ADALAH Ambroncius Nababan (AN) si pemicu ricuh. Ia pantik riuh karena bacotnya yang rasial. Ia mencederai harkat kemanusiaan. Ia melukai martabat kemanusiaan. Ia menerjunbebaskan akal budinya ke jurang kegoblokan. Simak ocehannya di Facebook yang dipungkasi dengan foto Natalius Pigai.
Mohon maaf yang sebesar-besarnya. Vaksin Sinovac itu dibuat untuk manusia. Bukan untuk gorila, apalagi kadal gurun. Karena menurut Undang-Undang, gorila dan kadal gurun tidak perlu divaksin.Â
Akar perkaranya terletak pada siapa yang boleh dan tidak boleh divaksin. Itu menurut otak sengklek AN. Oh, bukan itu. Pokok masalahnya adalah vaksin tertentu dibuat untuk manusia. Jadi gorila dan kadal gurun tidak perlu divaksin.
Entah apa isi kepala saudara sebangsa kita ini. Jika kepalanya terbuat dari batu, pantaslah ia berkepala batu. Jika ia sebenarnya punya otak maka otaknya bakal laris dipasarkan karena jarang dipakai. Apalagi hatinya. Itu juga kalau punya.
Sesungguhnya perbedaan pandangan dan sikap politik tidak dapat kita jadikan alasan untuk berbuat rasial. Manusia tetaplah manusia. Manusia di mana-mana sama. Berbeda suku, ras, dan warna kulit tidak menjadikan seseorang lebih unggul daripada orang lain.
Tolong, Kawan, jangan jadikan AN sebagai teladan. Otak dan hatinya barangkali sudah ia buang ke tempat sampah. Itu sebabnya ia mengalami gagal pikir dan rusak tabiat. Itu sebabnya ia merasa dirinya Bung Jago, padahal Bungkusan.
***
RASIALISME atau rasisme adalah segala prasangka, diskriminasi, dan penentangan terhadap orang lain dari ras yang berbeda. Adapun rasial adalah pandangan berdasarkan ciri-ciri fisik ras atau suku bangsa, seperti warna kulit atau rambut.
Dalam ragam cakapan, orang yang berperilaku rasial disebut rasis. Ragam bakunya, rasialis. Mungkin masih saudaraan dengan akar kata basis (pembetot bas) atau pianis (pemain piano). Mungkin juga sekeluarga dengan asal pembentukan kata esais (penganggit esai) atau kolumnis (penulis tetap artikel).Â
Itu dari sudut muasal kata, ya, bukan dari sisi kecerdasan, keterampilan, dan kemahiran. Jangan dipelintir. Plis!
Apa yang dilakukan oleh Ambroncius memang sangat rasial. Ia benar-benar rasis. Tidak heran jika ia menjadi bulan-bulanan warganet. Malahan banyak warga Batak yang tersinggung akibat kelakuan bobroknya. Kebatakan dan keindonesiaan warganet merasa tersakiti.
Tabiat rasial bukan hanya dalam wujud sikap benci, kekerasan, dan intimidasi, melainkan dapatt pula dalam bentuk ledekan, olok-olokan, cemoohan, atau risakan. Media sosial menjadi wadah unjuk bejat kaum rasialis, lantaran jemari dapat dengan mudah menari di papantik dalam menumpahkan kebobrokan hati.