Alisson maju menghalau bola. Mestinya ia berteriak kencang agar Ozan Kabak melepas bola. “Woy, Kabak, aku maju. Kau lepas bola saja!” Kira-kira begitulah. Ini tidak. Alisson malah menabrak teman sendiri. Kabak terjatuh. Verdy menadah bola liar, menggiringnya ke daerah penalti, dan “durian runtuh” ia lahap karena gawang lawan sudah kehilangan centeng.
Sayup-sayup terdengar suara Ariel Noah. Dan terjadi lagi. Kisah lama yang terulang kembali. Blunder Alisson kembali menggiring ingatan netizen kepada Karius. Tiada salah tiada silap, Karius terbawa-bawa. Alisson kerasukan Karius, kata warganet. Alisson kena virus Karius-18, kata yang lain. Alisson makan durian, eh, Karius ketiban getah.
Pendek kata, seringan atau seberat apa pun derita kekalahan yang menimpa Liverpool, Karius ada di sana selaku tong sampah. Sungguh tidak mudah menjadi Karius. Jauh dicari-cari, dekat dicaci-caci.
Semoga Loris Karius tetap tangguh. Biarkan air mata jatuh ke perut, bukan menetes ke pipi. Ya, duka akibat dua kali diasingkan tidak perlu menjadi dendam. Anggap saja kekalahan gara-gara kesalahan. Bagaimanapun, Karius harus bersyukur karena selalu lekat dalam ingatan netizen.
Satu peribahasa Makassar cocok Karius ingat. Punna tena bajikku, kodiku tosseng alle ukrangi. Jika tiada kebaikan dariku, biarlah keburukanku yang kalian kenang. Hapus dendam dan benci, ganti dengan kasih dan sayang. Mumpung Hari Valentine.
Lalu, pulanglah dengan satu tembang.
Aku pulang tanpa dendam. Kuterima kekalahanku. Aku pulang tanpa dendam. Kusalutkan kemenanganmu. Kauajarkan aku bahagia, kauajarkan aku derita. Kautunjukkan aku bahagia.
Begitulah, Karius. Pulanglah nanti dengan kepala tegak, dengan lagu permaafan Sheila on Seven, dengan sebuah karton merah di dada bertuliskan: Berhenti Berharap! [kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H