Jikalau kita mau arif dalam mengajukan permintaan, syarat maslahat ini seperti jebakan betmen. Tanpa sengaja, kita menduga ada sosok yang paling bermanfaat, hanya bermanfaat, atau agak bermanfaat. Atas nama maslahat bagi bangsa dan negara, prasangka buruk pun kita tegakkan.
Ketiga, ada pihak yang beranggapan bahwa Pemerintah melakukan kriminalisasi ulama. Bagian itu sungguh mengejutkan, meskipun belum mencapai tahap sangat mengejutkan. Mengejutkan lantaran pernyataan sedemikian dilontarkan oleh seorang petinggi MUI.
Kalau kita mau menyigi dalih atas tudingan ada pihak yang menganggap bahwa Pemerintah telah melakukan kriminalisasi ulama, bakal banyak celah mengerikan yang terlihat. Siapa pihak yang menuding demikian? Mengapa tudingan itu muncul? Apakah tudingan itu benar-benar terjadi?
Bukan hanya itu. Dapat pula bermunculan kecurigaan. Siapa saja ulama yang dikriminalisasi? Apakah benar ulama yang dikriminalisasi itu sengaja dipolisikan, dicarikan kesalahan, kemudian dimejahijaukan? Jika benar, apakah memang Pemerintah melakukannya?
Rentetan pernyataan itu dapat saja menggedor-gedor batin kita. Maka dari itu, Presiden Jokowi dan DPR RI perlu mencermati dan menyikapi permintaan Waketum MUI. Dicermati saja, lantas disikapi dengan wajar dan sewajarnya.
Pada akhirnya, kita semua makin melek. MUI sekarang tidak sekadar benteng tempat fatwa halal dan haram digodok, tetapi telah menjadi lembaga segala perkara sampai-sampai urusan calon Kapolri pun digelitik. Tidak apa-apa, anggap saja sebagai peningkatan kapasitas lembaga.
Hanya saja, jangan sampai Kapolri yang nanti terpilih diberi cap halal atau haram.
Salam takzim, Khrisna Pabichara