Ketiga, Liverpool terlalu dengki kepada Manchester United. Dapat dikatakan bahwa saingan berat Liverpool di Liga Premier, jika takarannya raihan trofi, adalah Manchester United. Sejak Liga Primer bernama Divisi Utama, Liverpool duluan nangkring di podium juara. Tepatnya pada musim 1900/1901. Kala itu, Liverpool mematahkan dominasi Sunderland dan Aston Villa.
Pada musim 1905/1906, Liverpool kembali menjadi kampiun. Bagaimana dengan Manchester United? Klub kebanggaan penduduk Manchester itu baru bisa meraih gelar juara pada musim 1907/1908. Tidak heran jika Liverpool merasa lebih unggul.
Secara tidak terduga, Liverpool disalip oleh Setan Merah. Gelar juara pada musim 2010/2011 membuat MU memecahkan rekor baru: 19 kali juara. Pada musim 2012/2013, MU malah menjauh dengan 20 trofi. Rekor itu melampaui capaian 18 gelar milik Liverpool yang mangkrak sejak 1989/1990. Barulah Liverpool mendekat, dengan 19 kali juara, ketika mengangkat piala musim lalu.
Maka dari itu, Liverpool enggan menang melawan City. Bukan apa-apa, Bray. Kalau Liverpool menang, City kehilangan angka. Sekali saja City kehilangan angka, Manchester United bisa melesat dan adem di pucuk klasemen. Mana maulah Liverpool membiarkan MU mengangkat trofi ke-21. Ogah!
Keempat, jumlah gol Liverpool lebih sedikit. Saya serius, Sobat. Skor semalam berakhir timpang. Liverpool 1 (satu), City 4 (empat). Coba kalau dibalik, pasti Liverpool yang menang. Oke, tidak usah dibalik. Itu seperti melecehkan capain City. Ada versi lain. Misalnya, Liverpool lima gol dan City empat gol. Mau tidak mau, Liverpool yang menang.
Kalau saja itu terjadi, Liverpool tidak akan merajai topik tren di semua media sosial. Kurang sirep, sih!
Tabik, Khrisna Pabichara
Catatan: Semula ada kesalahan penghitungan gelar juara MU dan sudah diperbaiki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H