Bukan hanya belakangan ini elite Partai Demokrat menyindir Joko Widodo dan keluarga. Itu berlangsung sejak jauh-jauh hari. Ambil tahun terdekat saja, tahun 2019, tatkala Gibran dan Bobby ikut bertarung di pilkada. Dari situ bermula Partai Demokrat seperti tuan tanah yang kebakaran jenggot akibat romantisisme kekuasaan.
Jika kita tengok satu peristiwa pada tahun 2019, terkuak gejala ketertarikan elite Partai Demokrat, selanjutnya saya singkat Demokrat, terhadap keluarga Jokowi yang sekarang masih nongkrong manis di Istana Bogor. Keluarga Jokowi seperti gulali yang meneteskan air liur orang Demokrat.
Ketika elektabilitas Gibran Rakabuming Raka mencuat ke permukaan, ketika putra sulung Jokowi ditengarai bisa maju di Pilwalkot Surakarta, ketika potensi kemenangan Gibran mencapai 55%, Deputi Balitbang DPP Partai Demokrat Syahrial Nasution ikut-ikutan menyindir.
Kata Syahrial, dikutip wartaekonomi.co.id, Gibran bisa melenggang karena saat ini masih sebagai anak Presiden. "Gibran anak Presiden, bukan anak Pak Lurah," ujar Syahrial. Artinya, menurut Syahrial, Gibran tidak akan semoncer itu elektabilitasnya apabila ia hanya seorang anak Pak Lurah.
Tatkala elektabilitas Gibran makin moncer, tatkala peluang keterpilihan makin tokcer, tatkala PDI Perjuangan benar-benar memajukan Gibran ke panggung tarung pilwalkot, elite Demokrat lagi-lagi kegatalan kumis. Naga-naganya rasa gatal itu bakal menjadi-jadi jika elite Demokrat tidak menyindir fenomena itu.
"Baru kali ini sejak reformasi ada anak presiden yang sedang menjabat maju pilkada. Bukan hanya satu orang, melainkan dua orang sekaligus," ujar Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon, sebagaimana dilansir detik.com.
![Ketika elektabilitas Gibran moncer, elite Partai Demokrat gatal cambang (Foto: Antara/Aprilio Akbar)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/02/12/gibran-rakabuming-raka-202315-small-602681658ede48269221fd52.jpg?t=o&v=770)
Boro-boro pengalaman di dunia politik, Gibran menjadi anggota partai saja nanti pada detik-detik akhir pencalonan. Bandingkan dengan Ibas yang sudah bertahun-tahun di dunia politik, menjabat posisi keren pula di partai, tetapi hanya berani maju pada pemilihan kelas "keroyokan" seperti pileg. Nyali Ibas masih sebatas berjuang untuk menuju Senayan, itu pun di dapil leluhurnya.
Baru-baru ini Gibran kembali disentil oleh elite Demokrat. Gara-gara pembahasan RUU Pemilu mandek di Senayan, elite Demokrat kembali menyulut ricuh. Seolah-olah rambut mereka penuh kutu akibat belum keramas selama tiga pekan tiga hari tiga jam.
Kali ini giliran Andi Arief yang tidak sanggup menahan gatal lidah. Alih-alih berjuang mati-matian menggalang dukungan di Senayan agar RUU Pemilu terus dibahas, agar Pilkada 2022 dan 2023 tidak diundur hingga 2024, dinukil cnnindonesia.com, Arief malah menyeret-nyeret nama Jokowi.
Nama elite Demokrat yang satu ini memang belakangan terlihat getol menggelitik Pak Presiden. Setelah menyikut Moeldoko selaku tersangka penata kudeta Demokrat, ia gatal mulut dengan menyebar gosip murahan tentang Pak Jokowi menjitak Moeldoko. Lucu sekaligus tidak lucu.