Mohon tunggu...
Quinasa Rama
Quinasa Rama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa jurusan Bisnis Digital yang tertarik dengan bidang investasi, keuangan, ekonomi, dan analisis data.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Digitalisasi Sekuritas dan Investor Ritel di Indonesia: Bagaimana Regulasinya?

26 Oktober 2024   16:29 Diperbarui: 26 Oktober 2024   19:14 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Dalam beberapa tahun terakhir, pasar modal di Indonesia telah mengalami perubahan signifikan, terutama disebabkan oleh digitalisasi, yang mempercepat proses perdagangan sekuritas dan akses investor ritel ke pasar. Selain itu, lonjakan investor ritel, terutama dari generasi milenial dan gen z, telah meningkatkan dinamika pasar modal di Indonesia. Namun, peningkatan ini juga seharusnya diiringi oleh regulasi yang mapan untuk melindungi investor, terutama dalam hal mengatasi risiko yang berasal dari tindakan manipulatif dan ketidakpastian di pasar. Dalam artikel singkat ini, saya akan menjelaskan bagaimana digitalisasi sekuritas, peningkatan investor ritel, serta relevansinya dengan perhatian pada regulasi.

Digitalisasi telah memberikan dampak signifikan pada pasar modal di Indonesia. Investor sekarang dapat dengan mudah, cepat, dan efisien dalam mengakses pasar modal melalui penggunaan teknologi finansial (fintech) dan platform perdagangan saham online. Perkembangan digital ini sangat terlihat selama pandemi COVID-19, ketika terjadi pembatasan mobilitas yang mendorong banyak orang untuk beralih ke investasi online. Oleh karena itu, transaksi ritel meningkat dengan cepat dari 31% sebelum pandemi menjadi 55% setelah pembatasan sosial dilonggarkan (Budiarso & Pristy, 2018). Selain itu, faktor utama lain adalah peningkatan penetrasi internet di Indonesia yang mencapai 70%, dilansir dari laporan Twimbit yang ditulis oleh Rashika Sethi pada 2023. Dengan digitalisasi, pasar modal menjadi lebih mudah diakses dan investor memiliki kesempatan yang lebih besar untuk melakukan analisis data dan mengambil keputusan investasi dengan lebih baik. Selain itu, pertumbuhan teknologi digital juga memungkinkan pergerakan yang lebih cepat dan dinamis di industri sekuritas. Proses yang dulunya memakan waktu lama kini dapat dilakukan hanya dalam hitungan detik (Angriani, 2023) .

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa ada lebih dari 77 portal atau platform transaksi online untuk investasi, mencakup sekuritas, e-commerce, dan layanan perbankan (Tobing, 2022). Platform-platform tersebut memungkinkan investor ritel untuk melakukan transaksi reksadana, saham, obligasi, hingga kripto yang kini banyak diminati di Indonesia. Salah satu platform investasi besar yang mendominasi pasar adalah Bibit dan Stockbit. Bibit populer untuk investasi reksa dana yang didukung oleh teknologi, seperti robo-advisor yang membantu pengguna untuk menyesuaikan portofolionya dengan profil risiko mereka. Bibit mengelola dana lebih dari Rp5 triliun dan berhasil menjangkau lebih dari 1 juta pengguna. Stockbit populer untuk investasi saham karena banyaknya fitur yang ditawarkan secara gratis dan tampilan antarmuka yang ramah untuk investor ritel pemula. Selain itu, Bareksa juga populer sebagai platform investasi yang menawarkan reksa dana dan Surat Berharga Negara (SBN). Platform lain yang populer di investasi saham adalah Ajaib dan IPOT (Indo Premier Sekuritas), serta Pluang dan Indodax di investasi kripto dan pasar modal Amerika Serikat.

