Aku jatuh cinta kepadamu. Jatuh hati setiap hari. Menaruh hati kepadamu berkali-kali. Orang Kulawi menyebutnya nohirara. Ya, aku nohirara tiada henti kepadamu.
Pengantar bincang di atas semacam contoh belaka tentang sebuah kata yang saya pulung dari bahasa daerah. Nusantara tercinta kita memang kaya akan bahasa daerah. Hampir setiap suku bangsa memiliki bahasa daerah. Meskipun tidak sedikit pula bahasa daerah yang melaju cepat menuju jurang kepunahan.
Hanya saja, saya tidak memilih topik ancaman kepunahan bahasa daerah itu di dalam artikel receh ini. Saya juga tidak menaja artikel ini untuk membabar ragam bahasa daerah, berapa jumlah penutur, dan di provinsi mana saja bahasa daerah itu bertumbuh. Bukan itu tumpuan gagasan tulisan ini.
Kali ini saya akan mengudar perkara kata-kata dari bahasa daerah yang unik dan keren. Seusai tapa mengulik 64 kamus bahasa daerah, saya pilahkan sembilan kata elok dengan makna menarik ke hadapan sidang pembaca.
Sebenarnya saya memungut kira-kira 6.000 lema dari 64 bahasa daerah itu, tetapi pasti bakal panjang kali lebar kalau saya muat semuanya. Tengkuk kalian juga bakal tegang dan pejal. Tidak apa-apa, kan? Harapan saya sih semoga guratan remeh ini memantik minat kalian untuk memulung kata dari bahasa daerah yang belum ada dalam KBBI. Apalagi kalau tiada padanannya. Wow!
Ayo, Kawan, siapkan camilan. Mari bertamasya ke kata pertama.
Dalam perkara kotoran, beberapa tempat di tubuh kita juga menjadi gudang penyimpanan kotoran. Tahi mata, misalnya, dinamai cica di Makassar. Kotoran yang melekat erat di kulit kepala kita sebut ketombe. Tahi hidung dan tahi telinga juga punya nama variatif di setiap daerah. Oh, keren!
Masyarakat Tegal, penutur bahasa Jawa dialek Tegal, menamainya ajeng-ajeng. Jikalau kita sedang ajeng-ajeng, harapan sering benar kita tumpah ruahkan ke dalam doa. Tatkala orang yang kita nanti-nantikan telah tiba, segelintir di antara kita abai bersyukur saking bahagianya.
Jika kalian dihantam cemas kehilangan sampai-sampai berkeringat dingin, detak jantung tak beraturan, dan pusing tanpa alasan yang jelas, itulah yang disebut banyang. Bisa kehilangan seseorang, bisa kehilangan pekerjaan. Pokoknya kehilangan. Kata itu saya jala dari kosakata bahasa Makassar. O ya, Kawan, ini bahasa daerah di tanah kelahiran saya.
Orang yang gampang banget sakit hati punya sebutan khusus dalam bahasa Sunda, yakni belikan. Disindir sedikit kontan sakit hati. Disentil sedikit sontak sakit hati. Itulah belikan. Ada juga orang yang mudah sedih atau gampang tersinggung. Itu namanya babarian. Bukan barbarian, ya. Adapun orang yang mudah jatuh sakit atau punya banyak keinginan yang sukar dipenuhi, dalam bahasa Sunda, disebut berewit.
Pacar yang keinginannya sulit dipenuhi berarti pacar berewit? Sudahlah, abaikan soalan receh itu.
Nah, orang yang bersifat demikian disebut pencerudik. Adapun 'turut campur urusan orang lain tanpa diminta' disebut cerudik. Kata itu saya pulung dari bahasa Palembang. Kalian tahu Palembang, kan? Ai, kota elok itu lekat di benak saya karena tenar dengan penganan khas pempek. Itu pun karena pepuja hati saya doyan pempek.
Kawan, sesuatu itu bisa barang atau benda tertentu. Bisa juga jodoh. Bukankah jodoh harus dicari seraya pindah-pindah hati dan daerah? Namun, kalau sudah ketemu jodoh langsung patok hatimu di satu hati.Â
Maka dari itu, makanlah secukupnya. Kalau belum cukup, ya, makan lagi. Kalau tidak ada makanan dan gagal dapat utangan, ya, puasalah.
Singgahlah di lapak: Sembilan Kata untuk KBBI
Banyak suku di Nusantara yang memiliki ritual kematian, termasuk dalam berkidung. Bagi suku Dayak Kenyah, kidung kematian tidak boleh sembarangan dilantunkan. Mesti lewat upacara mengantar roh yang sakral. Tidau, begitu warga Dayak Kenyah menamai kidung kematian.
Baca juga: Eksedentisias dan Kosakata Lain yang Makjleb
Itulah sembilan kata yang saya sajikan kepada kalian. Saya yakin bahwa kalian, terutama yang masih fasih berbahasa ibu, paham kata spesifik dalam bahasa daerah yang sukar ditemukan padanannya di dalam bahasa Indonesia. Ayo, silakan tulis di kolom komentar. Mana tahu ada yang dapat saya pulung dan cantumkan ke dalam Kamus Ekabahasa Indonesia yang tengah saya susun.
Moga-moga kalian berkenan pula mengabarkan tulisan ini, setidaknya, kepada orang terdekat kalian yang suka membaca dan menulis. Hatur nuhun alias danke bertubi-tubi.
O ya, terakhir. Mengapa judul tulisan ini memakai kata "antero"? Jangan ingat, antero itu berarti 'semua atau seluruh'. Jika kalian menggunakan kata seantero maka itu berarti 'sesemua atau seseluruh'. Sudah, ya. Makin melantur, nih.
Salam takzim, Khrisna Pabichara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H