Namun, ya, cukup sekali Anda berkata begitu. Itu pun gerunyam saja.
***
Pertama: sabar ada batasnya. Pada kasus kartu merah Messi di laga final semalam, kita dapat menimba ilmu dari sumur sabar di sanubari Messi. La Pulga telah menunjukkan batas kesabarannya. Ia sudah mendemostrasikan kemampuan kepalannya.
Itulah pelajaran pertama. Semarah apa pun, sedongkol apa pun, sesakit apa pun, Anda tidak boleh main tampol. Boleh jadi wasit abai karena tidak melihat kejadiannya, tetapi VAR sekarang dapat menayangkan aib pemain bola. Boleh jadi hukum gagal menghakimi Anda, tetapi pengadilan yang kita hadapi di muka bumi syahdan tidak ada apa-apanya dibanding Pengadilan Tuhan.
Dengan begitu, pelajari bagaimana stres menekan jiwa Anda. Jauhkan kalimat-kalimat positif beracun seperti sabar tanpa batas, yang kita butuhkan adalah bagaimana kita bersikap ketika tubuh kita sudah kurang tangguh merawat sabar.
Kedua: main hati boleh, jangan main hakim sendiri. Anda boleh baper ketika seseorang menyakiti hati Anda. Ya, Anda boleh sakit hati tatkala orang lain meremehkan, memandang rendah, atau menyepelekan Anda. Silakan. Itu manusiawi. Anda punya hati, jadi Anda berhak sakit hati.
Hanya saja, jangan main pukul. Manakala Anda berkali-kali disentil orang, satu kali kepalan Anda melayang bisa menjadi bumerang. Anda akan rugi sendiri. Sudah sakit hati, Anda pula yang menjadi tersangka. Salah-salah menjadi terdakwa.
Lihatlah Messi. Ia sah apabila terpaksa main hati. Betisnya jadi bulan-bulanan, jersinya jadi bahan tarikan, badannya kejar-kejor dihajar lawan. Ketika Sergi Ramos sengaja berlari kencang mendekati La Pulga hanya untuk menghajar betis belakang Messi, ia masih bisa menahan sewot. Justru Puyol dan Xavi yang memelototi Ramos.
Semalam tidak. Setelah bola lepas dari kaki Messi, setelah ia sukses mengirim umpan kepada Alba, setelah Villalibre mengadang dan mengalangi Messi, sang kapten kehilangan kendali emosi. Lengannya melayang dan mendarat di kepala Vellalibre. Mental juara berganti mental jawara.
Mustahil Messi terus mingkem setelah digasak lawan. Ada saatnya seorang pendiam yang rutin memeram sakit hati tiba-tiba meledak. Jika itu terjadinya, itu manusiawi.
***
JIKALAU Anda penggemar sejati Barcelona, seperti saya, cukuplah dua pelajaran itu yang Anda simak. Jauhkanlah diri Anda dari tabiat mengumbar caci maki akibat drama kartu merah. Anda pasti tahu, Messi juga manusia biasa seperti Anda. Ia punya watas sabar.Â
 Messi bukan malaikat, apalagi Tuhan.
Salam takzim, Khrisna Pabichara