Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Skripsi Penuh Coretan, Artikel Berantakan, dan Konjungsi Korelatif yang "Belang-betong"

20 Juli 2020   15:09 Diperbarui: 24 Juli 2020   11:01 1766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tabel Konjungsi Korelatif (Dokumen Pribadi)

Adapun kalimat (2) memperlihatkan bahwa semua pejabat harus peduli pada kepentingan rakyat. Unsur yang terhubung adalah Pemerintah dan DPR. Tujuannya, memastikan 'hubungan perlawanan yang menyatakan penguatan'.

Sekarang tilik contoh kalimat di bawah ini.

  1. Pencopet itu berlari demikian kencang sehingga sukar dikejar.
  2. Jangankan aku yang masih bau kencur, dia yang sudah kawakan pun bisa patah hati.

Dari kalimat (1) dapat kita ketahui bahwa si pencopet sulit dikejar karena ia berlari sangat kencang. Konjungsi korelatif dalam kalimat tersebut menyatakan 'penggabungan yang menguatkan'.

Adapun kalimat (2) menunjukkan hubungan yang 'menguatkan dan mempertentangkan'. Ada variasi pasangan berbeda (lihat dalam tabel). Misalnya: Jangankan aku yang masih muda, sedangkan kamu yang lebih tua saja belum paham hakikat cinta sejati.

Simak juga contoh kalimat di bawah ini.

  1. Kamu tidak hanya menyebalkan, tetapi juga mengecewakan.
  2. Entah disetujui entah tidak, aku tetap harus pergi.

Kalimat (1) menyatakan hubungan perlawanan yang menguatkan. Di sisi lain, makna hubungan 'perlawanan yang menyatakan penegasan' bisa kita dapati pada kalimat (2). Apabila kita menggunakan pasangan "... bukan ..., melainkan ..." berarti 'mengoreksi atau membetulkan'.

Pada Akhirnya Semua Mudah 

Konjungsi korelatif dapat menguatkan makna yang kita sasar pada kalimat yang kita sajikan. Makin fasih memakai bentuk konjungsi ini makin kuat pula fondasi wacana kita.

Apakah semudah itu? Tentu tidak. Ada kata kunci yang harus kita hafal mati: latihan. Percaya atau tidak, orang mahir pasti melalui latihan yang berat dan rutin. 

Selama kamu malas-malasan, mustahil kemampuan menulismu meningkat. Jika tetap begitu, skripsimu besar kemungkinan masih penuh coretan. Artikelmu juga masih acak-acakan. Itu terjadi hanya karena kamu masih belum konsisten berlatih. Orang Sunda menyebutnya "belang-betong".

Sebagai sajian penutup, artikel ini adalah sekuel kedua dari tulisan saya tentang kata sambung. Bagian pertama adalah Kompasianer yang Keteteran dan Kata Sambung yang Kelupaan. Silakan klik dan baca.

Semoga berguna mengobati rasa puyeng di kepalamu akibat skripsi atau tulisan yang tidak kelar-kelar. [kp]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun