Saya gatal. Jari-jemari saya ingin sekali menari di atas papan tik laptop, mengudar informasi ngawur dan kocak dari Kemdikbud RI, serta mengurai apa saja kengawuran itu. Akhirnya kesampaian juga. Gagasan tak henti-henti menggelitik benak, lahirlah tulisan ini.
Kita tilik dulu gambar di bawah ini yang digubah oleh staf Kemdikbud.
Judul Ngaco
Lihat kembali judulnya. Mengapa Burung-Burung Suka Bertengger di Kabel Listrik? Kocak. Asli, kocak banget. Ogut tidak habis pikir bagaimana bisa lembaga sekelas kementerian bisa sengaco dan sekocak itu. Penjudulan yang luar biadab, bukan luar biasa.
Mengapa ngaco? Penggubah gambar tersebut menggunakan kata "suka". Dari situ muncul soalan baru. Bagaimana kita bisa tahu bahwa burung suka bertengger di kabel listrik? Apakah kita tahu bahasa burung sehingga kita bisa mengetahui apa yang disukai oleh burung-burung itu?
Ilmu si penggubah dan pengoreksi gambar sungguh luar biadab (sekali lagi, bukan luar biasa). Mereka hanya sering melihat burung-burung bertengger di kabel listrik, lalu mereka memastikan bahwa burung-burung itu suka. Dahsyat!
Saya berharap penggubah dan pengoreksi gambar mendalami perbedaan makna dan fungsi antara suka dan sering. Tidak usah repot-repot, cukup baca artikel ini.
Alasan Tidak Tersetrum
Bayangkan anak-anak Indonesia yang digelimuni oleh rasa penasaran kontan memamah kabar ngawur itu tanpa mengunyahnya terlebih dahulu. Informannya kementerian, kok. Artinya, sumber jelas dan dapat dipercaya.
Saya termasuk orang yang kerap menganjurkan kepada anak-anak untuk tidak memasukkan jari ke dalam stop kontak. Saya juga sering meminta teman untuk tidak memegang kabel listrik bugil. Lo, bahaya. Kita bisa tersengat. Kita bakal tersetrum.
Kenapa burung tidak tersetrum? Alasan yang dikemukakan oleh Kemdikbud alangkah luar biadab (masih bukan luar biasa!). Begini dalih Kemdikbud.
Burung tidak tersetrum saat bertengger di atas kabel listrik dan kabel telepon karena di dalam tubuh burung tidak memiliki elektron yang bisa menghantarkan listrik. Karenanya, aliran listrik tetap melaju melalui kabel listrik.
Benarkan demikian? Saya sambangi artikel anggitan Mattew Allen untuk mendapatkan informasi pembanding. Ternyata berbeda. Menurut Allen, dipajang di sciencemadesimpel.co.uk, arus listrik bergerak dari titik dengan potensi tertinggi menuju potensi terendah.
Dalam sebuah kabel, kata Allen, salah satu ujung kabel memiliki potensi yang berbeda dari yang lain sehingga listrik ingin mengalir di sepanjang kabel tersebut. Karena kedua kaki burung berada di kawat yang sama, tidak ada perbedaan potensi di antara keduanya. Jadi, burung tidak tersetrum.
Kalau kita sigi dengan teliti gambar di atas, kita akan menemukan sumber yang digunakan oleh Kemdikbud. Ternyata informasi tersebut dipulung dari bobo.grid.id. Bukan berarti saya menuduh sumber informasi kurang valid, melainkan menyayangkan Kemdikbud yang ogah mencari kabar pembanding.
Saat bertengger di kabel listrik, kaki burung hanya hanya menyentuh satu kabel yang berisi satu tegangan. Padahal, sengatan listrik terjadi jika ada perbedaan tegangan dari dua tegangan berbeda yang bertemu. Demikian saya nukil dari Kompas.com.Â
Naskah Amburadul
Ini ngawur gaya Kemdikbud yang tidak seharusnya terjadi. Baiklah, beta paham bahwa tidak semua staf Kemdikbud mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dalam naskah yang bersifat formal. Saya paham itu.
Namun, sebaiknya staf Kemdikbud (yang merancang dan yang mengoreksi naskah) harus teliti. Mesti berhati-hati. Jangan asal-asalan. Kenapa? Kemdikbud masuk dalam garda depan perawat bahasa Indonesia. Kalau Kemdikbud saja ngawur, bagaimana dengan kementerian lain?
Mari kita cek. Entah dari mana juntrungannya, dalam gambar itu terdapat kata "karenanya". Itu menyesatkan pengguna bahasa Indonesia. Kata karena tidak bisa mendapat imbuhan apa pun, baik awalan maupun akhiran. Masak iya hal sesepele itu luput dari pindaian staf Kemdikbud?
Perhatikan kalimat ini. Burung tidak tersetrum saat bertengger di atas kabel listrik dan kabel telepon karena di dalam tubuh burung tidak memiliki elektron yang bisa menghantarkan listrik. Terlepas dari perkara elektron, mestinya menggunakan "burung tidak memiliki" atau "di dalam tubuh burung tidak ada".
Kalau dipreteli satu-satu, makin panjang tulisan ini. Padahal, saya sedang enggan mengorek-ngorek kesalahan orang atau lembaga. Lama-lama saya terkesan juru gibah.
Tidak. Saya tidak berniat menjadi tukang gali kesalahan, sebab saya hanya ingin menunjukkan betapa selama ini kita kurang mencintai bahasa Indonesia. Jangankan hamba sahaya, pegawai Kemdikbud saja malas mempelajari bahasa Indonesia.
Ah, sudahlah. Sepeduli apa pun, toh tulisan ini tidak akan sampai ke layar gawai penggubah dan pengoreksi gambar. Mending rehat biar tubuh kembali bugar seperti sediakala.
Salam takzim, Khrisna Pabichara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H