Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kelakar Raja Dempul dan Mural yang Terbungkam

19 Agustus 2021   15:18 Diperbarui: 19 Agustus 2021   15:31 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cara mencari perhatian yang jitu sudah dikuasai oleh Faldo, yakni ngomong ngawur. Ini perlu kita tilik dengan saksama. Pesawat yang sedang mendapat perawatan rutin di mata Faldo ternyata perlu didempul dan dicat ulang. Temuan baru yang sangat terbarukan.

Syahdan, sebelumnya kita mustahil mendengar ada pesawat yang didempul dan dicat ulang. Itu hanya terjadi setelah Faldo membela mati-matian kebijakan perawatan pesawat kepresiden yang menelan anggaran sebesar Rp2 miliar. Bagi rakyat, itu kebijakan yang tidak populis saat kita sedang direpotkan oleh pageblug. Bagi Faldo, itu biasa-biasa saja.

Cara mencuri perhatian yang ampuh sudah dikuasai dengan baik oleh Faldo, yakni ngumbar bacot. Taktik ini cukup jitu. Lihatlah cuitan Faldo di Twitter yang mengutip berita berjudul "Faldo Maldini: Lapar Kita Beli Makan, Bukan Cat". Dalam rentang beberapa menit, cuitan Faldo sudah dilahap netizen.

Ndilalah, klausa "lapar kita beli makan" muncul sebagai perisai untuk menahan terjangan mural "Tuhan, aku lapar" yang lebih dulu menjadi perhatian warganet. Mural itu viral lantaran tidak butuh waktu lama untuk segera hilang dari pandangan. Ternyata mural tersebut dicat ulang.

Jurus "mencari dan mencuri perhatian" yang dipertunjukkan oleh Faldo patut diperhatikan oleh calon politisi milenial. Jangan ingat, cukup diperhatikan. Apalagi sampai ikut-ikutan mengatakan bahwa pelukis mural dapat dituntut karena melanggar KUHP. Oh?

Benarkah pelukis mural sebegitu ditakuti sehingga diburu polisi dan karyanya mesti dicat ulang? Lah, kritik di negara demokratis adalah perkara biasa. Apalagi kritik yang disampaikan melalui corong seni. Tidak ada yang perlu ditakuti. Keran kreativitas tidak boleh tersumbat, begitu pula dengan keran kritik.

Mural adalah karya seni. Tidak perlu ditakuti, tidak perlu dibungkam. Mungkin hal itu yang abai diperhatikan atau sengaja tidak diperhatikan oleh Faldo. Ah, cupu.

Akan tetapi, Faldo hanya menjalankan kewajibannya untuk memuluskan karier politik. Kita tidak usah mangkel, apalagi sampai sewot tujuh turunan. Kita malah mendapat pelajaran berharga dari Faldo: yang mati-matian membenci suatu ketika bisa mampus-mampusan membela.

Lantas, apakah hubungan antara Cesare Maldini dan Paolo Maldini dengan Faldo Maldini? Tidak ada! [kp]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun