1
Cinta yang kita tahu, mata bagi pikiran yang buta dan telinga bagi perasaan yang tuli.
Seperti apakah "pikiran yang buta" itu? Pikiran yang buta, setahu kita, adalah pikiran yang hanya melihat dirinya sendiri, cuma tahu dirinya sendiri, hanya peduli pada perasaannya sendiri, menutup diri dari cinta pada sesama, membentengi diri dari pengharapan orang lain, membatasi kebaikan dalam dirinya, dan menjauhkan diri dari hakikat "manusia yang manusiawi".
Seperti apakah "perasaan yang tuli" itu? Perasaan yang tuli, setahu kita, adalah perasaan yang abai pada penderitaan orang lain, merasa dirinya sebagai pusat segalanya, mengira orang lain pelayan belaka, menduga orang lain tidak bisa apa-apa tanpa dirinya, mengecap orang lain sebagai keburukan saja, dan menjauhkan hatinya dari "memanusiakan manusia".
Kita tahu, kita bisa menghindari sikap "yang membutakan" dan "yang menulikan".
2
Cinta yang kita tahu, bukan sekadar memberi sesuai kemampuan.
Kita merasa bahwa memberi dan menerima adalah fondasi cinta. Tanpa dua hal itu, cinta tidak akan sempurna. Pencapaian cinta tidak semata-mata "saling memiliki", tetapi sekaligus "saling memberi".
Kita tahu: yang kurang padamu ada padaku, yang lebih darimu tiada padaku. Dengan begitu, cinta mencerahkan kita untuk memberi lebih dari kemampuan kita.
3
Cinta yang kita tahu, tidak mudah dipengaruhi.
Kita selalu ingat bagaimana cinta Dante kepada Beatrice. Tak sedikit orang yang mencibir pada pensyair tersohor itu, menganggapnya gila, mengiranya kehilangan akal sehat, dan cap-cap buruk lain yang mengerdilkan cintanya. Tetapi, cinta tidak mudah dipengaruhi.
Kita selalu ingat bagaimana cinta Maipa Deapati kepada Datu Museng. Tak sedikit orang yang berusaha memisahkan ia dari kekasihnya, menipunya dengan beragam muslihat, dan mengelabuinya dengan bermacam cara. Tetapi, cinta tidak mudah dipengaruhi.
Bagaimana dengan kita? Kita tahu, dada kita tabah karang yang abai pada muslihat gelombang.
4
Cinta yang kita tahu, takpeduli senang atau susah.
Kita mungkin bisa menyebut diri kita sebagai "yang paling malang", sebab banyak derita yang telah kita rasakan. Tetapi, kita lebih suka menyebut diri "yang paling beruntung", sebab lebih banyak lagi kebahagiaan yang kita nikmati.
Kita tahu, senang dan susah sama-sama menyuguhkan keindahan cinta bagi kita.