Anda warga Indonesia? Jika jawaban Anda "ya" dan merawat wawasan "katak di bawah tempurung", sebaiknya jauhi artikel ini. Jika jawaban Anda "ya" dan tipis kuping, tolong hindari artikel ini. Saya khawatir Anda sewot, dongkol, lalu dendam dan makan hati.
Saya juga orang Indonesia. Saya pun bangga menjadi bagian dari Indonesia. Rasa bangga itu tertanam kuat di dasar kalbu. Hanya saja, saya tidak bangga secara membabi buta. Jika melihat sesuatu yang berasa kurang elok, saya kritik. Siapa tahu kritik itu bisa menjadi obat. Mungkin pahit, tetapi berpotensi membabi buta.
Itu pasal mengapa saya meminta kerabat pembaca yang mudah naik pitam agar tidak membaca artikel ini. Bukan apa-apa, saya akan mengudar hal-hal buruk dari orang Indonesia. Saya sering mengulas hal-hal baik, tentu sah pula jika saya mengumbar yang buruk-buruk.
Langsung saja, ya.
Pertama, rajin membuang sampah sesuka hati. Rajin, tetapi serampangan. Ada tempat sampah, puntung rokok dibuang sembarangan. Botol air kemasan dilempar begitu saja. Ada  yang lebih parah. Meskipun terpasang maklumat "dilarang membuang sampah di sini", tetap saja main langgar. Mata melek, hati buta.
Kedua, pintar memelihara "jam karet". Bagian ini tidak ada kaitannya dengan perkebunan karet dan perusahaan jam tangan. Maksud saya, jam karet adalah telat datang. Acara pukul sembilan, muncul pukul sepuluh. Sudah telat, tidak ada tampang bersalah pula. Begitu hadir, kasak-kusuk bertanya "sudah sampai di mana pembahasannya".
Ketiga, tangkas menyembunyikan kecewa. Ada yang menyenggol lengan sontak bilang "tidak apa-apa", tetapi misuh-misuh di dalam hati. Parahnya, main belakang. Di depan yang bersangkutan bilang "tidak apa-apa", di belakang yang bersangkutan sibuk menyulut gosip. Kalau ada apa-apa, jangan bilang tidak apa-apa.
Keempat, cekatan mengorek kesalahan orang. Jika sudah sewot bukan kepalang, gairah kepo meledak-ledak. Agama diseret-seret, ras disebut-sebut, suku dibawa-bawa. Kesalahan kecil dikasih bumbu. Yang semeter menjadi sedepa. Giliran aib sendiri disimpan rapat dalam laci terkunci dan laci itu ada dalam lemari yang terkunci pula.
Kelima, gesit merujak pengkritik. Jika ada orang atau sekelompok orang yang mengkritik seseorang atau sesuatu, kontan caci maki berhamburan. Isi kebun binatang dikeluarkan. Kadang diikuti seruan "pindah negara saja" atau "ke laut saja". Mengurus visa saja ribet, apalagi pindah kewarganegaraan. Bisa berenang di laut saja berbahaya, apalagi cuma tahu gaya botol dan batu.
Itulah lima perkara memilukan dan memalukan yang dimiliki oleh warga negara "tambah enam dua". Kadang nasionalisme meledak-ledak, giliran bayar pajak malas tiada terkira. Kadang rajin berteriak ketika berada di luar lingkar kekuasaan, tetapi langsung kicep begitu mendapat jabatan atau menduduki kursi basah.
Bagi pembaca yang setia hingga akhir hayat artikel, terima kasih. Sekalian maaf, sebab saya tengah sungkan berbasa-basi. (kp)