Sekalipun sudah keluar rumah sakit sejak 4 Februari 2021, jejak korona dan tipes belum benar-benar hilang dari tubuh saya. Selain tekanan darah yang belum mencapai normal, sakit kepala yang kambuhan, sendi-sendi yang sering linu tanpa sebab, tenaga juga belum pulih seperti sediakala.
Duduk sebentar, tulang punggung menjerit. Berjalan setengah kilometer, pandangan minta maaf. Angkat galon, tulang lengan meratap. Hanya angkat tangan buat berdoa yang bisa cukup lama. O, masih ada satu, memegang gawai.
Ndilalah, Kompasiana menawarkan topik pilihan. Kerja sampingan. Wah, kepala saya langsung tersengat "listrik" gagasan. Rasa-rasanya topik itu dihadiahkan khusus oleh Kompasiana buat saya. Boleh sedikit ge-er, kan? Kalau banyak, namanya gede rasa. Hiks!
Saya yakin, Admin Kompasiana sengaja. Andaikan tidak sakit pun, saya tetap tersanjung. Bukan apa-apa. Admin Kompasiana tahu benar bahwa pekerjaan utama saya adalah menulis. Sampingannya macam-macam. Kadang mengisi pelatihan, kadang menyunting naskah, kadang berkomentar di artikel Kompasianer lain.
Nah, selama sakit, dunia kerja saya berubah. Pekerjaan utama saya, ya, sakit. Itemnya macam-macam. Dari minum obat secara teratur hingga berdoa tanpa kenal malu. Dari tidur sepanjang hari sampai tidur sepanjang malam.
Ketika sehat, tidak pernah saya mencapai angka 67 artikel. Jangankan 67, 60 dan 64 artikel saja belum tersentuh. Begitu sakit dan mesti tirah baring di dipan, buset, produktivitas meroket. Rata-rata dua artikel tiap hari. Plus bonus dua artikel yang terkarantina. Hehehe.
Bagaimana dengan kualitas tulisan? Sekalipun sakit, saya mati-matian menjaga kualitas tulisan. Kalaupun ada yang berubah, paling banter pada sajian infografis. Saya belum mampu membuat infografis di gawai. Berasa tidak nyaman. Itu saja.
Dari 64 artikel itu, sembilan artikel masuk Artikel Utama. Sisanya, Pilihan. Sepanjang Maret, hanya dua hari saya tidak sempat menulis. Hanya pada tanggal 4 dan 26. Kala itu kondisi drop banget. Boro-boro mengetik, membaca saja puyeng.
Mula-mula berat, lama-lama terbiasa. Ilham kayak jatuh dari langit. Melihat berita, gagasan tiba. Membaca linimasa, gagasan datang. Mengeja resep, gagasan muncul. Ada saja sumur ide. Cecak diam-diam merayap saja cukup buat memantik ide. Dengar lagu Chrisye, jadi tulisan.
Lumayan. Pengunjung bilik saya di Kompasiana cukup banyak. Ya, bulan ini, mengacu pada tampilan angka di akun saja mencapai 52.629 pembaca. Kompasianer yang memberikan “suara” ada 3.350 orang. Cuma saya tidak menghitung berapa yang memilih aktual, berapa yang memilih tidak menarik. Malahan ada 1.158 komentar.
Apa saja yang saya tulis? Macam-macam. Seenak benak saya saja. Sedang kepincut politik, ya, menulis tentang politik. Tengah tersengsem olahraga, saya anggit artikel olahraga.
Artikel viral ada 16 buah. Ini yang terbanyak. Menyusul artikel politik (11), bahasa (5), edukasi (3), hobi (3), puisi (2), musik (2), bola (2), hukum (2), pemerintahan (2), media (2), diari (2), hobi (2), serta bulutangkis, ekonomi, makanan, hukum, pemerintahan, sosbud, love, worklife, karier, humor, dan humaniora masing-masing 1 artikel.
Apa rahasia di balik produktivitas yang “ajaib” itu? Iseng. Itu jawaban saya. Daripada bengong lebih baik menulis; daripada melamun kosong lebih baik saya melamun buat mencari gagasan.
Saya kalau sakit, ya, begitu. Kalau istri lagi di depan mata, saya bermanja-manja. Minta pijitlah, minta saudade alias memainkan jari-jemari di sela-sela rambutlah, macam-macam. Istri pergi, saya membaca. Memangnya hanya orang sehat yang boleh manja-manjaan dengan pasangan?
Yang tidak boleh manja-manjaan itu, ya, orang yang belum punya pasangan. Gawat darurat nanti jadinya. Maka dari itu, sakitlah biar produktif. Hehehe. Abaikan anjuran itu. Saya saja kangen sehat, kok. [kp]
Silakan klik juga: Sebuah Seni Berpikir Negatif