Mohon tunggu...
Merry Herlyansyah
Merry Herlyansyah Mohon Tunggu... -

selalu memegang prinsip yang seharusnya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Asmara Masa Remaja

5 Februari 2014   17:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:07 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Asmara Masa Remaja

Sudah 3 hari ini aku berdiam dirumah, hanya tiduran terkadang sambil membaca novel karangan penulis yang sudah lama ini ku gemari. Meskipun kejadian itu telah berlalu, tapi rasa kesal yang membahana ini masih menggebu dalam benakku. Bahkan setelah nenek nya datang ke rumah dan sengaja untuk meminta permohonan ma’af atas nama cucu nya tak lain adalah Dino Prasetyo Yoga.

Dino adalah teman sekelas ku sendiri, tercatat dari 22 juni 2011 sampai sekarang ketika kami sudah menginjak kelas XII diSMK 2 pacitan. Dan 5 bulan lagi kita akan menghadapi kelulusan. Kami masih belum bisa beradaptasi dan menjadi teman. Meskipun 2 tahun lebih aku menjalani aktifitas belajar dengan nya.

Hari-hari penuh ku alami, dengan rasa percaya diri yang biasa saja, itupun tak semuanya karna sifat inferior ku terkadang datang ketika aku mengalami kegagalan atau cobaan dalam hidup dan merasa diri paling rendah. Aku selalu didukung penuh oleh sahabat terdekat ku, yaitu Alia, Iska, Mega dan Ajeng aku sangat mencintai mereka berempat bahkan mereka adalah salah satu harta motivasi yang paling kubanggakan.

Inggi, yah teman-teman memanggillku begitu. Nama lengkapku Inggrid Widya Asmara. Aku dilahirkan dari keluarga yang sangat berkecukupan. Namun tak begitu menyenangkan menjadi seorang yang selalu di istimewakan oleh setiap kalangan padahal aku orang nya sangat menyukai kesederhanaan.

Entah apa yang menyebabkan Dino begitu tak menyukaiku, dia selalu jengkel setiap aku mendapat pujian dari teman atau guru meskipun pujian itu ditujukan husus padaku karena pencapaian dan kerja ku sendiri tanpa memakai embel-embel orang tua sebagai donatur terbesar di sekolahku.

Aku sangat ingin dekat dengan Dino, karena dia sangat pintar dan cerdik. Tapi tak sedikit pun Dino membalas senyum, perkataan bahkan pernyataan ku pun dia selalu mengabaikannya. Kami adalah saingan dingin, nilai raport ku selalu beda tipis dengan Dino, dan Dino selalu unggul dibandingku.

Dino selalu menyindirku dengan perkataan yang kurang menyenangkan, meskipun ketika aku menyanggah dia malah terdiam dan cuek kembali. Tapi aku yakin betul dia menghadapkan perkataan nya padaku.

Ketika nilai Matematika ku tertinggi dikelas dia berdesis dengan suara yang menyebalkan ditelingaku. Sampai pada akhirnya aku tak tahan dan sengaja melabrak dia. Aku bergegas mendatangi bangku yang sedang dia tempati.

Ku panggil nama dia tiga kali, dia masih belum bereaksi, dengan sikap cuek nya yang membuatku sangat meledak-ledak, aku kehabisan akal dan ku panggil dia “heh.. cowok cuek, dingin dan nyebelin” gara-gara kata-kata pencingan yang kulontarkan dia menatap mataku dalam-dalam. Berhasil aku membawa nya kedalam lingkaran penyelesaian dan aku ingin ungkapkan kegemasan ku selama 2tahun lebih.

Namun dia membalas ku dengan perkataan yang sangat tak mengenakanku, “bisa kamu mengatakan orang lain seperti itu, ngaca donk diri kamu kaya apa, manja, sombong gila akan pujian lagi” entah atas dasar apa dia melontarkan kata-kata itu padaku.

Aku berusaha menjawab nya bahkan dengan otak yang tak efektif lagi untuk berfikir dan memakai bahasa yang benar “penilaian macam apa ini, dirimu yang tak pernah mencoba melihat aku secara baik-baik”

“Aku tak perlu melihat mu tak penting bagiku, ma’af aku banyak acara tak ada waktu untuk melayani orang childist kaya kamu” dia beranjak pergi dari bangku nya. Aku menahannya, karena ingin tau apa alasan dari sikap nya selama ini, selain dari kata-kata nya yang mungkin bagian dari alasan nya untuk tak menyukaiku.

Sambil ku tahan langkahnya aku berbicara sambil memaksa “katakan apapun yang ingin kau katakan, entah itu karena aku yang pantas kau beri pendapat seperti apa yang kau pikirkan atau itu karena memang dirimu yang benar-benar tak menyukaiku”

“aku benci kamu, kamu selalu mendapat pujian dan sambutan dari siapapun, meskipun apa yang kamu dapat atau kenakan itu biasa dan memang sangat sederhana, kamu selalu dianggap pintar meskipun nilai tugas itu atas hasil kerjasama dengan kawan-kawanmu, tapi kamu yang selalu mendapat pujian tertinggi dari guru dan teman lainnya!!! Pernahkah kamu merasakan betapa makin terpojok nya orang-orang yang nilai nya rendah, mereka makin bersahabat dengan rasa rendah diri dan seolah-olah mereka bukan calon orang sukses. Kamu selalu tak memberi waktu untuk mereka bertanya atau memberikan pendapat terhadap hasil apapun yang dipaparkan oleh guru. Bahkan aku tak yakin dirimu dapat 1 langkah saja mandiri. Orang-orang yang mempunyai kelebihan itu menawarkan banyak bantuan kepadamu, sehingga dirimu terlihat sempurna dengan rong-rongan dari mereka.”

Aku begitu terkejut, mataku sudah berkaca-kaca. Teman-teman sekelas memandangiku dan Dino, aku tunduk dan Dino lekas pergi entah kemana. Sahabatku mereka menghampiriku dan mencoba menghiburku. Tapi bukan ini yang kuharapkan, ku kira dengan cara begitu aku bisa bersahabat dengan Dino, tapi, perkataannya yang menembus hati terdalam dan memberi luka yang tak henti-henti nya sampai sekarang aku terkapar dikamar yang begitu nyaman.

Entah apa yang nenek nya kemarin katakan atas dasar permohonan ma’af yang tulus. Aku masih kesal pada Dino kenapa dia begitu tega menyerang ku walau aku yang minta dia begitu.

Malam harinya aku mulai bangun dan pergi kedapur sendiri untuk mengambil jus yang sudah di buat oleh bi ijah, aku sengaja tak meminta bi ijah mengantarkan jus itu ke kamarku, aku ingin membuka kesempatan ragaku untuk hidup seperti biasanya. Walau harus banyak yang ku perbaiki sehingga dengan adanya aku di dunia tak akan ada yang merasa atau memang dirugikan.

Apalagi setelah Dino menilai ku begitu, aku bertekad kuat untuk mandiri, walau bi ijah adalah utusan mamih yang di utus untuk melayani kebutuhan hari-hari ku penuh.

Setelah kembali lagi ke kamar, aku penasaran melihat HP ku yang sudah 3 hari berdiam di dalam laci meja belajarku. Ternyata, ada 128 SMS dan 56 Missed Call. Tak sempat ku baca semua dan ku lirik ke pusat panggilan ternyata ada 2 missed call dari pemanggil tanpa nama. Aku penasaran dan mengirim pesan kepada nomer tersebut. Sudah dua jam aku menunggu hp ku berdering dari nomer tanpa nama tersebut entah itu telephone atau hanya sekedar SMS pokoknya aku sangat penasaran. Dalam waktu dua jam itu aku berpikir betapa mereka memikirkan dan menghawatirkan ku ketika aku sakit. Sahabat, teman sekelas, adik kelas, guru bahkan kepala sekolah dan juga lainnya yang tak dapat ku perhatikan satu per satu. Walau isi sms nya hanya berkata “Lekas Sembuh ya” tapi mereka sudah menyempatkan waktu dan peduli padaku. Sementara aku, belum pernah aku mengirim atau peduli pada mereka selain sahabatku yang berempat itu.

Tak lama kemudian Hp ku berdering nada panggilan baru masuk, ku lihat layarnya ternyata dari nomer yang tadi. Ku jawab segera “hello, dengan siapa ya ,, ma’af” dia menjawab dengan suara yang lembut “aku Dino teman sekelas kamu” aku begitu kaget, antara kesal bingung dan terimakasih telah menyadarkanku, tapi aku masi belum siap berkomunikasi dengan Dino karena perlakuan nya 3 hari lalu.

“kenapa diam, ma’af atas perlakuanku kemarin. Kelas sepi gak ada kamu, lekas sembuh” hahhh ini orang gak nyadar apa perlakuan luar biasa minta ma’af nya biasa-biasa aja. Benar-benar laki-laki cuek, dingin juga.

