Aku ingin bercerita kepadamu, Sobat, tentang seseorang yang tidak bersalah apa pun pada satu peristiwa, tetapi namanya terseret-seret. Itu tidak terjadi di dekat rumahmu, tidak juga di sekitar gubuk reotku. Itu terjadi jauh di luar sana, di benua biru, di negara bernama Inggris.
/1/
Alangkah malang nasib Loris Karius, Kawan. Satu pekan lalu, namanya kembali berkumandang di media sosial. Bukan karena netizen mengenang amal perbuatan baiknya selama di Liverpool, melainkan untuk menjadi bahan bakar gibah.
Ketika Karius mulai tenteram di perantauan, setelah ia "disekolahkan" jauh-jauh ke Union Berlin, warganet tetap saja menghubungkan dirinya dengan Liverpool. Ia masih keranjang sampah tempat netizen membuang rasa dongkol.
Alisson blunder, Karius disalah-salahkan. Fan Liverpool juga ikut-ikutan mengungkit masa lalu Karius. Tatkala Liverpool menjamu Manchester City, tatkala Alisson dua kali melakukan kesalahan fatal, Karius menjadi sasaran cibiran.
Malang benar nasib Karius. Seusai melakukan blunder ganda pada laga final Liga Champions Eropa 2018, ia diasingkan ke klub Besiktas. Dua tahun masa pertapaannya di sana sebagai "penebusan dosa" atas kesalahannya: memudahkan Real Madrid mengangkat trofi.
Masa pertapaan berakhir pada tahun 2020. Karius pulang dengan riang hati ke Liverpool. Ia berharap mendapat tempat setelah dua tahun diasingkan. Ternyata tidak. Ia mesti pergi lagi. Kali ini ke Union Berlin, Jerman, klub tempat pengasingan barunya.
Minggu lalu, ketika si Merah kalah di hadapan si Malaikat Biru, fan Liverpool dan penyuka sepak bola kembali mengumandangkan namanya.
Jikalau kita mau berpikir positif, namanya disebut-sebut lantaran masih banyak orang yang mengenang riwayatnya. Apabila kita berpikir negatif, mengaitkan blunder Alisson dengan Karius tiada berbeda dengan mengorek-ngorek kesalahan orang lain.
Sungguh getir nasib Karius, Kawan. Semalam namanya kembali dikumandangkan. Liverpool kalah lagi. Sudah enam laga berlalu dengan kekalahan beruntun. Tiada hujan tiada angin, tiada khilaf tiada keliru, kekalahan Liverpool kembali dikait-kaitkan dengan Karius.
Awalnya begini. Pada menit ke-80, pemain Liverpool mengurung pertahanan lawan. Hanya dua bek yang menemani Alisson di belakang. Pemain Leicester berhasil merampas bola. Jatuhlah bola di kaki Tielemans. Melihat celah di pertahanan lawan, ia kirim umpan lambung ke penalti lawan.
Alisson maju menghalau bola. Mestinya ia berteriak kencang agar Ozan Kabak melepas bola. “Woy, Kabak, aku maju. Kau lepas bola saja!” Kira-kira begitulah. Ini tidak. Alisson malah menabrak teman sendiri. Kabak terjatuh. Verdy menadah bola liar, menggiringnya ke daerah penalti, dan “durian runtuh” ia lahap karena gawang lawan sudah kehilangan centeng.
Sayup-sayup terdengar suara Ariel Noah. Dan terjadi lagi. Kisah lama yang terulang kembali. Blunder Alisson kembali menggiring ingatan netizen kepada Karius. Tiada salah tiada silap, Karius terbawa-bawa. Alisson kerasukan Karius, kata warganet. Alisson kena virus Karius-18, kata yang lain. Alisson makan durian, eh, Karius ketiban getah.
Pendek kata, seringan atau seberat apa pun derita kekalahan yang menimpa Liverpool, Karius ada di sana selaku tong sampah. Sungguh tidak mudah menjadi Karius. Jauh dicari-cari, dekat dicaci-caci.
Semoga Loris Karius tetap tangguh. Biarkan air mata jatuh ke perut, bukan menetes ke pipi. Ya, duka akibat dua kali diasingkan tidak perlu menjadi dendam. Anggap saja kekalahan gara-gara kesalahan. Bagaimanapun, Karius harus bersyukur karena selalu lekat dalam ingatan netizen.
Satu peribahasa Makassar cocok Karius ingat. Punna tena bajikku, kodiku tosseng alle ukrangi. Jika tiada kebaikan dariku, biarlah keburukanku yang kalian kenang. Hapus dendam dan benci, ganti dengan kasih dan sayang. Mumpung Hari Valentine.
Lalu, pulanglah dengan satu tembang.
Aku pulang tanpa dendam. Kuterima kekalahanku. Aku pulang tanpa dendam. Kusalutkan kemenanganmu. Kauajarkan aku bahagia, kauajarkan aku derita. Kautunjukkan aku bahagia.
Begitulah, Karius. Pulanglah nanti dengan kepala tegak, dengan lagu permaafan Sheila on Seven, dengan sebuah karton merah di dada bertuliskan: Berhenti Berharap! [kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H