Setiap orang, tidak peduli rakyat atau pejabat, berpotensi melakukan kesalahan. Kritik hadir untuk memperkecil terjadinya kesalahan, bahkan memperbaiki kesalahan.
Gara-gara kata kritiklah sehingga tulisan ini saya anggit. Sebagai pengamat recehan, saya terpantik cuitan Pak Fahri Hamzah. Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKS tersebut mengeluhkan nasib beberapa orang yang berakhir di bui gara-gara mengkritik pemerintah.
Berikut cuitan utuh beliau yang saya nukil dari akun @FahriHamzah.
Saya ngeri melihat orang yang salah posting atau khilaf pada dipanggil polisi dan masuk bui, lalu dibuat jera hanya karena mereka kritik pemerintah. Sementara sebagian yang mendukung pemerintah tidak diproses. Sebagian itu karena di media sosial ada yang saling intip. Saling lapor. [@FahriHamzah, 8 Juni 2019]
Sekalipun ada ketimpangan narasi dalam cuitan beliau, saya akan memulai udaran cetek ini dari kata kritik. Adapun soal ketimpangan narasi akan saya ulas di bagian akhir tulisan ini. Baiklah, mari kita mulai bermain di taman kata.Â
Semenjak era media sosial tiba, ringan jari jauh lebih marak dibanding ringan mulut. Ringan jari berarti gampang sekali menggerutukan sesuatu di media sosial tanpa menakar, menapis, dan mereka-reka akibatnya. Ringan mulut adalah banyak membicarakan sesuatu dengan cara yang cenderung ngawur. Istilah kekiniannya: banyak bacot.
Dalam hemat saya, setidaknya kritik harus terpenuhi oleh tiga rukun. Pertama, mesti hati-hati. Kritik menurut versi kamus Merriam-Webster adalah memberikan atau melakukan evaluasi yang dilakukan dengan sangat hati-hati. Pernyataan ini menegaskan adanya unsur kehati-hatian pada saat mengkritik.
Dengan kata lain, kritik bukan sesuatu yang dilakukan secara asal-asalan, serampangan, atau sembarangan. Pembenaran lewat salah pengeposan atau pengunggahan (salah posting dalam cuitan Pak Fahri) sebenarnya keliru. Hal seperti itu lebih pas disebut gegabah atau sembrono daripada kritik.
Kedua, hasil analisis atau evaluasi. Dalam Komunikasi Bisnis dan Profesional (1996, 284), Curtis dkk. menyatakan bahwa kritik adalah masalah penganalisisan dan pengevaluasian sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki.
Bagaimana mungkin orang yang sedang khilaf dapat memberikan pemahaman? Alih-alih memahamkan, malah menyesatkan. Apakah orang yang tengah khilaf dapat memperluas apresiasi? Alih-alih memperluas apresiasi, salah-salah malah pamer lakon melindur atau mengigau.