Perusahaan, entah besar entah kecil, mesti mempunyai budaya menangani krisis yang santun dan elegan. Bukan grasa-grusu, mentang-mentang, dan mau menang sendiri. Kalau tidak, nama perusahaan bisa tercemar. Semacam melontar kerikil ke jidat sendiri.
Begitulah yang tengah dialami oleh PT Eigerindo Multi Produk Industri--selanjutnya saya singkat Eigerindo. Akibat grasa-grusu menyemprit Youtuber Duniadian, komentar warganet berduyun-duyun merubungi tagar Eiger. Alih-alih mendapat nama baik, sempritan Eigerindo justru menyulut antipati. Dalam kacamata pemasaran, itu blunder yang fatal.
Pangkal soalnya adalah surat keberatan yang dilayangkan Eigerindo kepada Duniadian. Surat itu diunggah pemilik Duniadian, Dian Widiyanarko, di akun twitternya. Jagat twitter kontan gaduh. Riuh. Tahu sendiri watak netizen kita jika merasa "tersakiti".
Usut punya usut, ternyata isi surat Eigerindo yang jadi biang kerok. Kok, bisa? Ya, bisa. Lihat saja sendiri, Kawan. Nyelekit. Macam cari perkara. Sama sekali tidak menggambarkan penjenamaan (branding) yang elok.
- Keberatan pertama, kualitas video reviu yang kurang bagus dari segi pengambilan video yang menyebabkan produk kami terlihat berbeda, baik dari segi warna, bahan, dan detail aksesoris menjadi terlihat kurang jelas.
- Keberatan kedua, adanya suara di luar video utama yang dapat mengganggu (noise) sehingga informasi tidak jelas bagi konsumen.
- Keberatan ketiga, latar (setting) yang kurang "proper" bagi pengambilan video.
Tiga keberatan tersebut langsung ditanggapi oleh Dian. Menurut Dian, via @duniadian, konten reviu yang ia tayangkan bukanlah permintaan khusus dari pihak Eiger, melainkan inisiatif sendiri selaku pelanggan setia Eiger. Selain itu, produk yang ia reviu dibeli sendiri.
Dari sini, Eigerindo mulai melakukan blunder pertama. Pihak Eigerindo selaku penyalur Eiger kurang jeli melihat peluang pemasaran dan potensi penjenamaan perusahaan secara gratisan. Ingat, Dian bukan endorser. Ia berinisiatif sendiri.
Bahwa Eigerindo berusaha menjaga nama baik produk Eiger, itu tepat. Citra produk memang harus dijaga. Namun, cara penyampaian dan pernyataan keberatannya bertolak belakang dengan strategi promosi dari mulut ke mulut, sekaligus mencederai kemungkinan menjalin relasi dengan juru promosi tanpa keluar duit.
Hal itu menunjukkan rendahnya kemampuan tim hukum atau tim humas Eigerindo dalam menangani krisis. Bayangkan hasilnya andaikan Eigerindo menyatakan keberatan dengan cara yang santun dan elegan.
Kami berterima kasih atas inisiatif Duniadian mereviu produk kami. Tentu saja reviu itu sangat berharga bagi kami. Namun, kualitas videonya kami mohon sudi diperbaiki agar warna, bahan, dan detail aksesori produk kami tetap terjaga. Bersama ini kami kirimkan peralatan syuting yang memadai untuk memperbaiki kualitas video reviu tersebut.
Saya yakin, Duniadian lebih terbuka andaikan keberatan disampaikan dengan cara demikian. Itu taktik main rangkul, bukan main pukul. Tarik jadi kawan, bukan jadikan lawan. Satu pukulan yang dilontarkan justru menimbulkan gaduh yang membuat jenama Eiger menjadi bulan-bulanan netizen.
Bagaimana kalau kreator konten reviu produk berdatangan meminta bantuan? Cukup beri tahu bahwa peralatan untuk Duniadian itu bukan bantuan, melainkan proyek khusus pemasaran Eiger. Jadi, tidak semua kreator konten bisa kami penuhi permintaannya. Kelar, Bung!
Blunder kedua, pihak Eigerindo menjadikan tiga poin keberatan itu sebagai tameng dalih yang berakibat fatal. Dari poin keberatan tersebut, kami berharap Saudara memperbaiki dan/atau menghapus konten reviu produk kami yang saudara unggah di kanal Youtube milik Saudara.
Ternyata belum cukup. Eigerindo mengajukan saran yang sejatinya dapat dipandang sebagai tindakan perbuatan tidak menyenangkan atau pencemaran nama baik. Kami berharap Saudara menjadi Youtuber yang lebih baik lagi dalam mereviu video. Terlalu!
Kalimat penutup surat keberatan itu benar-benar bertolak belakang dengan taktik penjenamaan. Tidak heran jika Dian tersinggung. Untung saja Eigerindo tidak memperparah keadaan. Admin twitter buru-buru mengajukan permintaan. Demikian pula surat permintaan resmi yang dikirim lewat surel. Lebih untung lagi, Dian juga meminta maaf sekaligus memaafkan.