“gak papa.. makasih ya” aku berkata dengan hati yang tak begitu ikhlas. Dino menjawab “iya sama-sama” jawabannya itu begitu percaya diri Dino membuat ku semakin kesal. “No, kamu serius dengan perkataan kamu kemarin”

“Aku tak berbohong, kau yang meminta aku untuk mengungkapkan seluruh nya walau tak semua yang dapat ku katakan” appah?? Berbicara panjang lebar dan menghujatku mati-matian didepan kelas dia masih belum puas dan masih ada yang terselip dan belum dia sampaikan. Dasar laki-laki PA.

“lalu apa lagi yang belum kau katakan, aku sudah bertekad untuk berubah di mulai dengan memperhatikan dan peduli akan penghargaan kepada orang-orang di sekelilingku” ku jawab itu dengan nada pasrah dan bersalah kepada orang-orang yang menyayangiku tanpa kusadari.

“bukan itu, kau belum berubah, kau masih belum peka terhadap perasaan orang lain.” Aku tak mengerti apa yang dikatakan Dino. “apa lagi yang harus ku rubah, aku akan usahakan itu”

“sadarkah sampai hari ini kau belum punya pacar?” Dino kembali bicara dengan pertanyaan yang sangat tak menyenangkan, memang sampai umur ku yang ke 17 aku belum mendapatkan cinta yang ku inginkan walau dalam hatiku mengatakan aku sangatmengagumi Dino, tapi perempuan hanyalah perempuan tak banyak yang ia lakukan apalagi hubungan dengan Dino kurang baik.

Aku hanya diam, Dino berbicara kembali “ma’af jika aku terlalu mengusik pribadimu, tapi bukannya ini yang kau mau, dengan sikapmu yang membuat aku harus bicara jujur” aku menghelas dan dengan rasa penasaran yang tinggi tentang apalagi yang mau Dino ungkapkan aku berkata “teruskannnn”

“dari awal sampai sekarang kau adalah seorang putri, dan putri berpasangan dengan pangeran. Aku heran kenapa kamu sekolah di sekolah yang berstandar biasa saja dan bukan sekolah favorite” aku berfikir ya, memang aku memilih sekolah itu karena aku sudah tak suka di perlakukan istimewa. Niat awal aku ingin menyembunyikan identitas kelurgaku yang terkenal penghasil Madu terbesar di Kota kami, tapi alhasil ketua yayasan menyebut ku langsung anak Bapak Hartono Widya Jaya dan Ibu Susi Susana yang juga terkenal akan hasil karya batiknya yang sangat mahal karena kualitasnya yang tak tertandingi oleh pengrajin lain. Aku juga tak ingin memakai perangkat itu, tapi bukan aku yang meminta ini.

Dino melanjutkan bicaranya “itu membuat mereka enggan untuk mendekati mu, aku sering mendengar curhatan mereka. Bahkan aku sendiripun tak berani untuk mengambil keputusan menyatakan ini, aku malah sirik dan ingin selalu mengalahkan mu, aku merasa seperti monyet bodoh yang merindukan sambutan putri cantik bergelar bangsawan. Atas rasa itu aku tak berani komunikasi walau itu hanya menoleh mu, aku tak ingin memberimu apapun dalam bentuk nominal. Tapi aku ingin membuat mu lebih mahal dengan mu sendiri dan tak memakai perangkat sanjungan dari orang tuamu”

Aku terkaget Dino menyatakan ini padaku, semenjak di SMK tak ada laki-laki yang mengajakku sebagai teman dekat. Aku senang berarti aku tak bertepuk sebelah tangan . aku gugup dan tangan ku gemetar memegang Hp. “ma’af selama ini aku menilai mu begitu dingin dan tak mempunyai perasaan, aku menaruh harapan besar kepadamu no, tapi setiap ku ajak berbincang kau tak peduli akanku”

“itu lah aku, yang terlalu malu. Tapi sekarang baikan yah”

Kami telponan sampai malam larut, yang tadinya pusing dan kesal sekarang jadi berbahagia dan penuh semangat, dan sejak malam itu aku mempunyai pacar yang selama ini ku inginkan dan juga ku kesali.

Setelah kelulusan tiba, Dino mendapat Nem tertinggi sekabupaten dan atas prestasi-prestasi selama menjadi peserta didik dia mendapat beasiswa Sarjana hingga Master di Amerika. Dan dia berjanji usai selesai Study nya dia akan kembali dan melamarku.

Ku pegang janjimu Dino, jadilah yang terbaik Untukku…

___o0o___

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun