Benarkah arti "penyair" adalah "orang yang membuat syair"?Â
Sudah lama sekali pertanyaan itu mendera benak saya. Lantas, apa hubungannya dengan "api neraka"? Tenang, jangan panik atau marah-marah. Kendurkan dulu syaraf yang regang. Bukan kendorkan, ya.
Sudah tenang, kan? Oke. Terima kasih karena tidak merawat sumbu pendek sehingga gampang tersulut.Â
Baiklah. Saya harus mengakui bahwa judul tulisan ini sedikit kontroversial, sebab secara sengaja saya sandingkan "penyair" dengan "api neraka". Barangkali ada di antara kalian yang bertanya-tanya, bahkan sedikit gusar. Tidak apa-apa. Sedikit doang, kok.Â
Sempat tebersit di benak saya untuk mengajak kalian menengok nasib beberapa pujangga yang dituduh sesat atau menganjurkan kesesatan. Akan tetapi, tulisan ini amat ringkas untuk mengudar perkara sebesar itu. Lagi pula, tulisan remeh ini hanya ingin mempertanyakan kata tertentu.
Nah, sekarang mari kita bincangkan beberapa kata yang kerap salah pakai.
Tidak, ya, tidak sesederhana itu. Kata "konveksi" dan "konfeksi" bukan kata yang semakna. Kata pertama bermakna "peristiwa gerakan benda cair atau karena perbedaan suhu atau tekanan". Jadi, jangan sembarangan memakai kata "konveksi".
Mengapa tidak boleh sembarangan? Huruf /v/ dalam kata "konveksi" di plang perusahaan yang memproduksi pakaian secara massal sebenarnya keliru. Mestinya "konfeksi" jikalau perusahaan tersebut memproduksi baju atau pakaian secara massal.
Kedua, mawas dan wawas. Banyak yang mengira "mawas diri" berarti introspeksi. Sejak saya remaja, kesalahan itu sudah terjadi. Padahal, gabungan kata yang tepat adalah "wawas diri". Mengapa keliru? Karena kata "mawas" sebenarnya adalah salah satu jenis orang hutan.