Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Legenda Bernama Arief Poyuono

18 Mei 2019   21:44 Diperbarui: 18 Mei 2019   22:08 6269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fransiscus Xaverius Arief Poyuono | Foto: Tribunnews.com

Jangan mengira karut-marut politik hanya menyajikan silang sengketa yang menegangkan. Tidak begitu. Dunia politik kita sebenarnya ibarat panggung sandiwara yang sarat drama dan tawa.

Tidak percaya? Lihatlah polah salah satu politikus yang kerap menggelitik kesadaran kita. Namanya Arief Poyuono. Sejatinya, beliau adalah komika yang mahir memicu tawa. Bukan karena pongah tingkahnya, melainkan karena tutur katanya.

Kelucuan Mas Poyu sungguh natural. Gurauannya lucu alami. Komentarnya konyol tak tepermanai. Ada saja ujaran atau komentar beliau yang memacu kekeh kita. Pendek kata, beliau komedian dengan stok guyon tanpa batas.

Ajaibnya, tidak sedikit orang yang terlalu serius menanggapi komentar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu. Ada yang meradang, ada yang menggerutu. Tidak hanya lawan yang tersulut, kawan sendiri pun terbakar. Bukan apa-apa, Mas Poyu memang tidak pandang bulu dalam melucu.

Mari kita sisir beberapa materi lawak Mas Poyu.

Serangga Undur-Undur

Istilah ini sebenarnya adalah serangan mematikan bagi kubu koalisi Mas Poyu sendiri. Naga-naganya istilah ini merupakan balasan atas ledekan Andi Arief, politikus Partai Demokrat, yang menamai Pak Prabowo sebagai "Jenderal Kardus".

Sebagai pengurus teras Partai Gerindra, Mas Poyu tidak sudi Ketua Umum partainya direndahkan sedemikian rupa. Dengan santai ia melakukan serangan balik. Pak SBY, negarawan yang dua kali dipilih langsung oleh rakyat menjadi Presiden RI, ia sebut bersikap bagaikan "serangga undur-undur".

Serangan terhadap mantan Presiden RI tersebut kontan memantik kontroversi. Namun, Mas Poyu gigih dalam berpendirian. Raut mukanya seolah tanpa ekspresi rasa bersalah. Malahan ia bubuhi komentarnya dengan menyebut Partai Demokrat tidak punya kontribusi apa-apa terhadap suara Prabowo-Sandi.

Koalisi Adil Makmur Sebuah Hotel

Istilah kedua yang sempat menggelitik khalayak adalah "check-out". Mas Poyu menganjurkan agar Partai Demokrat "check-out" saja dari koalisi karena minim kontribusi. Terang saja banyak kolega di koalisi yang tersinggung, terutama dari Partai Demokrat.

Meski begitu, Partai Gerindra selaku poros utama dari koalisi sepertinya tidak memahami esensi guyonan beliau. Meskipun guyon, Mas Poyu seolah-olah merendahkan koalisinya sendiri. Pemilihan istilah check-out jelas-jelas pertanda bahwa koalisi pengusung pasangan Prabowo-Sandi tak lebih dari sebuah hotel.

Mengapa demikian? Alasannya mudah dicerna. Setelah check-in mengusung pasangan Capres-Cawapres, silakan keluar sesuka hati. Ibarat kata, koalisi hanyalah persinggahan semata. Tiada beda dengan melancong ke suatu tempat dan terpaksa menginap di tempat sementara. Urusan kelar, langsung keluar.

Setan-Setan Kurap

Istilah yang meluncur deras dari bibir Mas Poyu ini masih merupakan serangan terhadap rekan-rekannya sendiri. Ia menyebut teman-teman gengnya yang menerima hasil Pilpres dan Pileg 2019 adalah setan-setan kurap. Jika setia pada koalisi, begitu kira-kira isi batok kepala doi, maka menolak hasil Pilpres berarti menolak hasil Pileg.

Bukan rahasia lagi bahwa ada partai dalam koalisi yang mendukung argumen pemilu curang, tetapi menerima hasil pileg. Mardani Ali Sera, sang inisiator tagar 2019 Ganti Presiden, pernah keceplosan menyatakan hal seperti itu. Dengan kata lain, PKS tunduk pada hasil hitung cepat terkait Pileg 2019.

Inilah yang membuat mulut Mas Poyu mendadak gatal. Lidahnya pun menari lincah sampai keluarlah istilah setan-setan kurap. Jelas sindiran itu ia tujukan kepada orang-orang di sekitar Pak Prabowo.

Belum Tentu Situ Menang Matematika Lawan Saya

Inilah kalimat yang paling lekat dalam ingatan saya. Saat itu, dalam sebuah bincang santai di Mata Najwa, Mas Poyu meledek Rizal Mallarangeng. 

Ada indikasi Pak Rizal yang membuat Mas Poyu kebakaran alis, sebab beliau tidak punya jenggot yang bisa ditamsilkan jika marah, karena menuding Mas Poyu tak paham metodologi hitung cepat.

Dengan blak-blakan, Mas Poyu meledek Pak Rizal. Ia tandaskan bahwa nilai statistikanya semasa S-1 dan S-2 selalu A. Ada unsur sengak atau songong di sana, tetapi yang tampak jelas lucu belaka. Faktanya, Pak Rizal dan beberapa panelis masam-mesem.

Merasa diremehkan, Mas Poyu kembali menyerang Pak Rizal. "Belum tentu situ menang matematikanya sama saya," ujarnya dengan dagu sedikit terangkat.

Prabowo Tak Siap Kalah Karena Menang

Masih pada acara yang sama, Mas Poyu mengeluarkan pendapat yang brilian. Boleh dikata amat genius dan sangat bernas. Mula-mulanya begini. Pak Rizal menyatakan bahwa setiap pihak yang mengikuti pesta demokrasi harus siap kalah.

Bagaikan burung rajawali yang geram bukan kepalang, Mas Poyu sontak membantah. Ia katakan bahwa Pak Prabowo tak siap kalah. Selama beberapa detik suasana di studi Mata Najwa mendadak hening. Sejenak kemudian, beberapa orang merangas-meringis.

Merasa ada yang tidak beres, Najwa Shihab mempertanyakan mengapa Pak Prabowo tidak siap kalah. Di sini terlihat kematangan Mas Poyu. Tidak semua orang jago berkilah dalam kondisi sulit atau terpojok. Bagi Mas Poyu, itu bukan sesuatu yang luar biasa.

Ia menjawab ceplas-ceplos sambil cengengesan, "Prabowo tak siap kalah karena menang!"

Setan Kurap Bayar Pajak

Jika penggawa-penggawa Koalisi Adil Makmur sering mengumandangkan narasi people power, Mas Poyu tidak. Ia punya kalimat lain yang tidak kalah segar dalam upaya membela kepentingan golongan.

Bolehlah KPU nanti memutuskan pemenang Pilpres 2019 yang bukan pasangan Prabowo-Sandi. Jika itu terjadi maka pasangan yang terpilih harus siap menanggung risiko. Fransiscus Xaverius Arief Poyuono mengajak pemilih PADI, tanpa kecuali, agar membangkang dengan cara tidak membayar pajak.

Inilah lelucon Mas Poyu yang paling "cetar membahana". Orang lain boleh menganjurkan makar, beliau tidak. Rugi bandar kalau makar. Mending terima hasil Pileg, masuk ke Senayan, terima gaji dan tunjangan, ambil pula uang jatah pembinaan partai, tetapi jangan mau membayar pajak. 

Sungguh maklumat yang luar biadab!

Apabila ada konco koalisi yang tidak memenuhi ajakan pembangkagannya, Mas Arief serta-merta menyebut mereka sebagai "setan kurap". Setan lagi setan lagi. Setelah Pak Amien menyebut Partai Setan, Ibu Ratna mendengar "bisikan setan", Pak Andi Arief menengarai ada "setan gundul", Mas Poyu memilih "setan kurap". 

Sudah setan, kurapan pula.

Itulah beberapa materi lawakan Mas Poyu. Politikus dengan ciri khas rahang mengeras, dagu terangkat, dan peci tegak ini memang spontan dan bacar mulut. Akan tetapi, di situlah letak keunggulan dirinya dibanding juru kilah lainnya di kubu Pak Prabowo.

Jika yang lain sering tampil dengan citra dicerdas-cerdaskan, ia tampil apa adanya. Kadang tengil, kadang bengal. Sering ngotot, doyan ngeyel. Ibarat makanan yang diterai potongan harga, beliau adalah paket hemat yang lengkap.

Masalah terbesar bagi penduduk Indonesia, termasuk pendukung Pak Prabowo, adalah seberapa tinggi kadar tawa kita dalam menanggapi guyonan ala Poyuono. Bagi yang cerdas menakar sesuatu yang tersirat di balik komentar-komentar doi pasti akan tersenyum. Salah-salah malah terbahak-bahak.

Itu sebabnya saya menyebut Mas Poyu sebagai Sang Legenda dari Gerindra. [khrisna]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun