Tiba-tiba warganet heboh menjelang lebaran. Bukan gara-gara arus mudik, bukan. Bukan pula karena harga sembako, bukan. Heboh itu bermula dari fatwa Jonru kepada pengikut-pengikutnya.
Tak ada yang salah, apalagi keliru, dari maklumat atau amar atau pengumuman yang dikumandangkan oleh Tuan Jonru. Tentu saja tidak salah atau tidak keliru menurut beliau. Sekali lagi, menurut beliau.
Maklumat melupakan Masjid Istiqlal, misalnya. Bagi penduduk Kappoka, sebuah kampung di Sulsel yang rasanya sulit ditemukan di peta purba, tentu memberatkan dan merepotkan jika harus salat Ied di Istiqlal. Jadi, masih logis anjuran Tuan Jonru itu.
Amar supaya tidak ke Masjid Istiqlal karena juru khotbahnya adalah Pak Quraish Shihab, itu juga benar. Tidak salah, tidak keliru. Tentu saja benar dan tidak salah dan tidak keliru menurut Tuan Jonru. Beliau bebas bertitah apa saja dan tanggung jawabnya sendirilah semua yang dilafalkan oleh lidahnya.
Teman-teman yang tidak sepakat dengan fatwa Tuan Jonru tidak perlu mencak-mencak, marah-marah, apalagi sampai mencaci maki doi. Sesungguhnya Ramadan meninggalkan ilmu menahan diri kepada kita, jadi senyum-senyum sajalah. Anggap saja doi sedang membuka jalan perenungan bagi kita agar awas pada lidah dan jemari.
Seruan Tuan Jonru tak perlu pula jadi muasal kita untuk membanding-bandingkan antara doi dan Pak Quraish Shihab. Mendingan kita masuk ke dalam diri kita, menemui batin kita, mengajak hati kita membincangkan apa yang telah dan akan kita lakukan pada sisa umur yang tak seberapa ini. Kita jarang mengobrol dengan hati sendiri, barangkali.
Semoga kita bisa memetik hikmah Ramadan, terutama esensi sabar dan sadar, termasuk menyabari dan menyadari fakta bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Selamat berlebaran. Mohon maaf lahir dan batin.
Kandangrindu, Juni 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H