Ketiga, keliru menggunakan markah penegas "ini". Sebenarnya hal itu tergolong kecelakaan gramatikal ringan. Tiada berbeda dengan sakit pada tengkuk, lalu kita seenak udel menyalahkan bantal. Artinya, jika diteruskan akan menjadi kebiasaan yang dikaprahkan.
Kata ini, begini, dan beginilah digunakan sebagai 'pemarkah pernyataan yang akan dituturkan'. Posisinya 'sebelum pernyataan diuraikan'. Perhatikan contoh berikut ini. Kemudian, uraian penjelas dibabar. Begini, Saudara. Selanjutnya, kita bentangkan pernyataan. Beginilah jadinya kalau cinta bertepuk sebelah tangan. Barulah dibabarkan pernyataan kita.
Pada paragraf yang tengah kita ulik, Ozy menulis seperti ini: ... dan pantang mati sebelum berbuah ini. Pemarkah "ini" digunakan untuk sesuatu yang telah diterangkan, bukan demi sesuatu yang akan dijelaskan. Dalam kondisi "telah dijelaskan", pemarkah yang tepat adalah "itu".
Uraian lebih lengkap tentang perbedaan penggunaan ini dan itu dapat teman-teman baca dalam artikel Rindu dan Cemburu Itu Sama-sama Cinta.
Keempat, ketaksaan makna. Salah satu hal yang harus kita sadari dalam menata kalimat adalah posisi menentukan makna. Apabila kita tidak berhati-hati meletakkan kata, frasa, dan klausa dalam kalimat maka hal itu dapat menyebabkan ketaksaan atau ambiguitas.
Mari kita sigi pernyataan Ozy pada "sangat disukai oleh masyarakat di seluruh dunia dengan beragam lapisan umur". Jika tidak kita amati dengan saksama, jelas tidak ada celah gramatikal pada klausa itu. Beda perkara kalau kita ulik dengan cermat.
Perhatikan letak "dengan beragam lapisan umur" yang posisinya di belakang atau mengikuti "di seluruh dunia". Padahal, posisi yang tepat adalah di belakang "disukai oleh masyarakat". Kenapa? Karena yang memiliki "lapisan umur" adalah "masyarakat", bukan "dunia". Sepele, kan?
Berdasarkan uraian yang sudah "panjang kali lebar kali tinggi di atas" dapat kita simpulkan bahwa receh belum tentu bisa kita recehkan. Dua paragraf pembuka Ozy sudah membuktikannya. Sekilas tampak paragraf anggitannya sudah berisi, serta memenuhi unsur kepaduan dan ketedasan, padahal tetap saja ada celah yang mesti ditambal.
Saya sodorkan satu alternatif perbaikan, sisanya tinggal teman-teman ulik melalui berbagai potensi kemungkinan pengembangan paragraf.
O ya, keterampilan menata paragraf sangat dibutuhkan oleh penulis. Jika seorang penulis khatam dalam menata paragraf maka tulisannya niscaya ajek, renyah, dan gurih. Hal itu disebabkan oleh posisi vital paragraf dalam karangan, yakni sebagai miniatur tulisan. Â
Selain itu, arti satu kata dapat mengubah makna satu kalimat. Silakan sigi perbedaan antara "Saya mencintaimu karena saya sakit hati" dan "saya mencintaimu sehingga saya sakit hati".
Kalimat pertama mengudar penyebab jatuh cinta, sedangkan kalimat kedua mengulas akibat jatuh cinta. Kalimat pertama bertolak dari konjungtor karena, sedangkan kalimat kedua bertumpu pada konjungtor sehingga.