Mohon tunggu...
Startika Indah
Startika Indah Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

dummy mommy

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dari Si Tukang Ngluku Untuk Ratu Babu

24 November 2012   07:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:44 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

berseteru

mendadak menjadi fardhu

dunia maya meningkat seru

sejak surat yang dilem ludah bau

tebarkan saling caci sekeras kokok si Jalu

ratu yang belagu

kan setara dengan babu yang wagu

bila abaikan kesantunan berperilaku

dan derajat pun layu

sedang babu yang kemayu

pun tak ubahnya ratu saru

saat bertutur tak ubahnya Wau-wau

[]

siapapun kau

ratu atau babu

mengapa harus begitu

bukankah akan lebih syahdu

bila kau dan aku

bahu membahu

kendalikan diam dan tinggikan tawaddu

jaga maruah sebagai seorang ibu

sebab hati kitapun telah tahu sama tahu

tentang sejarah dan aib yang sejatinya tabu

untuk diumbar atau kita memang tak tahu malu

ratu

atau

babu

pikirkan dua kata yang lugu

dua sebutan yang saling perlu

sebab tak akan ada ratu

bila alpa kinerja si babu

dan tak akan ada gemerincing di saku

yang ceriakan hati babu

bila terhenti dolar dan dinar melaju

dari rekening ratu

[]

berhentilah berjibaku

dalam kata setajam sembilu

cemooh asu

atau olok-olok tak lucu

apapun itu

hanyakan perpanjang derita di kalbu

mari, ambil air wudhu

lalu duduk bersama di bangku kayu

setarakan dagu

sejajarkan bahu

tanggalkan mahkota ratu

dan lipat terlebih dahulu

celemek babu

mari, bicarakan apa yang mengganjal di hatimu

hatiku, hati kita berdua, kau dan aku

usirlah galau

karena rasa malu

usah ragu

menukil rindu

sebutlah maaf jangan mulutmu terus diwiru

dan ku takkan meragu

julurkan tangan memohon afwanmu

agar persoalan keluar dari rancu

agar dendam lekas dihalau

dan hati yang semula tatu

tergerus oleh deru debu

kembali selembut beludru

terjaga indah dalam cupu

setelahnya damai dalam kidung merdu

mari bersama kita serbu

kaukah si babu,

akukah sang ratu

atau kaukah sang ratu

dan aku si babu

sepertinya bukan itu

yang akan ditanyakan dalam kubur batu

Tuhan hanya mau

bekalmu penuh, untuk jalan yang kan dituju

jadi, sekarang terserah gue ‘n lu

akankah terus umpatan diadu

atau ketok palu

pada tengkar yang ngga ku’kuu…

oke deh, demikianlah bapak dan ibu

makaten kemawon, ndara kakung lan ndara ayu

kaya kuwe baen, kakang karo mbekayu

kubuat sambil lalu

tapi semoga saja payu

hehehe, iya aku mengaku

dalam hati berharap doku

seperti janji sigaraning nyawa tuan arab badu

ning, angger ora detuku

ya, idhep-idhep ngasah utek ben ora beku

ngajar driji ben ora kaku

nglatih ilat ben ora kelu

merga sejam kesuwen kemu

karo mecucu

[]

baiklah kalau begitu

aku pamit dulu

tapi sebelum kuberlalu

tak lupa kuraih sesuatu

adalah gincu

sanguku nggaru

eh, sapa tau

di pematang kelabu

kepethuk karo ratu

sing agi nggolet babu

utawane ngempit recehan nggo aku

si tukang ngluku

~~

Mohon maaf untuk setiap kata yang tidak berkenan, tak ada niatan lain kecuali turut berpartipasi dengan harapan yang terselip semoga pupus sudah apapun persoalan yang pernah terjadi

Kosa-kata: wagu=aneh; saru=tak pantas; diwiru=dilipat; afwan=maaf; tatu=luka; makaten kemawon=begitu saja; ndara kakung lan ndara ayu=tuan dan nyonya; kaya kuwe=begitulah, payu=laku; sigaraning nyawa=garwa/istri; ning, angger ora detuku=tapi, kalau tidak dibelipun; ya, idhep-idhep ngasak utek ben ora beku=hitung-hitung mengasah otak supaya tidak beku; ngajar driji ben ora kaku=mengajar jari supaya tidak kaku; nglatih ilat ben ora kelu=melatih lidah supaya tidak kelu; merga sejam kesuwen kemu=karena sudah satu jam kumur-kumur; karo mecucu=dan mulut mengerucut; sanguku nggaru=bekal ke sawah; kepethuk karo=berpapasan dengan; sing agi nggolet=yang sedang mencari; utawane ngempit recehan nggo aku=atau sedang menyimpan uang receh untukku; si tukang ngluku=si petani

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun