2010