Mohon tunggu...
Evelyna Esther Siagian
Evelyna Esther Siagian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya hobi menulis tentang perkembangan ekonomi dan perpajakan di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tinjauan Pemberlakuan PPN PMSE: Tujuan, Mekanisme, dan Hambatan

21 Juli 2023   11:23 Diperbarui: 21 Juli 2023   11:32 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pada era globalisasi saat ini, digitalisasi secara online melalui internet telah menyentuh seluruh lapisan kehidupan manusia. Saat ini, hampir seluruh kegiatan dapat dilakukan dalam jaringan (online), termasuk transaksi jual beli. Dengan adanya digitalisasi, segala transaksi menjadi sangat efisien termasuk transaksi antar negara. Transaksi yang berlangsung antar negara memiliki kewajiban untuk dikenakan pajak. Dengan kata lain, digitalisasi membukakan potensi-potensi penerimaan negara melalui perpajakan

Menurut laporan data dari Organization for Economic Co-operation and Development (OECD, 2021), rasio pajak Indonesia pada tahun 2019 hanya sebesar 11,6%. Angka tersebut merupakan nilai dibawah rata -- rata Asia dan Pasifik. Menanggapi penerimaan pajak dan rasio pajak Indonesia yang masih tergolong rendah tersebut, sudah saatnya pemerintah Indonesia melakukan reformasi perpajakan. Salah satu reformasi perpajakan yang relevan dan berpotensi besar dengan keadaan saat ini yaitu pemberlakuan regulasi mengenai transaksi digital di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh cepatnya kenaikan transaksi digital di Indonesia. Menurut data Bank Indonesia, nilai transaksi untuk di e-commerce saja mencapai Rp 186,75 triliun di sepanjang semester I-2021

Pemerintah Indonesia pernah menerbitkan regulasi mengenai pemajakan atas transaksi e-commerce yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-commerce). Namun, peraturan tersebut dihapus sehingga tidak adanya penegasan bahwa pihak e-commerce lintas negara harus membayar pajak. Hal ini pastinya merugikan negara karena capaian penerimaan negara menjadi kurang optimal.

PPN PMSE atau Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik merupakan salah satu kebijakan perpajakan yang diberlakukan oleh pemerintah melalui PMK Nomor 60/PMK.03/2022. PPN PMSE dikenakan atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud atau jasa kena pajak yang berasal dari luar daerah. Tujuan dari pemberlakuan pajak ini adalah memberikan kepastian hukum mengenai pemungutan PPN PMSE, menciptakan kesetaraan perlakuan atau level of playing field bagi pelaku usaha konvensional dan digital serta menyelaraskan ketentuan mengenai tarif dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai.

Dalam pelaksanaannya, pemungutan PPN PMSE dilakukan oleh pemungut PPN PMSE yang secara khusus ditunjuk oleh pemerintah. Pasal 1 Ayat 17 PMK Nomor 60/PMK.03/2022 memberikan penjelasan bahwa pemungut PPN PMSE adalah pelaku usaha yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan yang berkewajiban untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan jumlah Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. 

Batasan kriteria mengenai penunjukkan pelaku usaha sebagai Pemungut PPN PMSE diatur dalam Pasal 3 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2020, yaitu: a. nilai transaksi dengan Pembeli di Indonesia sudah melebihi Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dalam jangka waktu 1 (satu) tahun atau sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dalam jangka waktu 1 (satu) bulan b. Jumlah traffic atau pengakses di Indonesia sudah melebihi 12.000 (dua belas ribu) dalam 1 (satu) tahun atau 1.000 (seribu) dalam 1 (satu) bulan.

Tarif PPN PMSE sama dengan PPN yang dipungut secara konvensional yaitu 11% dari Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak merupakan nilai berupa uang yang dibayarkan oleh pembeli / penerima barang atau jasa. Saat pemungutan PPN PMSE yaitu saat dilakukan pembayaran oleh Pembeli. Menurut laporan dari Ditjen Pajak, realisasi penerimaan PPN PMSE hingga akhir bulan Februari 2022 telah mencapai Rp 5,35 triliun. Tingginya penerimaan PPN PMSE tersebut dipengaruhi oleh pola perilaku yang sudah banyak beralih mengandalkan internet.

Namun demikian, pelaksanaan kebijakan PPN PMSE memiliki dua tantangan . Pertama, terkait pernyataan bahwa pemungut PPN PMSE itu merupakan Wajib Pajak. Kedua, terkait pengawasan pemungut PPN PMSE. Sama seperti ancaman internet lainnya, pengenaan pajak atas transaksi digital juga menimbulkan celah untuk tidak patuh atau perilaku penghindaran pajak. 

Sehingga untuk meminimalisir terjadinya penghindaran pajak atas PPN PMSE, DJP telah melakukan beberapa strategi untuk meng-tracking terkait pelaku usaha e-commerce salah satunya dengan menerapkan teknik Web Scraping untuk penggalian potensi pajak. Web scrapping adalah sebuah metode untuk mengekstraksi atau mencari inti informasi tertentu dari situs web untuk menghasilkan data yang diperlukan sehingga dapat dianalisis dam dimanfaatkan dengan tujuan tertentu (Djufri, 2020).

Selain mengatasi permasalahan pengawasan PPN PMSE. Pemerintah juga sebaiknya lebih cermat dalam mengikuti perkembangan digitalisasi di Indonesia. Masih banyak potensi perusahaan-perusahaan digital lainnya yang sudah sewajarnya ditetapkan sebagai pemungut PPN PMSE. Contohnya adalah perusahan-perusahaan game online dan market place internasional yang berkembang pesat di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun