HARI masih sangat pagi. Matahari belum menunjukkan diri. Pesan lewat WA sudah merobek-robek sunyi. Barcelona keok. Koeman belum juga mengangkat piala. Alih-alih cetak gol, Messi malah cetak kartu merah. Euy, jagoan maneh kang tampol!
Selaku pencinta Barcelona, berondongan pesan itu cukup mengejutkan. Para perusuh memang senang meledek saya tiap-tiap Barca kalah. Kontan saya buka kanal Los Cules di Youtube. Ya, Barcelona takluk 2-3 dari Athletic Bilbao di final Piala Superkopa Spanyol. Saya ulik Twitter, ya, Messi merajai tren cuitan. Benar, sang kapten tengah oleng.
Setelah menghadiahi Barca dengan ratusan gelontoran gol, setelah mengangkat gelar pribadi bergengsi sebanyak enam kali, setelah menjadi kapten di Blaugrana, setelah tampil membela Los Cules sebanyak 753 kali, Messi akhirnya mencetak rekor baru.
Bukan rekor penampilan terbanyak melampaui Xavi Hernandez, bukan. Kartu merah. Messi menerima kartu merah pertama sepanjang ia membela klub merah-kuning-biru itu. La Pulga, julukan Messi, sepertinya ngebet banget melengkapi rekor. Kini genap sudah rekornya dengan tambahan kartu merah perdana di tim senior Barca.
Kalau Anda fan fanatik Barca, tidak usah risau. Kalah dan menang soal biasa, kalah melulu di laga final baru jadi perkara. Messi tidak mencetak gol juga biasa sebab striker haus gol juga ada musim kemaraunya, frustrasi gara-gara kalah itu baru masalah.
Dulu semasa membela Barcelona B, tepatnya 27 Februari 2005, ia menerima hadiah kartu merah saat berhadapan dengan Pena Sport de Talafalla. Itulah sejatinya kartu merah pertama Messi di Barca, tetapi jarang dibabar karena saat itu ia masih membela Barcelona B.
Hikmah apa yang dapat dipetik oleh penggemar Barcelona di seluruh penjuru dunia? Manajemen frustrasi. Itulah pelajaran utama yang penting kita simak secara saksama. Sepakbola sejatinya bukan sekadar dua kesebelasan mengejar-ngejar satu bola sepak, bukan. Ada banyak hikmat tersembunyi di balik terjangan, sepakan, dan rangkulan di atas lapangan hijau.
Peristiwa Messi menampol Asier Villalibre, jagoan Bilbao yang mencetak gol penyeimbang, adalah pertunjukan teater dengan akhir yang sangat tragis dan dramatis. Bayangkan, sepanjang laga Messi dijegal, ditekel, didorong, dan diseret pemain lain, cukup dengan sekali tampol La Pulga kena batu.
Frustrasi yang menerjang Messi bukanlah sesuatu yang tiba-tiba terjadi. Sarafino (1998) pernah mengudar perkara frustrasi akibat tekanan psikis (rohani) dan fisis (jasmani). Dari aspek psikis, Messi tertekan karena proses kepindahannya pada akhir musim lalu gagal terwujud. Dari aspek fisis, usia pelan-pelan merapuhkan Messi.
Dua aspek itu bersekutu meremukkan Messi dari dalam. Batinnya berduka, raganya terluka. Ia kehilangan kenikmatan menggocek bola. Ia kehilangan kebahagiaan menari-nari di lapangan. Ia kehilangan kebanggaan sebagai seorang persona sohor.
Tak ayal, acungan kartu merah oleh wasit Jesus Gil sebenarnya bukanlah akhir dari gelontoran tekanan kepada sang kapten. Itu baru awal. Apabila staf pelatih Barcelona gagal mencucikan dan menyucikan batin Messi, akrobat mengerikan akan kita lihat pada masa-masa mendatang.
Jika Anda fan Barca, tidak usah habis-habisan mengutuk Messi. Jangan campakkan sepah usai manis habis Anda sesap. Sekali waktu Anda perlu mengatakan, "Saya malah senang Messi bisa main tampol." Bukankah Messi termasuk pemain yang jarang mengamuk?Â