Banyak orang yang menyangka bahwa buku adalah pintu pengetahuan. Saya pikir, sangkaan itu betul. Hanya pintu. Kita tidak akan tahu apa-apa jika hanya membeli atau memiliki buku. Agar bisa berpengetahuan, kita harus punya kunci untuk membuka pintu itu. Kuncinya bernama cinta.
Seseorang yang mencintai buku belum tentu punya banyak pengetahuan. Mencintai saja tidak cukup. Kita harus punya mental rajin. Lebih tepatnya, rajin membaca.Â
Dengan kata lain, cinta buku mungkin hanya berakhir pada menumpuk koleksi buku. Adapun rajin membaca boleh jadi akan berakhir pada "merasa tidak apa-apa selepas melahap satu buku".
Cinta dan rajin, itulah dua kunci membuka harta karun dalam sebuah buku. Seseorang bisa saja rakus membaca lantaran dirinya dirasuki cinta berlebih. Makin rakus makin merasa lapar. Makin banyak yang ia baca makin terasa kurang yang ia ketahui. Itulah tabiat kutu buku.
Nah, tulisan receh ini tidak saya niatkan untuk mengagihkan tip rakus membaca. Ada hal lain yang tiba-tiba terlintas di dalam benak saya. Ternyata banyak istilah menarik tentang kutu buku yang layak kita kenal. Mari kita sibak satu demi satu.
Apakah kamu suka memotret buku yang tengah kamu baca? Itulah bukarazi. Sebenarnya dalam bahasa Inggris disebut bookarazzi, gabungan dari book dan paparazzi, tetapi saya memulung kata itu dan menyesuaikan penulisannya dengan kaidah bahasa Indonesia.
Pada satu sisi mungkin seseorang yang gemar memotret dan memajang foto buku di media sosial hanya sekadar pamer. Boleh jadi begitu.Â
Namun, pada sisi lain mungkin saja hobi bukarazi bertautan erat dengan promosi buku. Jadi, penulis dan penerbit mesti berterima kasih kepada mereka.
2. Bibliofili
Dalam bahasa Inggris disebut bibliophile. Istilah ini berakar dari bahasa Yunani, yakni dari kata biblio (buku) dan philos (teman). Dahulu kala, sejak tahun 1820, istilah ini digunakan bagi pencinta buku yang mengoleksi demikian banyak buku, baik dalam bentuk buku cetak maupun manuskrip atau naskah.