DUA hari belakangan ini nama Pandji Pragiwaksono berkibar di media sosial. Komika yang mahir mengocok perut itu mendadak jadi pusat perbincangan. Dapat juga disebut inti pergunjingan. Apa sebab? Ternyata dalam tayangan di kanal Youtube miliknya, doi membanding-bandingkan FPI dengan NU dan Muhammadiyah.
Perbandingan Pandji merujuk pada kesigapan FPI saat terjadi musibah, bencana, atau persoalah kehidupan sehari-hari. Menurut Pandji, FPI selalu ada ketika rakyat membutuhkan. Pendapat Pandji sepanjang tayangan video kerap ditumpukan pada pendapat sosiolog Prof. Thamrin Tomagola.
Itulah dasar argumen Pandji menyatakan pembubaran FPI sebagai sesuatu yang percuma. Selain itu, Pandji juga dengan tedas menyatakan bahwa sekalipun sekarang dibubarkan bisa saja pentolan FPI membentuk organisasi baru yang sejalan dan segaris dengan khittah FPI.
Apa hubungannya dengan NU dan Muhammadiyah?Â
Nah, ini dia muasal kekesalan warganet atas pernyataan Pandji yang menganggap NU dan Muhammadiyah tidak dekat dengan rakyat. Tentu saja banyak orang yang kebakaran janggut. Saya tidak termasuk, ya, karena janggut saya selalu habis tercukur rapi. Kumis dan cambang juga begitu. Oke?
Setelah menonton video yang menayangkan perbincangan Pandji bersama dua komika lain, Afif Xavi dan Fikri Kuning. Video yang tayang di kanal Youtube Pandji Pragiwaksono itu berjudul "FPI Dibubarin Percuma?" dalam durasi 53 menit 8 detik. Sepanjang menonton video itu, saya kerap menekan tombol jeda untuk merenung-renungkan isi perbincangan mereka.
Ada beberapa hal yang perlu saya udar di sini.
***
"FPI dekat dengan masyarakat," kata Pandji yang mengutip pendapat Prof. Thamrin Tomagola. "Dulu, tahun 2012, kalau ada anak yang mau masuk sekolah kemudian tidak bisa masuk, biasanya orangtua anak itu akan mendatangi FPI, dibikinkan surat, surat itu dibawa ke sekolah dan si anak akhirnya bisa masuk."
Mari kita sisir, Kawan. Poin pertama, Pandji mengutip pendapat Prof. Thamrin. Lumrahnya, ketika kita mengutip pendapat orang lain berarti kita ingin menguatkan asumsi, persepsi, atau gagasan kita. Jadi, sekalipun Pandji mengutip pendapat Prof. Thamrin tetap saja kutipan tersebut dipakai guna menguatkan argumen yang hendak disampaikan olehnya. Argumen apa? FPI dekat dengan masyarakat.
Poin kedua, FPI menakutkan sekaligus sering menolong warga. Guna memperkuat pernyataan tentang kedekatan FPI dengan masyarakat, Pandji menggunakan tamsil seorang anak yang mau masuk sekolah dan tidak bisa masuk. Tidak jelas mengapa anak tersebut tidak dapat masuk sekolah. Yang Pandji uraikan, orangtua si anak mendatangi FPI, dikasih surat, kemudian si anak bisa masuk sekolah.
Poin ini lemah. Kenapa? FPI cuma memberi surat, Pak Pandji. NU dan Muhammadiyah justru bikin sekolah di mana-mana. Pondok pesantren NU dan Muhammadiyah bertebaran di mana-mana. Perguruan tinggi NU dan Muhammadiyah juga ada di mana-mana.