Setelah bergabung dengan IMJ, saya dan teman-teman pernah mendapat sepuluh juta dalam sekali ngamen. Itu luar biasa. Mustahil terjadi seandainya saya masih mengamen di jalan. ~ Ridho Kusuma, talen Institut Musik Jalanan (IMJ)
Matahari di atas Kota Depok sangat terik ketika saya tiba di markas Institut Musik Jalanan (IMJ) yang baru. Kantor dua lantai sedang dipenuhi musisi jalanan. Sebagian di antaranya penyandang tunanetra. Obrolan santai yang ditingkahi gelak tawa segera menyambut saya.
Ridho Kusuma namanya. Ia seorang difabel bersuara merdu. Penyandang tunanetra. Murah senyum. Penuh rasa percaya diri. Dan, sangat ramah. Seluruh pertanyaan saya ia jawab dengan lancar dan ringkas. Kadang ditingkahi tawa yang renyah.
Obrolan kami bermula dari awal mula Ridho turun ke jalan untuk mengamen. Akibat ketidaktersediaan ruang berekspresi bagi musisi jalanan, akhirnya ia mengamen di jalanan. Dari satu perempatan ke perempatan lain. Dari warung ke warung. Dari rumah ke rumah. Sesekali menangguk banyak uang, sesekali tanpa menerima duit sepeser pun.
Suatu ketika, saat mengamen, ia terjatuh ke dalam kali di samping kampus Universites Gunadarma di dekat Stasiun Pondok Cina Depok. Untung air kali sedang surut. Untung pula beberapa mahasiswa menarik tangannya. Kalau tidak, boleh jadi ia seharian di dalam kali.
Sebenarnya Ridho tidak buta sejak lahir. "Sepertinya pengaruh air kali di Tanjung Priok yang hitam pekat karena limbah dan sampah," tuturnya ketika saya tanya penyebab kebutaannya.
"Saat itu saya masih remaja. Mula-mula pandangan saya mengabur, lambat laun seperti ada tirai hitam, lalu gelap sama sekali."
Meskipun kehilangan kemampuan penglihatan, Ridho tidak menangisi nasibnya. Kecintaan pada musik dan anugerah suara merdu mengantarnya ke jalanan untuk mengais rezeki. Ia tidak mau menyandarkan beban hidupnya kepada orang lain. Ia tidak ingin merepotkan siapa pun, termasuk keluarganya sendiri.
Berkenalan dengan Institut Musik Jalanan
Ridho bukan satu-satunya difabel penyandang tunanetra yang bergabung dengan IMJ. "Ada kira-kira tiga puluh orang tunanetra lainnya di IMJ," papar Andi Malewa, pendiri IMJ yang kenyang asam garam hidup di jalanan.