Selain digitalisasi, salah satu perubahan terbesar yang telah terjadi di pasar modal di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir adalah peningkatan jumlah investor ritel, terutama dari generasi Z dan Milenial. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa jumlah investor ritel meningkat pesat sejak tahun 2020 dan akan mencapai lebih dari 11 juta pada akhir 2023. Dari jumlah investor ritel ini, 78% berada di bawah 40 tahun yang menunjukkan dominasi generasi muda dalam pasar modal (Azka & Nugroho, 2021). Generasi Milenial dan Z, didorong oleh aksesibilitas yang lebih besar ke platform digital, memiliki peran penting dalam mempercepat pertumbuhan ini. Peningkatan jumlah investor ritel juga didorong oleh faktor-faktor, seperti peningkatan literasi keuangan, peran influencer di media sosial, dan tren investasi yang semakin populer di kalangan anak muda. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara lain di seluruh dunia, di mana media sosial dan teknologi digital sangat penting untuk mendorong investor baru.

Dengan meningkatnya partisipasi investor ritel, muncul kebutuhan akan regulasi yang dapat melindungi mereka dari berbagai risiko yang ada di pasar modal. Beberapa risiko yang sering dihadapi investor ritel meliputi fluktuasi pasar, ketidaktahuan akan mekanisme pasar modal, dan risiko penipuan atau investasi bodong. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah regulator utama pasar modal di Indonesia yang berfungsi untuk meningkatkan perlindungan investor. Selain itu, penting bagi OJK untuk menjaga transparansi dan peningkatan pengawasan terhadap perusahaan yang terdaftar di bursa dan yang akan mau terdafta di bursa efek. Salah satu upaya OJK adalah dengan meningkatkan pengetahuan keuangan masyarakat melalui kampanye pendidikan yang ditujukan kepada masyarakat umum, termasuk investor ritel baru. Tujuan dari kampanye pendidikan ini adalah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang potensi dan risiko yang ada di pasar modal. Upaya OJK untuk memastikan transparansi informasi keuangan emiten yang terdaftar adalah salah satu contoh nyata dari perlindungan untuk investor ritel. OJK dapat mengambil tindakan tegas jika terjadi pelanggan, seperti pelanggaran karena tidak melaporkan laporan keuangan. Tindakan tersebut dapat mencakup delisting saham perusahaan dari bursa untuk melindungi kepentingan investor ritel. Kasus-kasus, seperti yang terjadi pada PT Envy Technologies Indonesia Tbk dan PT Sky Energy Indonesia Tbk, adalah contoh bagaimana perlindungan investor publik harus ditingkatkan, terutama dalam hal menghentikan praktik rekayasa keuangan yang merugikan investor ritel (Azka & Nugroho, 2021).

OJK telah mengeluarkan beberapa regulasi untuk meningkatkan perlindungan investor, salah satunya adalah POJK No. 6/POJK.07.2022 tentang Perlindungan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan. Aturan tersebut mewajibkan perusahaan-perusahaan jasa keuangan untuk melindungi data pribadi investor, menyediakan informasi yang jelas tentang produk investasi, serta memastikan adanya proses pengaduan yang cepat dan efisien jika terjadi pelanggan. Meskipun undang-undang telah dibuat untuk melindungi investor, masih ada masalah yang perlu ditangani, terutama dalam hal meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang keuangan. Banyak investor ritel baru yang tidak memahami risiko berinvestasi dan tergiur oleh iming-iming keuntungan yang cepat, sehingga membuat mereka rentan terhadap kerugian besar, terutama selama periode pasar yang sedang volatil. Selain itu, regulator menghadapi masalah dengan peningkatan investasi bodong. Investasi bodong sering menggunakan media sosial dan teknologi untuk menarik investor ritel baru. Oleh karena itu, OJK harus terus aktif memperbarui regulasi dan pengawasan mereka untuk mengikuti kemajuan teknologi dan mencegah penipuan.

Perlindungan terhadap investor ritel tidak hanya menjadi tanggung jawab regulator atau institusi keuangan, tetapi juga dapat dilakukan melalui inisiatif komunitas yang ada di platform investasi digital. Contohnya, platform Stockbit yang tidak hanya menyediakan akses untuk investasi saham, tetapi juga berperan sebagai ruang diskusi komunitas yang interaktif, di mana para investor dapat berbagai informasi, analisis, dan opini terkait pasar modal. Fitur chat dan posting konten di Stockbit memungkinkan pengguna untuk terhubung dengan sesama investor, sehingga menciptakan ekosistem yang mendukung proses belajar bersama. Hal tersebut menjadikan Stockbit sebagai salah satu platform investasi saham dengan komunitas terbesar di Indonesia. Salah satu pengguna aktif Stockbit dengan nama Skydrugz27, sering memberikan analisis dan opini terkait isu yang terjadi di pasar saham. Partisipasi komunitas seperti ini sangat penting dalam membangun kesadaran dan pengetahuan bagi investor ritel, terutama bagi mereka yang baru terjun ke dunia investasi. Dengan adanya lingkungan komunitas yang aman dan edukatif, para investor dapat mengurangi risiko keputusan investasi yang kurang tepat dan mendapatkan pandangan yang lebih luas tentang kondisi pasar dari berbagai perspektif. Kolaborasi antara investor melalui komunitas ini juga bisa menjadi langkah preventif terhadap penyebaran informasi yang salah atau manipulatif di pasar modal.

Salah satu opini Skydrugz27 (https://stockbit.com/post/10320207) yang berkaitan dengan regulasi adalah pandangannya tentang peran Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam melindungi investor ritel. Menurutnya, karena BEI adalah perusahaan terbatas (PT) yang berfokus pada profit, kepentingan utama mereka adalah memaksimalkan keuntungan bagi para pemegang sahamnya, bukan melindungi investor ritel. Ia menyoroti bahwa investor ritel hanya dianggap sebagai klien yang memberikan keuntungan melalui fee transaksi dan listing, dan perlindungan mereka merupakan efek sekunder dari upaya BEI untuk menciptakan rasa aman agar transaksi terus berjalan. Skydrugz27 juga mengkritik kebijakan BEI yang ‘meloloskan’ beberapa saham perusahaan yang merugi atau memiliki kualitas dan kredibilitas yang meragukan untuk listing di bursa. Ia berpendapat bahwa langkah tersebut dilakukan demi keuntungan BEI, tanpa memperhitungkan potensi kerugian yang dapat dialami oleh investor ritel yang membeli saham perusahaan tersebut. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya edukasi diri sendiri dan mengajak para investor ritel untuk memahami mekanisme pasar dan melakukan manajemen risiko secara bijak agar investor ritel dapat melindungi diri mereka sendiri.

Kasus penangkapan lima karyawan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2024 mengejutkan banyak pihak dan menimbulkan kekhawatiran terkait integritas pasar modal di Indonesia. Kelima karyawan tersebut diduga terlibat dalam praktik manipulasi pasar dan gratifikasi terkait proses IPO (Initial Public Offering), yang berpotensi merugikan investor, terutama investor ritel (Bineksari, 2024). Penangkapan ini menyoroti adanya celah dalam pengawasan internal di BEI, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga transparansi dan integritas perdagangan saham. Kasus tersebut juga memperkuat pandangan Skydrugz27 sebelumnya yang menyatakan bahwa BEI merupakan perusahaan terbatas (PT) yang hanya berorientasi pada profit dibandingkan dengan perlindungan investor.

Seiring dengan perkembangan teknologi di pasar modal, perlindungan investor ritel di Indonesia harus semakin diperkuat di masa depan. Kolaborasi antara regulator, pelaku pasar, dan institusi keuangan akan sangat penting untuk menciptakan pasar modal yang aman dan sehat bagi semua pihak. Edukasi yang berkelanjutan dan pengawasan yang ketat akan memastikan bahwa peningkatan jumlah investor ritel di Indonesia diikuti dengan perlindungan yang memadai terhadap risiko yang ada di pasar.

Daftar Pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun