Manusia memang diciptakan dan terlahir untuk berbeda-beda. Karena isi dunia memang tercipta berbeda-beda dan tidak ada satupun makhluk hidup yang tercipta identik sempurna satu sama lain. Dan justru dengan akal budi pikiran dan perasaan, manusia harus mampu bersikap dan memandang perbedaan yang merupakan suatu keniscayaan.
Ras sendiri merupakan pengklasifikasian manusia dalam populasi atau kelompok besar yang berbeda melalui ciri fenotipe, asal usul geografis, profil jasmani dan kesukuan yang terwarisi (wikipedia). Â Jadi Rasisme memang diciptakan oleh manusia itu sendiri untuk mengklasifikasikan manusia untuk suatu tujuan tertentu.
A.L. Krober membagi ras manusia dalam 4 kategori besar, yaitu Mongoliod (kulit kuning), , Negroid (kulit hitam), Caucasoid (kulit. Putih) dan ras-ras spesifik yang spesifik ditemui di wilayah wilayah tertentu seperti Bushman, Veddoid, Polynesian dan Ainu. Penggolongan ini tentu ditujukan untuk tujuan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian.
Dalam perkembangannya karena manusia bermigrasi dari satu wilayah ke wilayah lain maka terjadilah percampuran ras akibat perkawinan. Beberapa ras ada yang lebih dominan dibanding ras lain dan faktor dominan yang ada akan tetap tampak sekalipun terjadi percampuran akibat perkawinan.
Sebagaimana suku bangsa atau suku dalam suatu bangsa, pembedaan tersebut memang ada dan diciptakan sebagai suatu penanda untuk memudahkan identitas untuk berbagai tujuan.
Sebagai makhluk sosial yang berinteraksi, memiliki akal pikiran dan budi pekerti, maka perbedaan ras manusia tersebut tidak lagi relevan untuk dipergunakan diluar tujuan utama sebagai penanda fisik asal keturunan manusia. Karena sosialisasi yang menciptakan kultur atau budaya menjadikan manusia dalam kasifikasi ras yang sama, bisa memiliki kualitas perilaku yang berbeda beda, yang ditentukan oleh kehidupan dan lingkungan sosiologisnya.
Apa yang saya tuliskan ini sebenarnya ingin mengkomentari isu isu rasisme atau anti-rasisme yang menurut pendapat saya kurang tepat. Mengingat secara klasifikasi manusia memang berbeda ras seperti halnya suku bangsa atau suku dalam suatu bangsa.Â
Perbedaan tersebut adalah sesuatu keniscayaan dan sesuatu yang tidak seharusnya ditiadakan karena manusia memang berbeda beda, dan klasifikasi yang dibuat seharusnya semata mata digunakan hanya sebatas untuk tujuan klasifikasi tersebut dibuat.
Kasus George Floyd di US sebenarnya bukan persoalan rasisme, kasus ini lebih merupakan isu mentalitas manusia dan pemikiran manusia yang sebagaimana saya kemukakan di atas bisa kualitasnya bisa sangat berbeda beda tergantung kondisi sosio-kultural dimana seseorang hidup dan dibesarkan.Â
Bagaimana orang menilai orang lain, kemampuan menghargai orang lain, dan berempati kepada orang lain, bukanlah persoalan rasisme. Ini adalah persoalan kualitas cara berpikir dan mentalitas manusia dalam bersosialisasi.
Hal ini penting untuk dipahami, karena Indonesia sebagai bangsa yang majemuk, secara alamiah memiliki perbedaan yang alami seperti suku, agama dan perbedaan lain yang nyata adanya.Â
Perbedaan yang ada, sekali lagi seharusnya dipergunakan hanya sebatas pada tujuan klasifikasi tersebut dibuat, sehingga sangat tidak tepat jika memandang perilaku manusia, kualitas mentalitas atau kualitas hidup seseorang dengan menggunakan klasifikasi suku atau agama misalnya. Karena klasifikasi tersebut tidak ditujukan untuk itu.
Oleh karena itu, sudah selayaknya manusia Indonesia memahami makna filosofis Bhinneka Tunggal Ika, yang merupakan statement nyata bahwa bangsa ini memang terdiri dari manusia-manusia yang berbeda-beda yang mengikatkan dirinya dalam satu kesepakatan identitas final Indonesia.
Persoalan isu yang dinyatakan sebagai isu rasisme di US biarlah menjadi urusan dalamm negeri USA. Namun satu yang harus kita pahami dalam melihat kasus tersebut, bahwa sejatinya persoalan yang timbul bukanlah persoalan kulit putih dan kulit hitam. Tapi merupakan persoalan seorang George Floyd dan Derek Chauvin yang terlahir berbeda, dibesarkan dengan kultur yang berbeda dan tumbuh dan berkembang dalam lingkungan sosio-kultural yang berbeda.
Jadi mari bersama sama menghargai perbedaan dengan tidak memaksakan untuk meniadakan perbedaan yang sejatinya memang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H